Chapter 12: Depressed

10.8K 814 41
                                    

Sinar matahari pagi masuk melewati tirai jendela asrama putri Slytherin. Kereta yang akan membawa anak-anak Hogwarts kembali ke rumah mereka untuk liburan musim panas ini akan berangkat pukul 11.

Dengan keadaan masih setengah tidur, aku duduk di kasur sambil berusaha mengusir rasa kantuk dari mataku. Jam menunjukan pukul 8 dan anak-anak yang lain masih tidur. Koper-koper tersimpan disamping kasur mereka. Kurasa semua orang akan pulang pada musim panas tahun ini.

Aku melirik ke arah Lucetta dan mendapati anak itu masih tertidur pulas menghadap ke arahku. Koper dan tasnya berjaja disamping kasurnya. Kandang untuk kucing peliharaannya juga ada disana, walaupun Trex tidak terlihat batang hidungnya. Mungkin dia ada disekitar asrama, aku tidak mau tahu.

“Berhenti menatap orang seperti itu. Kau seperti orang aneh,” kata Lucetta dari kasurnya.

“Well, selamat pagi juga kepadamu, Caldera,” ucapku dengan sarkatis.

Lucetta bangkit dari kasurnya dan duduk di kasurku. “Kau akan pulang hari ini?”

Aku memberikan tatapan yang-benar-saja yang spesial untuknya. Alhasil, dia langsung mengangkat kedua tanganya ke atas kepala.

“Aku hanya bertanya,” jawabnya membela diri. “Kalau begitu cepat mandi, aku mau beres-beres dulu.”

Dengan begitu aku menyambar handuk dan peralatan mandiku lalu masuk ke kamar mandi. Aku berdiri didepan cermin, mengikat rambut dan mencuci wajahku. Tiba-tiba  pintu kamar mandi terbuka dan Lucetta masuk kedalam. Tanpa basa-basi dia langsung melompat ke bawah shower dan menuntup pintunya.

Hal ini sudah menjadi kebiasaan bagi Lucetta dan aku. Ini lebih menghemat waktu menurutnya. Sementara dia mandi, aku melakukan ritualku di wastafel. Jika kami sudah selesai, kami akan bertukar tempat. Sekitar sepuluh menit kemudian dia keluar dari ruang shower. Giliranku untuk mandi sekarang.

Entah berapa lama aku mandi, namun ketika aku keluar dari kamar mandi—sudah berganti baju tentu saja, asrama putri seperti sedang dilanda angin topan. Anak-anak berlarian di sekeliling kamar, pakaian-pakaian berterbangan, dan suara teriakan-teriakan anak-anak adalah satu-satunya suara yang dapat aku dengar.  

Setelah menyelip diantara anak-anak yang berteriak, aku berhasil keluar dari asrama menuju common room. Lucetta duduk disalah satu sofa sambil membaca koran hari ini.

“Kau akhirnya turun juga,” kata Lucetta sembari meletakkan korannya di meja kopi disebelahnya. “Kau tampak frustasi, ada apa?”

“Aku baru saja menyebrangi kamar yang dipenuhi oleh anak-anak yang berlarian, bagaikan sedang melewati tornado, menurutmu aku bagaimana?” tanyaku dengan penuh sarkasme.

“Aku tahu, di atas seperti sedang ada badai. Mereka bangun kesiangan gara-gara semalam mereka melakukan slumber party di bawah sini. Ketika aku membangunkan mereka, mereka langsung panik dan berkata bahwa mereka belum beres-beres,” Lucetta menjelaskan. “Berhenti berbicara tentang tornado itu, ayo kita sarapan, aku lapar,”

Lucetta dan aku langsung berjalan ke ruang makan Hogwarts yang super besar itu. Disana, meja Slytherin hanya diisi oleh tim Quidditch dan Scorpius. Scorpius duduk sendiri di ujung meja.

Hubungan aku dan Scorpius makin lama makin memburuk. Kami tidak pernah mengobrol tanpa memicu pertengkaran. Aku semakin jarang melihatnya. Namun hari ini, ketika aku dapat memperhatikannya dengan sangat jelas dan tanpa gangguan, aku menemukan kembali alasan mengapa aku menyukai anak ini sedari awal.

Kini, rambut Scorpius dipotong pendek, wajahnya tirus, dan dari jauh sekali pun aku dapat mengetahui bahwa anak tersebut telah memasuki masa pubertas. Dia memakai kaus yang pas di badannya, membuat bisepnya nampak.

Shadow (old ver)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang