🍊Enam Puluh Empat

116 14 0
                                    

"Indy!"

Seruan dari belakang membuat Indy berhenti
melanjutkan langkah. la menoleh pada Nasya
dengan dahi mengerenyit. "Lo belum pulang?"
tanyanya heran. Pasalnya semua murid telah
pulang sekitar lima belas menit yang lalu. Dia
sendiri terlambat pulang karena harus ke tata
usaha lebih dahulu.

"Belum." Nasya menutupi setengah wajahnya
yang sekarang sudah mulai gatal. "Kata lo
rekaman cctv udah dihapus."

"Memang udah."

"Tapi, kenapa Jonah bisa menemukannya?"

Indy melotot. "Dia menemukan rekaman kita?"

Nasya mengangguk. "Dan gara-gara itu.."
Tangan Nasya perlahan lepas dari pipinya.
Betapa terkejut Indy melihat kemerahan di sana.

"Wajah lo kenapa?"

"Jonah..." Nasya sampai tersekat untuk
mengatakannya. "Jonah memoles wajah gue
dengan bedak itu."

Kepala Nasya jatuh. Sudut matanya pun perlahan memanas.

"Gila tuh cowok. Gara-gara Amy sampai segini
teganya sama lo, " rutuk Indy geram. "Gak mikir
apa bagiamana nasib wajah tunangannya nanti."
Tenang.." Indy menepuk pelan bahu Nasya. "Gue akan membalas cewek bego itu."

Nasya mengangkat pandangan. "Lo serius?"

Indy mengangguk. "Kita kan teman, " lanjutnya
bersama seulas senyum.

Untuk beberapa detik Nasya kagum dibuatnya. Ini pertama kalinya ada seseorang yang mau menjadi temanya.

"Lo pulang sama siapa?"

"Bentar lagi dijemput supir."

"Oh ya udah, gue duluan." Indy mengeratkan
tasnya. "Jangan lupa langsung ke dokter lo."

Nasya mengangguk. la memandangi Indy hingga
hilang bersama mobilnya. Setelah itu Nasya
berjalan menuju halte. Dia duduk di sana,
memandang hiruk pikuk jalanan.

"Pakai."

Nasya menatap bergantian subjek dan objek yang tersodor. "Axel, " katanya tergugu.

"Iya, gue Axel. Cowok paling ganteng satu
galaksi."

Axel mendudukan tubuh di samping Nasya. Lagi, dia menyodorkan plastik kecil pada Nasya.

"Ini apa?"

"Buka aja, " suruh Axel.

Nasya menerimanya ragu. la kemudian membuka plastik kecil tersebut perlahan bersama khawatir yang membuncah.

"Ini.. " Nasya menatap tak percaya benda di
tangannya dan Axel bergantian.

Axel menyadarkan tubuh pada punggung
bangku. "Amy menangis seharian karena bedak itu," ujarnya. "Bukan hanya karena panas dan gatal yang teramat sangat, tapi karena takut kulitnya tidak akan pernah kembali seperti semula. Untuk seorang perempuan, penampilan wajah adalah hal penting. Jika rusak, kemungkinan besar dia akan dilingkupi banyak masalah semisal pembullyan dan lain sebaginya. Jadi.."

Axel menolehkan pandangan pada Nasya. "Gue
tahu seberapa menderitanya karena bedak itu."

Nasya mengeratkan pegangannya pada botol dan kotak obat di tangannya.

"Yang salep lo oles ke wajah, yang pil lo minum
dua kali sehari. Semoga pencegahan awal ini bisa mengurangi kerusakan wajah lo."

Axel menarik botol minumnya dari saku tas.
"Minum dulu pilnya."

Nasya menundukkan kepalanya dalam. Dia malu
karena Axel masih baik padahal telah mengetahui perbuatan jahatnya. Benar-benar dia yang tidak tahu diri sekali, bukan?

My Kriting Girl [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang