Bagian Delapan

27.7K 3.1K 63
                                    

- Ayna -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


- Ayna -

Aku tiba di rumah kak Ranum tepat satu jam sebelum acara berlangsung. Ayah, bunda dan Dikta sudah berangkat lebih dulu pagi-pagi buta sekali. Seharusnya sih aku berangkat bareng mereka pagi tadi, namun sayangnya tugasku yang masih terbengkalai itu harus segera diselesaikan karena deadline nya siang ini.

Dan karena siapa aku gagal begadang tadi malam hingga mengakibatkan pekerjaanku tidak selesai? Tentu saja karena pacar mas Kale yang menyiramkan segelas penuh cold brew ke wajahku, yang bahkan kuminum saja belum. Aku kesal tentu saja, bahkan rasanya ingin sekali ku cabuti bulu alisnya itu hingga botak. Namun aku sadar aku tidak bisa melakukan itu, aku selalu diingatkan untuk tidak melakukan hal-hal yang bisa mempermalukan diri dan merusak nama baik keluarga Janari yang selalu kubawa kemanapun aku pergi.

Ketidakberuntungan ku tidak hanya sampai disitu ternyata, stock coffee beans di dapurku habis. Benar-benar habis, padahal nggak pernah sekalipun aku benar-benar kehabisan benda sepenting itu. Alih-alih menyetok kopi bubuk, aku memang lebih suka menggunakan biji kopi yang masih utuh karena ini masalah freshness sih sebenarnya, kopi kan akan terus mengalami proses degassing setelah diroasting, semakin lama kopi itu disimpan dalam bentuk bubuk akan semakin berkurang 'komponen' dan 'rasa' nya. Itu sebabnya aku lebih memilih wholebeans daripada kopi bubuk yang lebih instan namun lebih cepat mengalami proses degassing. Dan sialnya malam itu habis. Tidak ada segelas kopi=tidak bisa begadang=pekerjaan terbengkalai. Begitulah mekanismenya. Ya, aku memang sesuka itu sama kopi, sudah menjurus candu sih kalau gini ceritanya.

Beberapa orang pria dari keluarga mas Saka tampak sudah berkumpul di teras rumah kak Ranum. Aku tidak begitu kenal dengan mereka semua sebenarnya, hanya ingat wajahnya saja. Selain itu sudah ada Ayah dan Dikta yang juga ikut bergabung dengan mereka.

Dikta langsung menghampiri begitu melihat aku turun dari mobil.
"Sini biar Abang yang bawain."

Dia mengambil alih kotak kado yang lumayan berat dari tanganku.

"Dihh tumben banget abang-abangan biasanya juga lo gue-an. Salah makan nih pasti." Aku meliriknya curiga.

"Nggak bisa banget sih dibaikin. Kotor banget pikiran Lo tuh Ay. Nggak sesuai sama gamis Lo yang putih bersih tak bernoda ini."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Quarter Life CriShit [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang