"Halo ma?," chandika menerima telepon dari sang mama di kota, ah sudah lama juga tidak mendengar suara mamanya.
"chan?, bisa pulang nak?, kita mau bahas pertunangan kamu sama ambar, perkara makanan, gedung juga, baju baju juga chan, sama kapan kamu mau publikasi ke media kalau kamu udah ada tunangan, ayo!, pamali kalau nggak segera diumumin, nanti dikira kamu perjaka tua lagi," chandika berdehem mendengar perkataan mamanya. ia lagi lagi harus kepikiran, gimana caranya supaya bisa bersama wanda, tapi tidak mengecewakan keluarganya juga, besar harapan mama dan papanya untuk chandika segera menikah. apalagi keluarga besar chandika sudah mengenal ambar.
"chandika ngomongin ini sama ambar dulu ya ma?," jawab chandika.
"cepet loh chan!, kamu dari sebulan lalu udah sibuk sama berbagai proyek!, jangan gila kerja chan!, mama udah tua, pengen cucu!," chandika menghela nafas. lagi lagi kata kata cucu itu bikin dia stress, bisa nggak sih dia nikah sesuai sama keinginannya?.
"iya ma, mama tenang aja, udah ya?, chan masih harus nge-check proyek, mama sehat sehat ya disana?,"
"iya sayang, jangan lupa makan yaa nak?," suara halus mamanya itu bikin chandika adem.
"iya maa, mama juga, salam sama papa juga ya ma?," kata chandika lagi.
"iya chan, mama tutup ya?,"
"ya ma," telepon itu terputus. chandika menarik nafas panjangnya. dia harus melepas salah satu dari ambar dan wanda.
jujur aja, chandika itu udah tiga tahun pacaran sama ambar, keluarga juga pada udah kenal sama ambar begitu pula sebaliknya, ambar juga baik banget sama dia, ambar nggak pernah sekalipun nyakitin chandika, ambar selalu bikin chandika seneng, ambar juga teman chandika pas kuliah. sedangkan wanda, dia orang baru yang chandika suka, chandika juga baru kenal sama wanda, nggak tau seluk beluk keluarga wanda, nggak tau wanda sebenarnya kaya gimana orangnya, kalau ambar kan chandika udah tau.
ia memandang kontak ambar, kemudian memencet tombol call. hingga suara serak ambar khas bangun tidur terdengar manis di telinga chandika. "baru bangun sayang?,"
"hm?, ada apa chan? tumben?," tanya ambar di seberang sana.
"saya cuma kangen kamu aja, gimana persiapan tunangan kita disana? kamu pasti capek banget nyiapin semuanya sendiri, saya minta maaf ya?,"
"gak apa kok chan, mhh aku tutup dulu ya?, nahhnti aku telpon lagi," chandika menajamkan pendengarannya.
"kamu sakit?,"
"nggahhk-ah, enggak chan," bunyi kecipak terdengar di telinga chandika, membuat pikirannya tidak bisa positif, ya tau kan bunyi kulit tabrakan sama kulit tuh gimana.
"jujur ambar, kamu sedang apa?,"
"aku lagi nonton porn!,"
"kamu bilang ke saya saat pertama kali kita kenal, kamu nggak akan nonton porn ambar," chandika tau itu bukan porn, karena suaranya terdengar jelas seperti sangat dekat dengan telepon chandika saat ini. chandika juga agak tidak percaya, yang ia tau ambar akan menelepon dirinya, atau menghubunginya kala sedang needy.
"akuh tutup channn,"
"amb—,"
sambungan itu belum terputus chandika masih berusaha meniti apa yang terjadi pada tunangannya, ia terdiam, hingga suara lenguhan panjang dari ambar, desahan dan geraman dari laki laki yang chandika tidak kenal membuat chandika mengerang frustasi sendiri. "sebenarnya kamu sama siapa ambar?," gumam chandika meremas rambutnya sembari berbisik dan tetap mendengar ambar dan pria itu mengaduh nikmat.
***
chandika diseberang sana meremas ponselnya, ingin rasanya ia berteriak, namun ia juga ingin mendengar dengan jelas apa yang dilakukan tunangannya dengan orang itu, ia hanya ingin memastikan apa yang ada dipikirannya, hingga suara lenguhan ambar terdengar lagi. ambar melenguh ketika partner seksnya menumbuk titik nikmatnya, keduanya sudah delapan jam bercinta, namun pria diatasnya ini belum juga berhenti menumbuknya. "aah, udahh!," pekik ambar memukul pelan punggung pria yang sedang menumbuk titik nikmatnya, merojok dengan kencang lubangnya yang masih bisa dibilang sempit.

KAMU SEDANG MEMBACA
BIDUAN - Wenyeol
Fanficwarn mature! (setiap part mature bakal aku kasih tanda) bocil polos/readers suceh jangan di mari ya bebih. lokal wenyeol Wanda Ayuni anak Pak Camat yang bekerja di kantor kelurahan, harus ketahuan sang ayah saat sedang nyambi jadi biduan. "Suara m...