"Ahh! Ahh! Ohh! Fajar... Terus~"
Sejak satu jam yang lalu hanya terdengar suara desahan dari sebuah kamar. Wanita yang sedang dalam posisi menungging di atas kasur tersebut hanya bisa mendesah sambil meremas sprei kasur.
"Sshh... Kau menjepitku," ucap si laki-laki yang terus menghentak-hentakkan penisnya di lubang vagina si wanita. "Aruna, bilang kalau kau kesakitan."
"Ahhh... Ini enak, Fajar," balas si wanita yang ternyata bernama Aruna. "Ohh uhh~"
Sang pria sedikit mengernyit saat vagina yang dimasukinya semakin menjepit kejantannya. Rasanya sebentar lagi ia akan mencapai puncaknya. Kalau saja keadaan Aruna tidak dalam keadaan seperti sekarang, pasti ia sudah menghujam Aruna dengan gila.
"Semoga ia tidak tersakiti," ucap si pria sambil mengelus perut Aruna yang agak besar.
"Sshhh Fajar, cepat." Aruna mendesis saat pria yang ada di belakangnya mengusap perutnya dengan penuh sayang.
"Ugh!"
"AAHHHH!! FAJAR!!" teriak Aruna saat ia akhirnya mencapai pelepasannya diikuti dengan Fajar yang mengeluarkan semua spermanya di dalam vagina Aruna.
Fajar menghentak pelan tubuh Aruna seiring dengan tembakan sperma dari penisnya. Selang beberapa detik, ia mencabut penisnya dan membantu Aruna untuk tidur dengan posisi menyamping.
"Terima kasih," ucap Aruna saat merasakan Fajar yang tidur di belakangnya sambil memeluknya.
Fajar masih mengecup beberapa titik di pundak Aruna sambil mengelus perut besar Aruna. "Dia bergerak-gerak terus. Kau tidak kesakitan?" tanya Fajar khawatir.
Aruna malah tertawa kecil sambil ikut menyentuh perutnya. "Sepertinya sebentar lagi aku akan melahirkan. Aku sudah merasakan kontraksi beberapa kali."
"Kenapa kau tidak bilang?!" bentak Fajar khawatir. Saking kagetnya, ia bahkan sampai bangun dari posisi tidurnya.
Aruna hanya tertawa melihat reaksi Fajar. Wanita itu memutar posisi tubuhnya menjadi terlentang agar bisa menatap mata Fajar. "Tidak apa-apa. Jaraknya masih jauh. Hmm? Kurasa baru tiga jam sekali," ucap Aruna panjang lebar.
Kerutan di dahi Fajar masih belum hilang. Ia kemudian mengecup perut Aruna dan mengelusnya dengan penuh sayang. "Bisa tidak saat lahir, kau jangan membuat ibumu kesakitan?"
Wanita yang sudah mengandung selama sembilan bulan itu mengelus kepala Fajar yang masih mengecup perutnya. "Andai saja bisa seperti itu."
"Ah, benar!" Fajar menjauhkan kepalanya dari perut Aruna dan mendekat ke wajah Aruna. "Besok kau tidak usah sekolah. Kau bisa melahirkan kapan saja, Aruna."
"Jangan," sahut Aruna. "Besok hari terakhir ujian. Aku harus ikut ujian besok."
"Tapi-"
CUP!
Aruna mengecup bibir Fajar kemudian mengemutnya pelan. "Kumohon~"
Ditatap dengan ekspresi memohon seperti itu hanya membuat Fajar menghela napas. "Baiklah, tapi hubungi aku kalau terjadi sesuatu."
"Aku janji." Kali ini giliran Fajar yang mencium bibir Aruna dengan penuh gairah. Saat merasakan Aruna mulai kehabisan napas, Fajar menghentikan ciumannya dan mempertemukan dahi mereka. Iris berwarna hitam itu saling menatap. "Aku mencintaimu, Aruna."
"Aku juga mencintaimu, Fajar," balas Aruna.
Mereka kemudian memilih tidur dengan posisi Aruna yang membelakangi Fajar sedangkan Fajar memeluk Aruna dari belakang. Laki-laki itu terus mengelus perut besar Aruna dimana anaknya berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kita
Любовные романыKumpulan cerita tentang percintaan, hamil, dan melahirkan.