5 - Tetangga Sebelah

164 32 4
                                    

Suasana saat jam pulang sungguh sangat di nantikan oleh para murid-murid. Ratusan manusia berseragam berlomba-lomba dan berdesakan untuk meraih melewati pintu gerbang lebih dulu tak sabar merebahkan diri di kasur rumah mereka masing-masing.

"Wih siapa tuh ganteng banget," ucap beberapa murid-murid yang berlalu lalang.

"Kiki," panggil Reyn.

"Yopss, lama nunggunya?"

"Nggak. Barusan aja nyampe," singkatnya. Sebenarnya ia nunggu satu jam lebih karena jadwal kuliahnya sedang tidak padat untuk hari ini dan ia tidak mau adiknya menunggu lama dirinya.

"Seneng nggak di sekolah barunya?"

"Hmmm....ya dong pasti." Rezky hanya berdehem setuju dengan ucapan Kakaknya. Rafa, Varo, Iqbal, terdiam sambil menatapi kemesraan mereka berdua. Mungkin kalau kebanyakan orang melihat pasti menganggap mereka adalah sepasang kekasih. Karena itu memang sudah sering terjadi.

"Emang ya cecan selalu ada yang punya," bisik Iqbal ke Varo. Rafa menarik lengan Rezky sedikit menjauh untuk mengatakan sesuatu kepadanya, sembari Iqbal dan Varo mengikuti.

"Pacar?" tanya Rafa.

"Astaga bukan itu Kakak gue. Kalian mikir jauh banget haha.." Rezky menahan tawa dalam hati. Mendengar pertanyaan yang mereka lontarkan

"Yaha kirain," sahut Varo dan Iqbal. Menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Mereka cekikikan sendiri sebab sempat-sempatnya mereka so udzon duluan.

"Oh iya rumah kalian di mana?" tutur Rezky membuyarkan topik yang baru saja dibahas.

"Di Gang Cempaka," sahut Rafa dan Iqbal bersamaan

"Di Jalan Kutilang." Lain Varo.

"Yea....gue juga di Jalan Kutilang. Mau pulang barengan nggak?"

"Boleh." Varo mengangguk setuju seraya tersenyum tipis.

"Oke. Yaudah kita pulang juga yah," ucap Rafa dan di angguki oleh Iqbal.

"Oke daahh kalian." Rafa dan Iqbal berjalan meninggalkan mereka berdua.

"Mereka tuh saudara keliatan kaya pacaran haha," sambung Varo yang masih tetap memandang dua orang yang sudah jauh itu.

"Apa? saudara?" tutur Rezky. Ternyata Rafa bersaudara dengan si Iqbal. Sedang mereka tidak ada mirip-mirip nya sama sekali.

"Iya, cuma beda ibu," jelas Varo

"Oh gitu. Pantes ngga terlalu mirip juga. Yaudah ayo, Var." Varo mengangguk.

"Kak sekalian ajak Varo pulbar ya. Rumah dia satu jalur dengan kita." Reyn tersenyum tipis tanda mengiyakan.

**

Sial!

Zain menghadap ke arah kaca wastafel. Ia meninggalkan diri di dalam toilet sekolah. Menunggu keramaian di sekolah itu sepi. Ia masih memandangi dadanya yang terlihat jelas bercak merah itu. Ia pun menyalakan air dan membersihkan bercak di dadanya itu. Setelah itu ia kembali mengenakan sweater nya dan keluar. Ia memang sudah terbiasa pulang ketika sekolah sudah benar-benar sepi. Berdesak-desakan bukalah dirinya.

**

Rezky menuju ke arah teras kamarnya. Membuka gorden yang menutupi pintu kaca itu. Netranya menghadap ke arah depan dan melihat sosok yang sangat familiar sedang memainkan gitarnya sama persis di atas balkon seperti dirinya saat ini.

"Zain? Masa itu dia?" Rezky membalikkan badannya kasar, mencoba menghindari agar orang itu tidak balik menatapnya.

"Ngapain dia di situ?" Rezky dengan dirinya sendiri. Ia pun bergegas masuk dan menutup pintu dengan gordennya.

"Ganteng yah.." gumamnya.

Plak

Rezky memukul pipinya sendiri. Marah pada diri sendiri memang lah epik.

-REZZA-

REZZA | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang