9. Found You

15.2K 133 2
                                    

Bagi Sherly, bertemu dengan orang seperti Vincent adalah berkah dalam hidupnya. Karena pemuda paruh baya itu bisa memberikan hal yang dicari-carinya selama ini yaitu cinta.


Sejak berumur sepuluh tahun, Sherly sendiri sudah lupa apa arti cinta dan kasih sayang. Dia selalu bertanya-tanya, kenapa hanya dia yang selamat dalam kecelakaan mobil itu sedangkan keluarganya meninggal semua.

Lima tahun dia hidup dalam panti asuhan hanya untuk mencari kasih sayang yang dibawa pergi oleh keluarganya. Hasilnya nihil. Sampai suatu hari, ada laki-laki yang menawarkannya sebuah penghidupan yang layak dengan menjadi anak angkatnya.

Sherly yang saat itu sudah mengerti dengan segala hal mengenai materi akhirnya mengiyakan ajakan lelaki yang ternyata adalah seorang pengusaha kaya raya itu. Selama bertahun-tahun, dia hidup serba berkecukupan bahkan berlebihan. Dia juga memiliki dua saudara angkat.

Benar, Sherly mendapatkan kasih sayang dari mereka. Hingga akhirnya Sherly bertemu dengan Vincent. Sebuah kebetulan saat ia ingin mendaftarkan diri sebagai model di salah satu majalah yang saat itu baru mulai berkembang. Laki-laki itu mengajarkannya apa itu cinta. Sebuah perasaan yang ia rasakan melebihi rasa cintanya kepada orang tua kandungnya.

Ya, hubungan mereka terus berlanjut. Di luar, mereka adalah atasan dan bawahan. Tapi di dalam, mereka adalah sepasang kekasih yang intim.

Sherly begitu mencintai Vincent, dia rela melakukan apa saja demi Vincent. Terdengar gila? Tapi itulah Sherly, dia akan memberi balasan setimpal bagi semua orang yang baik kepadanya terutama kepada Vincent.

Sama seperti sekarang ini.

Jam masih menunjukkan pukul sepuluh pagi. Seharusnya Sherly sedang melakukan pemotretan di studio majalahnya. Tapi Vincent mengubah jadwalnya dan membuatnya berada dalam kungkungan Vincent di apartemen pribadi Vincent. Sherly sudah sering berada di sini bahkan lebih sering ketimbang berada di tempat kerjanya.

"Ahh..." desah Sherly tiba-tiba saat Vincent memasukkan lidahnya di lubang peranakan Sherly. "Ssshh..." gerakan lidah Vincent semakin brutal dengan sesekali menghisap klitoris Sherly.

"Kau menyukainya, Sayang?"

Sherly mengangguk dengan pipinya yang memerah. Vincent terlihat merangkak ke depan dan membuat wajahnya sejajar dengan Sherly kembali. "Love you," ucap Sherly sebelum Vincent mengeliminasi jarak mereka berdua.

Sherly tidak peduli jika hanya dia yang mengucapkan cinta dengan tulus karena baginya semua perlakuan Vincent sudah membuatnya bahagia walau dia tahu kalau semua itu hanyalah kebohongan.

Setitik air mata meluncur cepat di wajah Sherly saat Vincent sedang asyik mengajak lidah Sherly bermain. Sesekali mulut Vincent juga menghisap bibir atas dan bibir bawah Sherly membuat wanita yang ditindihnya hanya bisa mendesah.

Sherly sedikit menggeliat saat lidah Vincent perlahan turun hingga sampai di dadanya. Dihisapnya buah dada Sherly dengan lembut. Sedangkan tangan kirinya dengan senang hati meremas-remas buah dada kanan Sherly. Kegiatan itu terus berlangsung dengan gerakan yang lembut tapi penuh hasrat sampai akhirnya Vincent sudah tidak bisa menahan dirinya lagi.

Sesuatu di bawah sana sudah begitu ingin memberontak di lorong hangat milik Sherly. "Hari ini tanpa kondom, bagaimana?"

"Hm, terserahmu, Vincent," ucap Sherly sambil menarik leher Vincent mendekat dan mengecup pelan bibir Vincent. "Lakukan sesukamu, Sayang."

"Baik," Vincent segera memosisikan dirinya di antara Sherly. Penisnya sudah siap memasuki lorong Sherly. Dengan gerakan perlahan, Vincent memasuki diri Sherly agar ia dapat merasakan gesekan kulit mereka yang baru pertama kali bertemu setelah sebelumnya selalu dibatasi oleh karet kondom.

Sherly sedikit memekik saat sesuatu yang keras dan panas memasukinya. "Ahh... Vincent... Ahh..." mulutnya tak kuasa untuk mendesah saat Vincent mulai menggerakan tubuhnya. Maju dan mundur, sodok dan tarik. Keduanya telah benar-benar dibuai oleh nafsu.

"Grr..." Vincent menggeram tertahan. Mata hitam Vincent tak lepas dari tubuh Sherly. Wanita yang telah lama menjadi miliknya tampak begitu memesona dalam kuasanya. Sherly memang sangat cantik dan juga wanita yang begitu tulus. Vincent tahu itu, Vincent mengerti tentang ketulusan hati Sherly, tapi tetap saja, semua kehidupan yang dimiliki Vincent adalah bisnis dan semua hal akan ia lakukan jika itu memang menguntungkannya.

Sherly itu tulus tanpa pamrih. Berkebalikan dengan Vincent yang akan tulus jika ada pamrih.

"Akh... Ahh..." Sherly memekik saat penis Vincent mengenai titik sensitifnya. "Ce-cepat Vi-Vincent," ucap Sherly terbata-bata saat dirinya ingin klimaks.

Vincent dapat merasakan vagina Sherly yang berkedut-kedut seakan-akan menghisap penisnya. "Shh..." ternyata semuanya terasa lebih nikmat tanpa menggunakan kondom.

"Vincent... Vincent..." berkali-kali Sherly menyebut nama Vincent saat lelaki itu mulai mempercepat tempo pergerakannya. Beberapa saat kemudian, Sherly mendesah hebat ketika akhirnya ia klimaks. Napasnya terengah-engah sembari menikmati sisa-sisa orgasmenya.

Sedangkan Vincent sendiri juga merasakan dirinya akan menyusul Sherly untuk klimaks. Walau Sherly sudah terlihat kelelahan, Vincent masih tetap dengan tempo gerakannya bahkan ia semakin mempercepatnya.

Vincent memeluk Sherly tiba-tiba, digigitnya pelan leher jenjang Sherly saat penisnya mulai berkedut. Sherly mendesah saat ia merasakan penis Vincent yang mulai membesar.

"Vincent.. Ahh..."

"Gshh... Sherly..." geram Vincent saat dirinya klimaks.

Ini pertama kalinya Sherly merasakan hangatnya sperma Vincent yang masuk ke rahimnya. Begitu nikmat, berbeda dari biasanya. "Akh!" Sherly merasakan dirinya begitu penuh, entah sudah berapa kali Vincent menyemburkan spermanya.

"Sherly," Vincent mengangkat sedikit tubuhnya kemudian mempertemukan bibir mereka kembali. Vincent melumat sedikit bibir Sherly sebelum mempertemukan dahi mereka.

"Hei, kau mengeluarkannya di dalam. Apa kau bermaksud membuatku hamil dan memaksaku menikahimu, hm?"

Vincent tersenyum, "Kau mengatakannya seakan-akan aku orang yang licik."

Dengan matanya yang sedikit sayu, Sherly berusaha tersenyum. "Lalu apa maumu, Vincent?"

"Aku lebih memilih agar kau tidak hamil, bagaimana pun majalahku bergantung kepadamu, model terbaikku. Bekerjalah lebih giat, hanya itu."

"Baiklah," racau Sherly di tengah-tengah kesadarannya yang menipis. Dia begitu lelah dan benar-benar ingin tidur.

Vincent sendiri juga bisa melihat kalau pasangan bercintanya itu sudah mulai tertidur. Dengan perlahan dia melepaskan diri dari Sherly lalu memilih posisi di sebelah Sherly dan memeluknya. "Selamat tidur, Sherly."

.

.

.

FIN

***

Terima kasih sudah membaca cerita ini.
Vote akan sangat membantu author untuk semakin semangat menulis ^^

Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang