"Pagi, Deon."
Deon tersenyum kecil saat mendengar sapaan hangat dari kakaknya, Desmon Ganendra. "Kuliah pagi?" tanya kakaknya lagi.
"Hm, begitulah," sahut Deon ogah-ogahan kemudian duduk di hadapan kakaknya yang sedang memakan sarapannya. Ia kemudian juga ikut mengambil roti tawar yang ada di atas meja dan mengoleskannya dengan selai strawberi.
"Jangan lupa susumu."
Mata Deon kemudian melihat kakak iparnya yang sedang menuangkan susu ke dalam gelas dan memberikannya kepada Deon.
"Terima kasih, Kak," balas Deon kemudian menegak susu berwarna putih tersebut.
Desmon tertawa kecil melihat itu sambil mengisyaratkan istrinya untuk duduk di sebelahnya. "Kau lihat adik iparmu itu, Azkia. Umurnya sudah sembilan belas tahun, tapi gayanya seperti anak kecil. Masih suka minum susu."
Deon hanya memutar bola matanya bosan saat mendengar ejekan kakak kandungnya itu. "Aku masih dalam masa pertumbuhan," balasnya acuh kemudian melanjutkan sarapannya. Ia memperhatikan sepasang suami istri yang baru saja menikah sejak satu tahun lalu itu. Kakaknya terlihat sangat bahagia sambil menerima suapan roti dari istrinya. Ah, Deon sudah kebal melihat kemesraan mereka sejak enam bulan lalu.
Sebenarnya alasan Deon untuk tinggal serumah dengan kakak dan kakak iparnya adalah karena jarak kampusnya lebih dekat dengan rumah kakaknya jika dibandingkan dengan rumah orang tuanya. Azkia yang merupakan kakak iparnya juga tidak keberatan jika Deon tinggal di sana.
Deon juga sudah mengenal Azkia sejak perempuan itu berpacaran dengan Desmon. Perempuan berwatak sabar dan lembut itu ternyata mampu meluluhkan hati kakaknya yang dingin itu. Ya, Deon menyayangi Azkia seperti ia menyayangi Desmon. Tapi, semenjak sebulan lalu ada debar aneh yang dirasakan laki-laki yang beranjak dewasa itu. Terutama saat ia melihat perut besar Azkia yang sedang mengandung delapan bulan.
"Sayang, jangan mengganggu Deon terus. Lanjutkan sarapanmu, jangan sampai kau ketinggalan pesawat," ucapan Azkia berhasil membuyarkan lamunan Deon.
"Pesawat?" tanya Deon. "Kak, kau mau pergi ke mana?"
"Ah, benar, aku belum bilang. Aku ada dinas ke luar kota selama tiga hari," terang Desmon. "Titip rumah ya, Deon."
Deon mengangguk sambil menatap Desmon kemudian beralih menatap Azkia yang sedang tersenyum ke arahnya.
"Jaga kakak iparmu dan calon keponakanmu juga," tambah Desmon sambil mengelus perut besar Azkia.
Deon meneguk ludahnya saat melihat tangan Desmon yang mengelus memutar perut Azkia.
"Hm, kakak tenang saja," sahut Deon pada akhirnya.
.
.
.
Deon meregangkan ototnya setelah memakirkan motornya di garasi rumah. Dia sebenarnya sudah selesai kuliah sekitar jam lima sore, tapi karena jalanan cukup macet membuatnya sampai di rumah saat hampir pukul enam malam.
Ia segera masuk ke dalam rumah. Saat akan naik ke lantai dua, ia tanpa sengaja melihat kakak iparnya yang sedang tertidur dengan posisi duduk di sofa ruang tamu.
"Dia bisa sakit," gumam Deon yang awalnya ingin membangunkan Azkia. Tapi niatnya berubah saat melihat wanita berambut hitam panjang itu tertidur dengan perutnya yang membusung.
Mendadak ada rasa aneh di dadanya. Deon menelan ludahnya kemudian duduk di sebelah Azkia. Dengan perlahan laki-laki berumur sembilan belas tahun itu menjulurkan tangannya dan menyentuh pelan perut Azkia. Awalnya hanya gerakan naik turun, tapi ia segera mengubahnya dengan gerakan memutar.