Jordan

860 82 0
                                    

Siang hari Barra membawa Alex bersamanya untuk menunjukkan dimana rumah Jordan.

"Itu rumahnya," ucap Alex menunjuk sebuah rumah yang terlihat kumuh.

"Seperti ini rumahnya?" tanya Barra dengan wajah datar.

"Ya, rumahnya sangat jauh berbeda dengan rumahmu," jawab Alex tersenyum.

"Baiklah anak pintar, ayo kita masuk kedalam dan melihat Jordan yang telah menyakiti Mamamu," Barra  mengendong Alex dipundaknya dan memasuki rumah itu.

'ternyata dia tidak mengunci pintu' batin Barra.

"Hei bajingan, keluarlah kau!" teriak Barra.

Barra menurunkan Alex yang berada dipundaknya dan menatap setiap sudut rumah, Barra pikir rumah yang ditempati mungkin adalah rumah yang besar namun dugaan nya salah, Rumah itu sangat kumuh dan seperti tak berpenghuni.

"Keluarlah brengsek!" Teriak Barra.

Tak lama Barra berteriak terdengar langkah kaki seseorang yang berada dibelakangnya, langkah itu berasal dari arah dapur yang kemudian beralih kepada Barra.

"Siapa kau?" tanya seorang Pria yang tak lain adalah Jordan.

Jordan memiliki wajah yang tampan namun dirinya sangat berantakan, dengan rambutnya yang teracak-acak dan juga matanya yang sayu.

"Senang bertemu denganmu, tuan Jordan," ucap Barra tersenyum miring .

"Hai Alex, kenapa kau bersama orang ini?" tanya Jordan menatap heran.

Alex hanya terdiam dan bersembunyi dibelakang tubuh kekar Barra.
"Dimana Mamamu?" tanya Jordan mengusap wajahnya.

"Kau sangat tidak tau diri rupanya," celetuk Barra.

Barra melangkah maju mendekati Jordan, Ia sangat tidak suka melihat wajah Jordan rasanya ingin sekali menampar wajahnya sampai dia meringis kesakitan tak mampu menahannya.

"Apa maksudmu?" tanya Jordan mengangkat alisnya.

"Kau tidak tahu maksudku atau berpura-pura tidak tahu?" tanya Barra menarik kera baju Jordan.

"Brengsek kau, berani nya kau ikut campur masalahku."

Plak.....

Tamparan keras melayang di pipi Barra membuat Alex tersentak terkejut dan ketakutan karena Alex tahu bahwa Jordan adalah orang yang sangat kasar dan tak punya hati.

Barra tertawa kecil dan memegang pipi nya, kini giliran Barra yang bermain dengannya dan menunjukkan bagaimana caranya menyiksa.

Barra menarik tangan Jordan dengan cengkraman yang begitu kuat, Jordan hanya diam karena ingin tahu apa yang akan diperbuat oleh Barra.

"Kau mau bermain denganku?" tanya Jordan meremehkan.

"Diam kau brengsek!" bentak Barra.

Barra mengambil pisau yang berada di dapur milik Jordan membuat Jordan sedikit terkejut, namun Jordan yakin bahwa Barra hanya ingin mengertaknya saja.

"Kau pikir aku bercanda?" tanya Barra tersenyum tipis.

"Kau jangan coba bermain-main denganku," jawab Jordan melangkah mundur.

"Bukankah kau suka menyiksa? Lalu kenapa kau takut? Aku hanya ingin menunjukkan kepadamu bagaimana caranya bersenang-senang," ucap Barra melirik Jordan sangat tajam.

Alex mengintip dari luar dapur, anak itu tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
Ia sangat takut tapi Alex juga ingin Jordan merasakan sakit yang dirasa oleh Lyodra.

Saat Jordan menatap Alex langsung saja Barra melemparkan pisau tajam itu kearah Jordan, dan berhasil.

Lemparan Barra sangat tepat pada sasarannya, Ia menandakan perut Jordan dengan sebuah lubang yang mungkin masih terlihat kecil.

"Arghhh, Shit!" ringis Jordan.

"Kau suka itu?" tanya Barra melangkah lebih dekat.

"Dasar kau gila!" teriak Jordan memegang pisau yang tertancap di perutnya.

"Kau lah yang gila, kau menghamili Lyodra dan kemudian kau menyiksanya."

Jrebbb....

Srekk.....

Barra mendorong pisau itu untuk masuk lebih dalam ke perut Jordan, kini Barra merasa sangat menikmati suasana sampai lupa bahwa Alex memperhatikannya dan seharusnya anak itu tidak melihat hal ini.

"Brengsek kau, lepaskan pisau ini!" bentak Jordan.

Jrebb.....

"Kau ingin aku melepaskannya?" tanya Barra tak berhenti mendorong pisau itu untuk memberi kesempatan agar perut Jordan menerima tusukan yang lebih nikmat.

"Arghhhhh, Shit!"

Jordan berteriak semakin kencang membuat Barra semakin menggila.

"Kemarilah Alex!" suruh Barra melirik Alex sambil tersenyum tipis.

Alex mendekati mereka dan berdiri disamping Barra sambil menunduk seakan takut dengan kejadian yang ada di hadapannya.

"Kau mau membantuku?" tanya Barra.

"Ba-bantu apa?" tanya Alex dengan wajah polosnya.

"Tarik pisau yang berada diperutnya," ucap Barra membuat Alex dan Jordan
Membulatkan mata.

Barra menuntun tangan Alex dan kini tangan anak itu memegang gagang pisau.

"Ayo lakukan!" suruh Barra tersenyum devil.

Alex terdiam sebentar, Ia menatap Jordan yang tak lain adalah ayahnya.
Alex mengingat semua bayangan yang selama ini menghantui tidurnya, Ia melihat bahwa Jordan selalu memukul Mamanya, seperti seakan kaset menyala dipikirannya.

Alex menutup matanya dan perlahan menarik Pisau tersebut, tangannya sangat gemetar dan tubuhnya berkeringat.

"Anak pintar," ucap Barra mengusap rambut Alex.

Jordan sangat lega karena pisau telah terlepas dari perutnya, namun dirinya sudah tidak bisa apa-apa lagi karena rasa sakit dibagian perutnya.

"Tolong aku, Nak."

Jordan memanggil Alex dengan sebutan Nak.
Ini untuk pertama kalinya dia memanggil Alex dengan sebutan itu.

"Apa kau mau membuatnya berhenti menelpon Mama mu?" tanya Barra dibalas anggukan oleh Alex.

"Kalau begitu bunuhlah dia!"

Deg.

Jantung Alex langsung berdetak lebih kencang dari sebelumnya, Ia tidak mengerti dengan semua ini.
Sebenarnya Alex sangat kasihan kepada Jordan yang sudah tak berdaya namun dendam telah menguasai dirinya.

Srekk.....

"Arghhhhh, stupid!" teriak Jordan.

Barra tertawa puas melihat Alex menggores tangan Jordan dengan pisau, membuat tangan kasar pria itu bercucuran darah.

"Good."

Barra melipat kedua tangannya di dada seakan menunggu pertunjukkan selanjutnya yang akan diberikan oleh Alex.

"Leher, kau bisa menancapkan pisau itu di lehernya dan kita bisa segera pulang."

Alex mengangguk.

"Maafkan Alex, Aku tak ingin melakukan ini Om, tapi kau telah membuat Mama ku menderita."

Jrebbb.....

"Arghhhhh!" teriak Jordan semakin kencang saat pisau tajam tertancap dibagian Lehernya.

Alex terkejut melihat darah keluar bercucuran dari leher Jordan.

"Maafkan Alex," ucap Alex menangis.

"Sudah, kau tak perlu minta maaf, bajingan seperti dia sudah seharusnya mendapatkan hal itu."

Dᴜᴀ Psɪᴋᴏᴘᴀᴛ [𝐄𝐧𝐝]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang