Bagian Tiga Puluh

21.2K 2.5K 94
                                    

Guilt is worse than greed, for guilt robs the body of its soul.
(Rasa bersalah lebih buruk daripada ketamakan, rasa bersalah merampok tubuh jiwanya)


- Robert T. Kiyosaki -

• K A L E •


Dua minggu terakhir ini kuhabiskan hanya untuk bekerja, mendedikasikan diriku dari satu meeting ke meeting yang lain. Aku benar-benar sibuk hingga tak ada waktu untuk merasakan kehampaan di dalam rongga dadaku. Saat itu kupikir aku akan baik-baik saja, kupikir dengan melepaskannya tak akan berpengaruh apapun untukku. Ternyata aku salah, saat dia pergi hidupku rasanya kosong dan tidak ada yang mampu mengisinya.

Aku tidak pernah tau bahwa hatiku telah tertaut begitu dalam padanya, hingga kehilangannya membuat hatiku seakan terlepas dari tempatnya. Hidupku tak lagi sama, segala tatanan yang sudah kubangun jadi porak-poranda.

Selama ini aku terlalu sibuk menepis kenyataan bahwa aku telah jatuh cinta padanya. Perasaan yang selalu terasa samar, malam ini terasa sangat jelas dan nyata. Sialnya, kenapa harus setelah dia pergi.

Sedang apa dia sekarang? Aku sangat merindukannya.

Aku tidak bercanda saat mengatakan bahwa hidupku kosong dan rasanya tak akan ada yang mampu mengisinya lagi. Saat ini aku sedang menghabiskan malam di sebuah lounge di dekat pesisir pantai, ditemani bergelas-gelas martini dan musik yang memekakkan telinga, namun tak ada satupun yang bisa mengenyahkan kekosongan ini.

Kusembunyikan wajahku di balik tangkupan kedua telapak tangan. Aku benar-benar merasa putus asa, kemana aku harus mencari petunjuk keberadaannya. Totally clueless.

Saat aku mengangkat pandangan, sudah ada Saka dan Anta di seberang mejaku. Mereka hanya diam, tak saling bicara untuk beberapa saat yang lama. Kuputuskan untuk membawa gelas martiniku dan berpindah ke tempat mereka.

Setelah beberapa saat aku duduk bersama mereka, aku baru menyadari bahwa aku hanya sedang berpindah tempat,  keheningannya masih sama. Hanya menjadi pelengkap kesunyian.

Tidak perlu berharap ada adegan baku hantam seperti tadi siang, atau adegan yang sangat estetik ketika botol-botol bir berpecahan di atas kepala. Tidak, kalian terlalu berlebihan.

Kami sudah biasa seperti ini, menyelesaikan masalah dengan saling pukul sampai puas kemudian berbaikan lagi. Hanya saja di usia kami yang menuju tua ini frekuensi sparingnya sudah banyak berkurang.

"Lo bener-bener brengsek."

Ucap Anta yang duduk di hadapanku, tidak ada nada ajakan untuk bergulat lagi tapi kekecewaan dan kemarahannya masih kental terasa.

"Tai! Percuma gue baik-baikin lo di depan Ayna."

Kali ini nada kekecewaan terdengar dari Saka. Aku sangat maklum karena pria beranak satu ini sudah mengganggap gadis itu seperti adik kandungnya sendiri.

"Rasanya gue bener-bener muak liat muka lo."

Rupanya Anta masih belum puas memuntahkan segala amarahnya.

Aku hanya diam, menerima segala caci maki sahabat-sahabatku ini dengan lapang dada. Karena tanpa mereka maki pun, aku sudah melakukannya lebih dulu.

"Gue nggak ketemu petunjuk apapun." Ucapku, lemah.

Anta menatapku nyalang. "Ya iyalah, bego. Ayna pergi bukan buat lo temuin. Dia pasti nggak mau lo nemuin jejaknya."

"Dia pasti udah memikirkan ini matang-matang. Ayna bukan perempuan yang gegabah." Sahut Saka.

Quarter Life CriShit [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang