Chapter 01

5.8K 349 4
                                    

Hanya suara klik komputer yang bisa kudengar saat duduk dibelakang mejaku yang penuh dengan tumpukan dokumen. Aku hanya bisa menghela nafas saat melihat tumpukan itu.

Aku bahkan tidak mengingat kapan terakhir kali aku beristirahat dan makan dengan baik. Sejak menjadi ahli waris dari perusahaan ayah, aku bahkan tidak punya waktu untuk diri sendiri ditambah dengan media yang selalu berusaha mengorek informasi mengenai diriku yang sebenarnya tidak terlalu penting menurutku.

Aku kira aku benar-benar butuh istirahat. Bahkan akhir-akhir ini kesehatanku menurun sedikit demi sedikit. Cukup dengan semua itu, perkenalkan aku Namikaze Naruto, umur 24 tahun, berambut pirang, bermata biru terang, tinggi 160 cm dan paling penting seorang pria yang sangat tampan.

Masih dikantor, aku bekerja selama berjam-jam dan akan segera pingsan jika aku tidak segera berhenti. Aku memutuskan untuk tidur sebentar namun aku langsung terbangun setelah beberapa menit tidur saat mendengar suara pintu yang terbuka. Aku mendongak dan berhadapan dengan Namizake Minato, ayahku.

Pria itu memiliki tatapan tajam yang terpangpang jelas diwajahnya. "Salam ayah" sapaku dengan sopan.

Aku benar-benar merasa tidak nyaman dengan situasi sekarang ini, orangtuaku adalah tipe yang keras dan ketat. Segalanya harus sempurna dan tanpa cacat itulah sebabnya aku tumbuh menjadi sangat kaku. Orang yang membosankan seperti boneka dan tidak tahu cara bersenang-senang.

Aku tidak pernah benar-benar memiliki seorang taman maksudnya teman yang bisa dipercaya untuk berbagi segala hal atau hubungan yang stabil dengan orang-orang. Mereka selalu mengatakan aku terlalu bekerja keras dan kaku untuk mereka. Aku menghela nafas saat memikirkan hidupku yang sedikit menyedihkan.

"Naruto berhenti bermalas-malasan dan segera mulai bekerja, aku tidak ingin kau merusak reputasiku yang telah susah payah aku dapatkan" aku lalu melihat ayah tanpa sepatah kata pun, kadang aku ingin sekali mengutarakan isi pikiran dan hatiku dan menyelesaikannya namun melihat sifat dan temperamen orantuaku aku terpaksa selalu mengurungkan niat tersebut.

"Ya ayah" kataku dengan anggukan kecil untuk menunjukkan rasa bersalah walaupun sebenarnya aku tidak ingin melakukannya. Ayah hanya tampak sedikit marah pada tanggapanku dan berlalu seperti biasanya.

Tidak ada yang benar-benar cukup baik yang sudah kulakukan dimata orangtuaku. Aku bisa melihat penolakan di mata mereka setiap kali mereka menatapku. Aku tahu mereka berharap memiliki putra yang lebih baik dari ku. Bukan orang lemah yang pemalu sepertiku. Aku melangkah keluar dari kantorku setelah mengucapkan selamat tinggal pada ayahku.

Kemudian di sore hari ketika kembali bekerja dikantor, orangtua mengirimiku pesan bahwa aku harus datang kerumah untuk makan malam. Aku merasa sangat aneh karena sebelumnya mereka tidak pernah mengundangku untuk makam malam bersama mereka, aku tau ada sesuatu yang salah.

Aku pulang kerumah dengan tidak bersemangat seperti biasanya, didalam mobil aku bernyanyi dengan lembut dan sedikit menghibur diri. Sejak kecil aku suka bernyanyi dan pernah bermimpi menjadi seorang penyanyi tetapi orangtuaku menghancurkan mimpi itu sebelum berkembang dengan baik. Aku menghela nafas sekali lagi saat parkir dihalaman depan rumah orangtuaku.

"Selamat malam tuan muda", sapa Iruka, pelayan lama orangtuaku. "Terimakasih Iruka-san" kataku sambil memasuki mansion. Aku disambut oleh beberapa pelayan ketika berjalan kearah dapur.

Aku memasuki ruang tamu dan mendengar suara gelak tawa namun tiba-tiba suasananya menjadi sunyi setelah kedatanganku. "Salam ibu, ayah dan nona Sakura". Perempuan yang duduk disebelah ibuku, aku tahu betul dia. Dia adalah mantan kekasihku sewaktu duduk di sekolah menengah atas, dia berselingkuh dan mencampakkanku begitu saja dan sekarang dia ingin kembali?.

"Jangan panggil aku terlalu formal sayang, aku ini calon istrimu". Mataku terbelalak mendengarnya, "apa?" Aku berusaha meminta penjelasan mengenai penyataannya kepada orangtuaku. "Kamu dan sakura akan menikah, sudah saatnya kamu memberikan kami seorang penerus". Ayahku berkata tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu kepadaku. Kepalaku pusing dan sakit, aku benar-benar butuh liburan. Aku akan menangani masalah ini dengan cepat segera setelah aku kembali dari liburan.

My BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang