Hari ini Yura bangun lebih awal mengingat hari ini adalah hari pertama ia akan bertugas. Untungnya paman Ram mengizinkannya untuk tinggal di istana. Lagipula ia disana juga bukan tanpa tujuan. Awalnya Farhes sangat melarangnya untuk tinggal, namun setelah paman Ram bilang tidak memungkinkan bagi Yura harus pulang pergi dari sini ke istana. Walaupun ia bisa berteleportasi, lama-lama itu akan menimbulkan kecurigaan yang akan membahayakannya.
"Aku akan sering mengunjungimu." Ucap Farhes seraya menyodorkan Yura segelas air hangat dengan tatapan datar.
"Hmm, dengan senang hati. Hentikan wajah masammu itu. Aku bukannya pergi ke alam baka." Dari tadi Farhes terus saja berbicara ketus dan memasang wajah masam padanya.
Farhes melengkungkan bibirnya paksa. Ia tak punya pilihan selain membiarkan gadis itu. Lagipula ia akan sering ke istana untuk mengantar baju, kesempatan itu akan ia gunakan untuk bertemu Yura disana. Alam memang adil.
"Paman, aku berangkat."
"Berhati-hatilah, ingat baik-baik apa yang dikatakan Norius. Jangan lupa untuk pulang. Jika ada masalah katakan saja padaku. Aku akan membantumu."
Yura mengangguk, ia langsung berangkat keistana. Hari masih sangat pagi. Ia memilih untuk berjalan kaki menikmati udara segar dibawah pepohonan yang rindang ini.
Hari ini adalah permulaan dari langkahnya. Entah apa yang akan ia jalani nanti, hanya waktu yang bisa menjawabnya. Yang pasti, tidak akan pernah ada rencana yang berjalan mulus sampai akhir. Setiap langkah memiliki hambatan dalam setiap pijakannya. Entah itu bebatuan, kerikil atau bahkan duri tajam.
___________________
"Siapa namamu?" Tanya gadis berambut kecokelatan dengan manik mata biru pekat.
"Hamba Yura, yang mulia putri." Yura telah berada di ruangan pribadi putri Anya. Sebelum kesini ia telah diberitahu sedikit info tentang putri negeri Virtuolax ini. Tumbuhan deil yang ia berikan kemarin sepertinya sangat berpengaruh. Lihatlah perubahan aura gadis dihadapannya ini. Tubuhnya yang awalnya pucat membiru dengan mata terpejam lemas. Kini sedang duduk ditepian ranjang dengan wajah ranum segar. Sangat cantik.
"Tak perlu sungkan Yura. Kau bisa memanggilku Anya. Tak perlu begitu kaku, anggap saja aku temanmu."
"Tapi-"
"Sudahlah, turuti saja apa yang aku katakan." potong Anya seraya memegang kedua bahu Yura.
"Baiklah Anya. Senang bisa melihatmu sehat kembali."
" Aku juga ingin berterimakasih padamu. Berkatmu, aku bisa kembali menghirup udara segar ini tanpa halangan." Ucap Anya ramah. Yura membalas dengan anggukan dan senyum tulus.
Tiba-tiba pintu terbuka, seorang lelaki berjubah putih perak terlihat sedang bergegas menghampiri Anya dengan raut khawatir.
"Anya, kau baik-baik saja? Apa masih merasa sakit?" Tanya lelaki seraya memeriksa denyut nadi gadis itu.
"Aku baik-baik saja, Gyor. Kemana saja kau? Semenjak aku sadar, aku sama sekali tak mencium keberadaanmu."
"Aku beristirahat diruanganku. Mereka lupa memberi tahuku tentang kesembuhanmu. Aku sangat lega sekarang." Ucap Gyorbion sekaligus saudara Anya itu.
Yura tetap berdiri disamping ranjang Anya seraya memperhatikan mereka. Yura menautkan kedua alisnya saat melihat wajah lelaki itu. Wajah itu terasa tidak asing di otaknya. Sepertinya ia pernah bertemu orang ini, tapi dimana?
"Yura," Anya menyenggol kaki Yura pelan untuk menyadarkan lamunan gadis itu.
"Oh, ada apa?" Tanya Yura kelabakan kearah Anya.
KAMU SEDANG MEMBACA
X A V I E R A || The Hidden Amalgamous
FantasiaYura mengalami hal yang tak terduga. Ia merasakan suatu hal yang mereka sebut dengan kematian. Peristiwa itu tepat terjadi saat ia baru saja menginjak usia 18 tahun. Namun siapa sangka, ia kembali bangun. Tapi anehnya ini bukanlah alam yang ia tempa...