• A Y N A •
Aku mengikuti langkahnya, melewati beberapa pohon besar menuju halaman disamping rumah yang berumput hijau sejauh mata memandang. Mas Kale menyibak ranting pohon berdaun lebar yang menghalangi jalan. Begitu ranting itu tersingkap, bangunan berlantai dua langsung menjadi pusat perhatianku.
Tekstur dan warna asli batu bata di dindingnya dibiarkan begitu saja, juga model bukaan jendela yang ditarik keatas menambah kesan vintage bangunan ini.
Mas Kale sudah lebih dulu sampai di depan pintu dan mulai membukanya lebar untuk mempersilahkanku masuk.
"Silahkan Princess." Sudut bibirnya tertarik keatas.Aku masuk sementara ia masih menahan pintu agar tetap terbuka.
"Gudang aja bagus banget ya Mas."
Sorot kekagumanku pasti terlihat jelas. Kesan kumuh, berdebu dan dipenuhi jaring laba-laba sangat jauh dari gudang milik keluarga mas Kale. Seluruh barang yang disimpan tertata rapi di dalam rak-rak berbagai ukuran, barang-barang berukuran besar yang tidak muat masuk ke dalam rak juga disusun berjajar disudut ruangan mulai dari yang terbesar sampai yang lebih kecil.
Mas Kale terkekeh. "Cuma gudang biasa Ay. Tempat simpan barang-barang dan peralatan. Bukan kayak museum tempat menyimpan artefak-artefak ribuan tahun."
Aku mendesis, mencibir tanggapannya barusan. "Masuk ke gudang yang kamu sebut biasa aja ini berasa masuk ke IKEA tau nggak."
Ia terkekeh lagi sambil menggelengkan kepalanya. Sementara aku masih sibuk melihat-lihat semua barang yang tersimpan, Mas Kale sudah mengeluarkan alat pemanggang daging dan berbagai peralatan lainnya.
"Di atas ada apa Mas?"
"Dulu basecamp. Sekarang kosong."
"Oh ya? Five & Furious ya?"
Mas Kale mengangguk malu. Five & Furious adalah nama geng pertemanan mas Kale, mas Saka, mas Anta dan kak Ranum yang terinspirasi dari film berjudul 'Fast and Furious'. Aku yakin seharusnya ada anggota kelima karena namanya Five, tapi aku lupa.
"Five harusnya berlima kan ya Mas?"
Ia diam sejenak. "Iya, berlima."
Raut mas Kale berubah—entah hanya perasaanku saja. Sebenarnya aku masih sangat penasaran karena harusnya aku ingat. Tapi melihat reaksi mas Kale yang sepertinya enggan, aku mengurungkan niat untuk memintanya bercerita lebih jauh tentang geng yang sempat beken pada masa mereka dulu.
Aku bisa menanyai kak Ranum alih-alih memaksa mas Kale bercerita dan merusak kedekatan kami yang baru mulai terjalin. (Apa aku baru saja mengakui kalau kami punya kedekatan?)
Aku mengangguk dan memilih untuk mengalihkan perhatian pada tumpukan buku di rak dekat tangga.
"Mas Anta apa kabarnya ya Mas? Udah lama banget nggak ketemu."
Kudengar suara langkah kakinya mendekat.
"Fokus saja pada pria dihadapanmu ini nona." Ucapnya setelah berdiri tepat dihadapanku.Ibu jari dan telunjuknya mencubit pipiku yang sudah berubah merah—tentu bukan karena cubitan Mas Kale. Matanya yang sejak tadi menatapku intens mulai menjauh dengan senyuman penuh arti masih tersungging di bibirnya.
Sekuat tenaga aku berusaha memaku kakiku di bumi agar tak menghambur ke pelukannya sekarang juga dan menggigit bibirnya yang sejak tadi tersenyum menggoda itu.
"Udah nggak cemburu nih ceritanya?"
Bola mataku membulat. "Dih..siapa yang cemburu." Aku pura-pura tak melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Quarter Life CriShit [TAMAT]
Chick-LitAda Kale Arsana Malik, si almost expired tampan kembaran Dylan Sprouse versi brewokan. Ditanya perihal kapan menikah sebenarnya bukan masalah besar untuk Kale. Tapi kalau yang bertanya itu ibunya, maka itulah sumber masalah besarnya. Karena apa? Kar...