Scorpius’ POV
Satu bulan sebelas hari lima jam sejak terakhir kali aku melihat Emily. Ketika aku menceritakan tentang kepergiannya kepada keluarga Potter dan Weasley, mereka merespon dengan cukup baik—menurutku. Tetapi tidak dengan Rose. Begitu dia mengetahui bahwa aku membiarkan Emily pergi, Rose langsung benci kepadaku. Aku tidak menyalahkannya. Aku bahkan tidak tahu mengapa aku membiarkan orang yang aku sukai pergi ke suatu tempat yang tidak aku ketahui. Kalian tahu kan, aku menyukai—tidak, sangat menyukainya, mungkin?
Saat ini aku duduk di kamar Albus menatap ke luar jendela. Diluar, langit berwarna abu-abu gelap. Hujan turun dengan derasnya, disertai angin kencang dan halilintar. Cocok dengan mood-ku sekarang.
Aku memegangi kalung berbandul kunci yang aku beli untuk Emily sebagai hadiah ulang tahunnya hari ini. Namun aku tidak punya kesempatan untuk memberikannya. Aku bahkan tidak tahu apa aku akan melihatnya lagi. Aku sangat merindukannya.
“Hei, kau tidak apa-apa?” terdengar suara dari pintu. Ternyata Hermione. Dia berjalan masuk ke kamar dan duduk di kursi disebelahku.
“Entahlah,” kataku sambil menghembuskan nafas panjang. “Apa kau merindukannya?”
Hermione merangkul pundakku. “Tentu saja aku merindukannya,” dia melirik kalung ditanganku. “Itukah kalung untuk Emily?”
Aku hanya menganggukkan kepalaku.
“Kalung yang cantik. Sederhana, tapi bermakna.” Hermione berkomentar. “Hey, aku tidak bisa menjanjikan bahwa semuanya akan menjadi mudah untukmu, tetapi kau tahu kalau kami semua akan berada disini untuk mendukungmu,”
“Semua kecuali Rose,” ujarku dingin. Dia sangat marah saat aku kembali tanpa Emily. Padahal aku sudah menjelaskan segalanya dengan detail sampai bibirku pegal. Tapi dia begitu menyalahkan aku. Memang, seharusnya aku tidak dengan mudahnya membiarkan Emily pergi begitu saja. Bahkan dia bersama orang yang tidak kami kenal dan dia sendiri pun tidak. Oh tidak, aku merindukannya.
“Aku minta maaf soal sikapnya, Scorpius,” kata Hermione.
Tiba-tiba Albus muncul di pintu. “Scorpius, ada seseorang yang mencarimu,”
Aku menaikkan sebelah alisku. Siapa yang mencariku? Tanpa pikir panjang aku mengikuti Albus ke ruang tamu. Di salah satu sofa, duduklah seorang wanita berambut pirang. Kira-kira umurnya delapan belas tahun, mungkin lebih. Matanya berwarna keemasan, kulitnya seputih kapur—mirip seperti empousa yang aku dan Emily temui di Italia. Dengan reflex aku mengeluarkan tongkat sihir Emily dari saku celanaku berhubung aku memberikan tongkat sihirku pada Emily.
“Scorpius, aku harus bicara padamu,” kata wanita itu. “In private?”
Wanita itu berdiri dan berjalan keluar. Gerakannya anggun, bagaikan seorang ballerina namun tegas seperti seorang anggota militer.
“Siapa kau?” tanyaku begitu kami sampai di tengah-tengah halaman depan.
“Aku Rosalie Hale,” jawabnya. “Baru beberapa saat yang lalu aku bertemu dengan Emily,”
Rasa keraguan yang sedari tadi membuncah dalam diriku lenyap seketika. “Emily? Apa dia baik-baik saja?”
“Dia baik-baik saja,” jawab Rosalie. “Hanya sedikit depresi kurasa. Begini, Volturi mengincarnya dan berhubung perkemahan tempatnya tinggal tidak dapat mereka lacak, jadi mereka menggunakan sahabat Emily sebagai umpannya.”
“Sahabat?”
“Rosie. Volturi telah menculiknya, menjadikannya umpan agar mereka dapat menarik Emily keluar dan membunuhnya,” tutur Rosalie. “Dan aku sarankan, begitu kau masuk sekolah nanti, peringati guru-guru dan teman-temanmu. Ada kemungkinan besar bahwa Volturi akan menyerang Hogwarts.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow (old ver)
Fantasi[NEW VERSION AVAILABLE! READ NOW ON OUR PROFILE] We do not own any of J.K. Rowling, Stephenie Meyer and Rick Riordan characters. Highest rank #1 in fantasy © 2015 by Melia F, Azarina W, Rani D, Fadhila D.