34 - Hari Yang Beda

20 7 1
                                    

Varo menghampiri bangku yang di duduki Zain. Di kantin yang riuh ini hanya dia yang silent. Laki-laki ini terlihat sering melamun sekarang. Menyembunyikan kegelisahannya sendiri. Varo menyenggol lengan Zain kasar.

"Woi! Lo napa hah? Bengong mulu"

Zain hanya membalas dengan wajah datarnya. Melihat Zain seperti itu Varo mendengus sebal. Tanpa rasa takut ia menoyor kepala Zain.

"Ngelamunin masalah cinta, sampai lupa keadaan. Kalo lo masih ada rasa sama Aneth lo balikan aja sonoh. Tapi, kalo lo lebih sayang sama Kiki....bertindak dong layaknya lo seorang cowok. Bukan ngehindar nggak jelas kaya gini! Heran gue." Varo memutar bola matanya.

"Daripada gue nggak ijinin lo deket-deket sama Kiki lagi. Ntar, salah pahamnya kaga kelar-kelar. Lagian lo juga, ngehindar sampe orangnya udah pulang duluan"

"Dahlah males, mending gue minggat aja bye!!"

Zain menatap datar punggung Varo yang terlihat sudah menjauh. Ia mendengarkan semua perkataan teman lamanya itu. Tapi, sama sekali tak masuk di otaknya. Melanjutkan kegiatan merutuki dirinya sendiri. Karena, tak menemui Rezky sama sekali sejak kemarin-kemarin. Membuat sebuah rasa tertanam di hatinya. Rasa bersalah dan rindu.

"Ki....GUE LEBIH CINTA SAMA LO!!!" jeritnya dalam hati. Berharap agar jeritannya bisa menjadi telepati untuk Rezky di sana.

"Pas gue balik. Gue bakal buat lo tersenyum lagi. Ijinin gue buat nerima maaf dari lo...." gumamnya.

"Lo ngomong apaan sih?" tanya Aneth tiba-tiba. Gadis ini seperti nyamuk yang bisa datang kapan saja.

Zain langsung menoleh. Dan, menggeleng cepat.

"Bukan apa-apa,"

Zain berdiri dari tempatnya. Namun, lengannya berhasil di cekal oleh Aneth.

"Za...makasih karna udah nolongin gue"

Zain tersenyum singkat. Lalu melepas genggaman tangan gadis itu.

"Maaf, gue pengen sendiri,"  tuturnya dan melenggang begitu saja. Tanpa menunggu respon dari lawan bicaranya.

"Zain kenapa sih? Kok kaya orang sakit aja."

Aneth merasa heran melihat kondisi Zain saat ini. Wajah tampan itu baru pertama kali terlihat seperti ini. Matanya sembab, dan bibirnya pucat pecah-pecah. Ia menggendikkan bahunya. Hanya bisa berharap agar Zain tidak apa-apa.

-Rezza-

"Dari mana lo?"

"Zain noh. Bengong terus tuh anak, di ajak bicara malah ngebisu ngetuli ngebuta"

"Emang kenapa sih kok tuh anak sifat terkhasnya keluar lagi?"

"Biasa di mabuk cinta. Mikirin masalah percintaannya yang tak kunjung berdamai hahah"

"Siapa btw, orangnya." Serempak keduanya menoleh ke sumber suara. Disana, berdiri seorang Aneth. Rafa terkejut. Kapan Aneth tiba disini? Kaya jelmaan saja.

"Apanya yang siapa?" ujar Rafa.

"Orang yang Zain suka."

"Bukan, suka lagi tapi cinta." Rafa menekan kalimatnya.

"Rezky orangnya, pacar terkasih seorang Zain Arfan Pratenza," sahut Varo.

"Lo kenal Rezky kan?" Rafa sekedar basa-basi. Aneth terlihat sibuk dengan pikirannya.

"Rezky pacar Zain?"

Rafa memutar bola matanya malas. Ngapain sih kalimat yang sudah jelas-jelas ia tahu jawabannya malah ia tanya lagi? Monolognya. Bullshit sekali.

"Nggak deh. Rezky itu Ratunya Zain. Lo mau jadi selirnya?" Varo mengupas kopiko lalu melumatnya.

Selir? Aneth meremas ujung roknya. Ia tersenyum simpul, lalu menggelang. Dan, pergi dari tempat mereka.

"Lagi pula ini gue yang salah. Gue yang dari awal nggak nerima dia, akhirnya hatinya berpindah ke tempat lain. Waktunya gue sadar, dan kembali ke awal tanpa ada kata dia lagi"

"Makasih Za...lo udah pernah berhasil ngiket hati gue hanya untuk lo. Gue harap kita kembali normal, sampai selesai"

Aneth merasa lebih baik setelah mendengar bahwa pria yang ia cintai sudah memiliki gadis lain di hatinya. Selama 2 tahun terakhir ia dibuat sesak memikirkan laki-laki itu. Akhirnya, ia memiliki alasan yang kuat untuk bisa melepas Zain seutuhnya. Dan, kembali menjadi gadis yang hidupnya tak di hancurkan oleh masalah cinta yang tak terbalas.

"Makasih Rezky lo udah hadir di kehidupannya"


-REZZA-

REZZA | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang