🍊Enam Puluh Enam

179 32 5
                                    

Ia menggeser duduknya, menjauhi sekelompok perempuan di sebelahnya. Terang-terangan dia mendapatkan cemohan dan tatapan benci. Itu jelas membuatnya sadar diri bahwa dia tidak dinginkan sama sekali.

Ketika ia menunduk dalam pria di sebrang sana menghela kasar. Ia marah karena perempuan itu diperlakukan demikian, tapi disaat bersamaan dia tidak bisa menolak fakta bahwa itu memang pantas diberikan pada perempuan tersebut.

"Nih."

Kepalanya mengadah. Bergantian ia melihat botol yang tersodor dan manik biru itu.

"Terimakasih." Ia mencicit seraya memeluk botol tersebut dengan kedua tangannya.

Axel mendudukan diri di hadapannya. "Kenapa sih?"

"Eng.. enggak kenapa-kenapa kok." Sebisa mungkin ia mengulas senyum. Tidak mungkin dia mengatakan dirinya sedih padahal itu adalah karma dari perbuatannya sendiri. Itu akan sangat memalukan. Dia masih ingin mempertahankan harga dirinya yang tinggal setengah tersebut.

"Yakin?"

"Iya."

Axel menarik telapak lembut tersebut ke dalam genggamannya. Pupil si pemiliknya membesar seketika.

"Cerita aja. Gue dengerin."

Matanya berkelana. Tidak tahan dengan perhatian yang terpancar tulus dari manik biru laut tersebut.

"Nasya..."

Suaranya lembut. Seakan dia takut Nasya akan hancur jika nadanya sedikit saja lebih keras lagi.

"Gue gak kenapa-kenapa, Xel." Senyumnya mengembang sangat cerah. Disaat bersamaan ia menarik tangannya dari genggaman Axel. Luluh sih luluh, tapi dia tidak boleh goyah. Dia hanya menginginkan Jonah seorang. Bukan yang lain.

"Gak kenapa-kenapa, tapi raut wajah lo seperti orang depresi. Ayo."

Axel berdiri lebih dulu. Ia menarik tangan Nasya kemudian, membawanya menjauhi lapangan.

"Xel.." Nasya meronta-ronta, berusaha melepaskan tangannya. Ia merasakan jelas belati yang mengintai punggungnya di belakang sana. Axel ini mostwanted keempat setelah Bumi, Jonah, dan Vila. Fansnya juga lumayan banyak. Kebencian tentu akan menghampiri perempuan manapun yang dekat dengannya.

Apalagi Nasya baru membuat masalah dengan Jonah. Kebencian akan menyerangnya dua kali lipat.

"Udah diam aja." Axel tidak sedikitpun mengendurkan pegangannya.

Nasya akhirnya pasrah. Toh semakin lama orang-orang yang ia temui kian sedikit.

"Mang, choco ice dua."

Barulah ia melepaskan tangan Nasya. Bibir pink tersebut segera ingin protes, tapi terpaksa batal karena Axel menarik kursi dan mendorongnya pelan untuk duduk di sana.

"Chco ice itu katanya mengurangi stress. Jadi lo harus cobain."

Wajah Axel yang serius mengatakannya membuat Nasya tertawa. Yang benar saja choco ice bisa begitu.

"Nah gini dong ketawa. Jangan murung aja. Entar cepat tua loh. Yah..yah kan murung lagi."

Terpaksa bibir Nasya menarik lengkungan. "Apaan sih, Xel."

"Jangan murung ya." Axel menepuk-nepuk pucuk kepala Nasya. "Gue tahu lo sedih karena jadi bahan omongan. Tapi ingat dong. Ini kan ulah lo. Daripada sedih lo harusnya memperbaiki diri. Iya gak?"

Ia mengangguk pelan. Memang dia yang terlalu tidak sadar diri. Sudah dia yang berbuat, dia juga yang sedih. Sedari awal padahal dia memang sudah tahu konsekuensinya. Bukan salah siapa-siapa jika sekarang dia mendapatkan kebencian.

My Kriting Girl [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang