Thalia melirik sekilas jam dinding di kamarnya. "Sudah pukul tujuh malam," ucapnya sembari mengusap lembut perutnya yang membuncit. Sudah sejak dini hari ia merasakan kontraksi. Kontraksi yang awalnya datang setiap tiga jam sekali dengan durasi sepuluh detik itu sekarang sudah datang setiap setengah jam dengan durasi setengah menit.
"Sshhh..." ringisnya pelan saat kontraksi kembali menyerang perutnya. Wanita bersurai hitam sepanjang pinggang itu mengusap pelan perutnya sedangkan tangan kirinya menyangga pinggangnya.
"Hahh..." Ia menghembuskan napas perlahan saat kontraksinya menghilang.
"Mau ganti baju, Sayang?" tanya suaminya yang tiba-tiba memeluknya dari belakang. "Perutmu sudah turun sekali."
"Hmm..." sahut Thalia ambigu karena menikmati sentuhan lembut suaminya.
Tak mendapat jawaban yang jelas dari sang istri, pria bernama Daniel Ganendra itu kemudian berjalan memutar sehingga dapat menatap wajah istrinya. "Jangan tegang, ada aku di sini, dokter yang siap membantumu melahirkan."
Thalia tersenyum kecil melihat Daniel. "Iya, Sayang, aku percaya padamu."
"Lebih baik ganti baju dengan yang lebih nyaman," ucap Daniel kemudian membantu melepas baju terusan berwarna abu-abu yang dikenakan Thalia.
Saat Thalia hanya mengenakan bra dan celana dalam, Daniel memegang perut buncit istrinya dengan kedua tangannya. "Perutmu sudah kencang, anak kita juga sudah benar-benar turun," ucapnya tersenyum kecil sambil mengusap memutar perut Thalia. Daniel kemudian menatap wajah istrinya. "Kau hebat, Sayang."
Thalia tertawa kecil mendengar pujian dari suaminya. "Begini saja tidak apa-apa, Sayang," ucap Thalia agar Daniel tidak mengambilkan baju untuknya. Hanya menggunakan bra dan celana dalam sudah membuatnya lebih nyaman daripada sebelumnya. "Aww..."
Daniel ikut mengernyit saat merasakan perut Thalia bergerak-gerak. "Sstt... Sayang, jangan nakal, ibumu kesakitan," ucapnya pada sang cabang bayi. "Aku cek pembukaanmu, bagaimana?"
Thalia hanya bisa mengangguk dan menuruti Daniel yang menyuruhnya duduk di pinggir tempat tidur. Matanya dapat melihat Daniel yang mengambil sarung tangan karetnya. Ada rasa bangga menyeruak di dadanya saat mengingat kalau suaminya adalah salah satu dokter kandungan yang terkenal di daerahnya. Dan saat ini ia mendapatkan perawatan khusus dari si dokter terkenal tersebut. Untunglah ia memilih untuk melahirkan di rumah karena rasanya lebih nyaman dan tenang, tentu saja setelah mempertimbangkan berbagai macam hal.
"Jangan tegang, Thalia." Ucapan Daniel berhasil mengalihkan perhatiannya. Rupanya suaminya sudah menurunkan celana dalamnya.
"Ahw... uhhh," desis Thalia saat Daniel memasukkan jari-jarinya ke dalam vaginanya. Ternyata rasanya cukup perih. Thalia memejamkan matanya sambil meremas pinggiran sprei kasur. Dahinya mengernyit saat merasakan jari Daniel terus bertambah di dalam vaginanya.