22 - Pilihan Yang Tepat

30 9 0
                                    

Hai pakabar? Semoga selalu baik ya.

Aamiin.

**

Rezky tidak tahu jika Zain mengirimkannya beberapa pesan. Dengan cekatan ia mencari keberadaan hp nya.

Zain bandel :

Bsk mau jln?
Lagi ngapain si
Lo dmna ha?
Gue kngen.
20.12

/panggilan tak terjawab 1 jam yg lalu
/panggilan video tak terjawab

Sedetik kemudian, Zain menelpon lagi. Rezky agak lama baru menjawab panggilan telpon dari Zain. Ia berpikir untuk berbicara apa adanya.

"Dari mana?" Zain to the poin. Nada bicaranya tidak bisa membohongi kalau ia sedang sebal.

"Ga kemana-mana," Rezky beralasan.

"Berani bohong?" Zain di seberang telpon, mengintrogasi Rezky.

"Nggak ya," Rezky mengelak, mencoba mencari alasan yang tepat. Namun, semenit kemudian ia sadar dan menoyor kepalanya sendiri. Ia lupa tadi ia berboncengan dengan Farel, dan Zain melihatnya.

"Kira gue gatau. Lo nggak di rumah"

"Ya...iya tadi gue keluar, tapi sekarang di rumah." Rezky menjawab seadanya.

"Keluar dengan cowok lain?" Rezky mengigit bibir bawahnya singkat, takut Zain marah.

"Tadi kebetulan tau. Ketemu Farel di Alfa,"

"Ngeles teros, sopan kah begitu?"

"Cemburu bilang, Dasar!" Akhirnya Rezky mengeluarkan unek-uneknya.

"Nggak cemburu gua. Lo jalan aja terus dengan Farel, sampe bengkak." Zain dengan wajah datarnya, langsung mematikan panggilan yang berlangsung selama ± 2 menit itu.

Zain berdecak sebal. Ia menyisiri rambutnya mengunakan jari-jemarinya. Berupaya meredakan emosinya. Ia memflashback, berdebat dengan pacarnya barusan ternyata sungguh menyenangkan.

Ia menuju ke galeri photo dan menekan foto Rezky di galerinya. Foto yang ia ambil diam-diam saat di sekolah. Menjadikannya wallpaper.

-Rezza-

Rahel terduduk di Cafe menunggu kedatangan seseorang. Pintu Cafe terbuka, menampilkan sosok yang ia tunggu. Mendudukan diri di hadapan Rahel. Terlihat canggung, walau keduanya sudah lama saling mengenal.

"Mau ngomong apa?" Rahel membuka suara pertama. Menyesap minuman yang sudah ia pesan. Laki-laki itu tetap diam tak berkutik sedikit pun. Ia hanya mendengus, dan mulai berbicara.

"Sudah seharusnya lo jauhi Zain" tutur Arnold Mahessa Deon. Tanpa beralih menatap ponselnya.

Brakk!

Rahel berdiri paksa, dengan kasar ia memukul meja. "Jadi maksud lo, ketemuan karena ini?" untungnya Cafe sedang sepi, semua pengunjung berada di Cafe dekat sungai.

"Iya, ini perintah." Arnold menjawab dengan tenang.

"Gue nggak perduli. Mending sekarang lo pergi dari hadapan gue!"

REZZA | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang