Chandika narik tangan ambar buat pergi dari sana, tanpa menoleh sedikitpun ke wanda yang sekarang statusnya udah pacaran sama dia. "aku belum puas jambak jalang itu dika!, kamu apa apaan sih!," pekik ambar setelah keduanya jauh dari kelurahan.
"saya udah peringatkan kamu untuk nggak sentuh wanda!, tapi kamu nekat!, siapa yang kasih tau kamu tentang dia hm?," tanya chandika dengan nada memojokkan ambar.
"nggak ada!, aku tau sendiri!!," pas banget ambar ngomong gitu chandika lihat suliana keluar dari gapura kelurahan celingukan.
"ah!, saya tau itu suliana kan?," tanya chandika dengan senyum miringnya. suliana makin mendekat pada dua orang yang sedang berhadapan itu. bikin chandika berdehem.
"mulai hari ini kamu saya pecat!," pekik chandika membuat suliana kaget.
"t-tapi pa—,"
"selama ini saya yang bayar kamu, bukan ambar, kamu juga yang nunjukin tentang wanda yakan?, kamu itu sekretaris saya, ana, tapi kenapa kamu seperti bukan bekerja untuk saya, kenapa malah ikut campur?," tanya chandika bikin suliana menunduk menahan tangis.
"gaji kamu besok di ambil di kantor, tapi saya akan tetap pecat kamu, saya nggak suka bawahan saya jadi bawahan orang lain, apalagi untuk memata matai saya, kamu bukan intel ana,"
****
wanda terpaksa pulang karena seragam dia robek di bagian lengan, sudut bibir bagian kirinya lebam, si sialan yang ngaku sebagai tunangan chandika itu berhasil nge-bogem kecil bikin dia meringis sakit. pak lurah yang udah kaya bapaknya wanda itu nganter wanda pake sepeda supra punya kantor. "wis nduk!, lanang ngunu rausa di cideki (sudah nak!, laki gitu gausah di dekati)," ujar pak lurah. wanda diam aja sembari menunduk.
"sampean yo nggak ngerti kan, nok kuto kunu iku dene wes due bojo ta anak ta (kamu juga nggak tau kan, disana dia udah punya istri kah, atau anak kah)," tambah pak lurah lagi.
"wanda ki bocahe ayu, apik, wis sip pol polan lek jempolku satus tak kekno kabeh nang wanda, saking jempolku mek loro (wanda ini anainya cantik, baik, sudah sangat sip, kalau jempolku seratus, ku kasih semua ke wanda, tapi sayang jempolku cuma dua)," lanjut pak lurah ngehibur wanda. ngomongin tentang pak lurah, pak lurah ini udah tua, lebih tua dari bapaknya wanda, udah anggep wanda kaya putrinya sendiri.
pas sampe di gerbang rumahnya, ia langsung turun. kebetulan bu fani sama jendra lagi di teras, pak agung juga, hari ini nggak ngantor karena nanti sore mau ada rapat di kantor kabupaten. pak agung sama bu fani kaget lihat penampilan wanda yang acak acakan, tadi berangkat bukannya cantik banget anaknya itu, sekarang jadi kaya gini. "ya Allah nak kenopo?," tanya bu fani, wanda yang baru turun langsung meluk ibunya. langsung di bawa masuk sama bu fani buat ganti baju dan juga ngobatin luka lebam di sudut bibir
"mbok apakno anakku?,(kamu apain anakku)," tanya pak agung pada pak lurah, udah siap tempur pak agung.
tapi pak lurah langsung jawab "mengko tak critani, tapi mbok yo aku iki kongkon lungguh sek to gung!, tawani kopi kopi tah mari (nanti aku ceritain, tapi kamu nyuruh aku duduk dulu kah gung, tawarin kopi atau biskuit gitu)," pak agung mengangguk mempersilahkan pak lurah untuk duduk.
setelah lima menit denger cerita dari pak lurah, bikin pak agung menarik garis besar bahwa tunangan chandika yang dari kota itu ngelabrak anak gadisnya. "sekarang dimana chandika sama tunangannya?," tanya pak agung.
"nggak ngerti gung, tapi tadi aku lihat pak chandika narik tangan tunangannya itu buat menjauh dari wanda, wis gung, nek pengusaha iku nyideki anakmu maneh ojok oleh (sudah gung, kalau pengusaha itu deketin anakmu lagi jangan boleh),"
****
karena mbak wanda pengen bikin jelly, jendra mau nggak mau nurut disuruh beli di warung depan, agar agar cap swalow sama nutrijel rasa melon. pas dia jalan pulang mau buka gerbang dia lihat chandika lari dari ujung buat menghampirinya. "jendra, wanda ada?," tanya chandika ngos ngosan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIDUAN - Wenyeol
Fanfictionwarn mature! (setiap part mature bakal aku kasih tanda) bocil polos/readers suceh jangan di mari ya bebih. lokal wenyeol Wanda Ayuni anak Pak Camat yang bekerja di kantor kelurahan, harus ketahuan sang ayah saat sedang nyambi jadi biduan. "Suara m...