54. Kamu percaya aku kan?

9.3K 895 38
                                    

"Bangun lagi sayang bangun. Sini kejar mobilannya dikakek buruan." Bunda berseru heboh kepada Abi saat anak itu sudah mulai mau melatih jalannya. Sebelumnya Abi sangat malas untuk melatih kakinya berjalan, anak itu selalu saja merangkak kesana kemari. Latifa yang melihat anaknya terlalu malas pun akhirnya membelikan beberapa mainan dan membujuk anaknya untuk berjalan tanpa merangkak.

"Mbim, mbim." Abi melongo menatap kedua orang tuanya beserta kakek dan neneknya berteriak heboh memanggil namanya.

Bocah itu lantas kembali duduk, membuat semburat kecewa dari para orang dewasa yang mengharapkan bocah itu segera berjalan dengan lancar.

"Yah Abi, sini dong sama ate, nanti are beliin ice cream mau gak?" Bocah itu lantas menoleh menatap Aurora.

"Au, ai au eskrim." Mata Abi berbinar, lantas bocah itu kembali berdiri namun tidak jalan sama sekali.

"Iya sini ate punya ice cream banyak. Mau gak. Tapi jalan kesini ya."

Jaraknya padahal cuma berapa langkah kaki orang dewasa saja. Tapi emang dasarnya Abinya malas ya gitu. Suka-suka dia lah.

"Ate oong Nda da es na." Bocah itu duduk lagi. Aurora tertawa ngakak. Dari mana bocah itu tahu bahwa dirinya tengah berbohong. Latifa memukul pundak Aurora pelan.

"Anak kecil aja tahu Lo bohong kak."

"Oasu."

"OOM." Abi berdiri dan berlari pelan menuju Kenan yang sedang duduk disofa dengan tenang.

Aurora melotot, "Abi. Kenapa sama oom nurut sama ate enggak!?" Latifa memukul paha sang kakak pelan seraya protes dengan nada sang kakak saat bicara dengan anaknya.

"Biasa aja, dia itu baperan bentar lagi nangis nih terus ngadu ke papanya."

Aurora tersenyum licik, perempuan itu menghampiri Abi yang mulai mengumpat dibelakang punggung Kenan.

"Oom, olong ada etan."

Tawa mereka pecah, melihat Aurora yang dianggap setan oleh Abi.

"Awas Abi ngumpet ada mba Kunti."

"Mba unti capa ma?" Sempat-sempatnya bocah itu menatap Latifa sambil melongo.

Aurora tepok jidat, "satu, dua tiga. Hap. Dapat."

"HUAAAA MAMA ATUT." Berkat Aurora yang mengejar, bocah itu berhasil berlari kencang menuju pelukan sang mama dan bersiap mengadukan semua tingkah menyebalkan Aurora kepada sang papa.

"Papa ate na ahat ma ai." Aurora yang hendak kembali ingin mengejar langsung ditarik Kenan untuk tetap diam dan tak lagi menggoda bocah itu.

"Udah ah kasian." Aurora cemberut membuat Abi semakin merasa kesenangan karena dapat banyak pembelaan.

Raga yang melihat kehangatan keluarga Latifa sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari mereka. Mereka sangat menerima dirinya dan anaknya dengan tulus. Bahkan mereka berebut untuk menjaga Abi dalam waktu yang lama. Padahal Raga tahu kalau mereka punya kehidupan sendiri yang harus mereka rawat.

"Kamu jadi ke Bandung Ga?" Mario berseru sambil menatap Raga, keduanya berdampingan duduknya, agak sedikit menjauh dari para perempuan dan anak.

Raga menoleh lantas mengangguk, "Jadi yah, besok. Raga titip Latifa sama Abi ya."

"Iya tenang saja. Yoga ikut atau kamu aja?"

"Raga aja. Papa ada meeting disini. Makanya Raga yang disuruh gantiin sekalian belajar juga."

Mario manggut-manggut, lantas ia menatap Resi yang ikut menghampiri keduanya.

"Gimana Ga, udah usaha belum?" Melihat kebingungan Raga dalam menangkap maksud Resi, Mario mengambil alih menjelaskan.

BCS : RAGALATIFA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang