Tujuh Belas🍊

203 20 2
                                    


Sile tandain yg typo🦋

.
.
.

"Lo kenapa sih?" tanya Vila heran dengan cowok dihadapanya yang mondar mandir seperti setrika sedari tadi.

"Tahu tuh, gaje banget," kata Jack ikut mencibir.

"Aelah, palingan galau gara-gara story tadi" sambung Pasha tetap fokus pada ponselnya.

Jonah tak mengubris, ia terus mondar-mandir seraya sesekali menatap jam tanganya yang sudah menunjukkan pukul sembilan. "Ah, gue mau nge-gym aja deh" katanya berhenti mondar mandir.

Sial, untuk pertama kalinya dia menjadi khawatir hanya karena cewek. Cih bukan gaya gue banget, batin Jonah sembari mengganti pakaianya dengan celana training hitam dengan badan shirtless.

Ting

Jonah menghentikan aktifitasnya sebenatar mengecek notifikasi pesan di ponselnya yang ternyata datang dari Amy.

"Gue udah di rumah, sorry baru balas tadi hp-nya lowbate" itulah katanya. Jonah percaya namun hatinya tetap gelisah entah kenapa.

"Dih cuma di read doang," gerutu Amy menutup ponselnya. Ia beralih menatap Axel dihadapanya.

"Kenapa?" tanya cowok itu menghentikan dentingan garpu dan sendoknya.

"Dih pangeran kodok kepo amat" balas Amy mulai memakan sate di piringnya. "Pokoknya lo yang bayar, Xel."

"Dih kok gue" ujar Axel tak terima. "Kan lo yang makan, masa gue yang bayar. Ketidakadilan yang hakiki banget sih."

"Dasar cowok gak bermodal!" cibir Amy mengunyah daging satenya. "

"Bodo" ketus Axel melahap laju sotonya. "Sumpah, gue laper banget nungguin lo beli skincare tadi. "

"Lebay!" cibir Amy. "Perasaan cuma tiga jam deh."

"Heh, tiga jam itu waktu yang lama loh."

"Nah itu berarti lo gak ikhlas" jawab Amy menyeruput es jeruknya.

"Memang" balas Axel tanpa segan. "Kalau dipikir-pikir rebahan itu memang lebih enak dari apapun juga ya, Am?"

"Buat kaum nolep sih iya, tapi buat gue keluar dan tahu soal dunia itu lebih maknyus cuy."

"Aelah, lo bilang seru karena cogan kayak gue kan yang nemenin?"

"Dih pede!" Amy melahap lagi satenya. "Dari sisi manapun lo itu gak ada ganteng-gantengnya, Xel."

"Masa?" Axel mengelap sudut bibirnya dengan tisu. "Coba lo tatap lama-lama mata gue."

"Gak ah, nanti ketularan virus corona gue" balas Amy malas.

"Dih bilang aja lo takut ketahuan suka sama gue kan?"

"Dih pede banget sih lo pangeran kodok."

"Makanya, tatap mata gue!" titah Axel serius. "Gak lama, cuma lima detik aja."

"Ok" terima Amy dan mulai memfokuskan maniknya pada manik indah milik Axel.

Cowok itu tersenyum sinis. "Awas jatuh cinta , gue gak tanggung jawab."

"Gak bakalan" kukuh Amy menguatkan hatinya.

1

2

3

Keduanya saling menahan senyum, fokus menyelam ke dalam manik lawanya masing-masing dalam diam.

4

Detik keempat keduanya mulai menahan tawa dan saling yakin bahwa mereka hanya teman saja namun sama-sama tidak memungkiri indahnya manik lawan mereka masing-masing.

"Katanya udah di rumah."

Suara berat khas remaja peralihan dewasan dan sedikit pengaruh nikotin itu membuat keduanya memutuskan kontak mata.

"Katanya udah dirumah" ulang Jonah dengan amarah jelas dari dua matanya. "Ini udah jam berapa heh?" Jonah melirik jam tanganya.

"Lo itu cewek" desisnya tajam.

Amy menunduk. Membuat Axel kesal setengah mati. "Lo apa-apaan sih, Jo. Datang marah-marah. Lo siapanya Amy hah? "

"Gak usah ikut campur lo!" desis Jonah tajam. "Cih! Selain cupu ternyata lo punya kelebihan buat menjerumuskan orang juga ya?"

"Jo, udah" kata Amy melerai.

"Diam lo!" desis Jonah dengan panas didada. "Udah pandai bohong ya? Lo tahu gak, gue bertanya tadi karena gue khawatir. Ini udah malam. Dan gilanya jauh berkilometer dari rumah lo, Am. Kalau lo kenapa-napa gimana? Kalau lo diculik sama pedofil gimana? Masih punya otak kan?"

Amy menunduk. "Pulang sekarang!"

"Am, habisin aja makanan lo.Tenang, soal pulang dan keselamatan lo gue yang jamin" ujar Axel menepuk bahu Amy pelan, membuat mata Jonah panas melihatnya. "Ayo, lanjut makannya."

Amy menggeleng pelan. "Xel, kayaknya yang Jonah bilang benar deh. Ini udah malam, kita pulang aja ya."

Axel berdecih tak suka, membuat Jonah yakin ada sinyal perang disana. Dia tidak peduli, tapi hatinya mengatakan kalau dia harus waspada. Apa Axel suka sama Amy ya? baginya bertanya.

"Udah, pulang lo sana" usir Axel menatap malas wajah Jonah yang jelas lebih glowing darinya. "And you, princess. Cepat makanya, gue janji dengan bokap lo tadi bakalan mulangin anaknya jam sepuluh. Kalau lo sayang sama gue, please jangan bikin gue dibunuh sama bokap lo, ok?"

Menatap manik Axel dan Jonah bergantian. Amy dilanda dilema, dia tidak tahu siapa yang harus ia patuhi perintahnya.

Jonah menyunggingkan senyum sinis. Ia menatap tajam manik Amy hingga membuat cewek itu merasa terintimidasi luar biasa. "Ok," gumam Jonah mengangguk-anggukkan kepalanya. "Terserah lo" desisnya lalu membalikkan badannya untuk pergi.

Kecewa dan marah menyelubungi dadanya. Tapi yang membuatnya lebih kesal hingga memukul kesal stir mobil ialah: kenapa dia bersikap begitu? Amy bahkan hanya jenis cewek jelek yang menanggu hidupnya dan kebetulan mengambil simpati di hatinya begitu banyak.Cewek itu tidak penting tapi saat dadanya kian panas, Jonah rasa dia perlu mempertanyakannya untuk kedua kalinya.

"Xel, gue udah kenyang" ujar Amy menyerah pada akhirnya. Cukup! Dia memang tidak bisa melawan perintah Jonah. Kemarahan cowok itu membuat beban di kepalanya begitu banyak.

"Bagus" puji Axel meletakkan sendok dan garpu ya. "Lo lebih memikirkan kemarahan Jonah daripada diri lo sendiri. Bagus,bagus banget."

"Disgusting!" Decih Axel tak suka.

Amy hanya bisa menunduk dibuatnya. "Kalau bisa, gue juga gak mau kayak gini. Tapi ngelawan perintah Jonah itu cuma bikin kepala gue kian terbebani, Xel."

"Ayo, pulang" ujar Axel tak mau mendengar apapun soal Jonah lagi.











🍊🍊🍊












"Assalamualaikum, ma," salam Amy lemah lalu berganti dengan tatapan tak percayanya. "Jojo?"

Jonah tak menjawab, malah menikmati teh ditangannya.

"Udah pulang, kak?"

Pertanyaan dari sang mama yang baru memasuki ruang tamu, membuat Amy memutar tubuhnya cepat."Iya, ma" balasnya lalu mencium punggung tangan wanita tersebut lembut.

"Axelnya mana?"

Pertanyaan itu membuat teh yang Jonah minum terasa hambar seketika. Tanpa bicara, ia memutar bola matanya jengah seraya meletakkan cangkir teh tanpa minat pastinya.

"Langsung pulang, ma" balas Amy seraya meletakkan kantung belanjaan ya di sofa.

"Kok gak disuruh mampir sih, kak? Kan kasihan."

"Dia takut kemalaman, ma. Besok kan sekolah."

"Oh, iya ya" ujar Any tersadar. "Eh, kak itu kawanya datang mau nanya tugas loh. Mama kebelakang dulu ya."

Amy mengangguk, mengambil duduk didepan Jonah dengan hati dah dig dug. Bukanya apa-apa. Mata indah Jonah itu tajam sekali melubangi dadanya. Bukan cuma terintimidasi, Amy rasa dia ingin lari atau pura-pura mati daripada harus menerima hal itu. "Seru?" tanya Jonah bersidekap dada. Sinis matanya membuatnya mendominasi suasana di ruangan tersebut.

"Apanya?" balas Amy bertanya.

"Jalan-jalanya dong" goda Jonah tersenyum paksa. "Makan berdua lagi" tambahnya kian emosi.

Amy menunduk. Sama sekali tidak mengerti dengan situasi yang terjadi.

"Lo marah?"

"Gue? Marah?" Jonah terkekeh, menyandarkan punggung badanya di sofa. "Emang gue punya hak? Apa posisi gue di hidup lo? Cuma sampah kan?"

"Kok, lo ngomongnya gitu sih" kata Amy tak suka.

Jonah menaikkan alisnya sebelah. "Memang fakta kan? Gue cuma sampah bagi lo. Buktinya aja nasehat gue lo abaikan, padahal kan demi keselamatan lo juga. CK ck ck" Jonah geleng-geleng kepala.

"Gak nyangka kalau gue emang sampah bagi lo."

"Gak gitu, Jo" kata Amy cepat. "Gue tadi cuma mau makan karena kelaparan aja bukan sengaja mengabaikan nasehat lo."

"Oh ya?" Jonah menatap remeh Amy dan segala hiasannya. "Emang gue percaya?"

"Ya udah gue minta maaf" ujar Amy mengalah. "Gue janji gue bakalan ngulangi lagi."

"Gue pulang" balas Jona menyambar jaketnya di sofa.

"Jo?" Amy buru-buru menahan lengan cowok itu. Jonah yang sudah berdiri, menurunkan pandanganya pada lengannya. Membuat Amy melepas cepat tangannya dari sana.

"Udah malam" kata Jonah memasang jaketnya. "Besok sekolah, lo harus istirahat."

"Lo masih marah?"

Jonah menggeleng, lalu mulai mengancing satu persatu kancing jaket denimnya. "Kalau iya kenapa?"

"Maaf" cicit Amy memainkan jari-jarinya.

"Gak ada kosakata lain, gitu?"

Amy hanya bisa menghela nafas dibuatnya. Jonah kalau sudah marah memang sudah diajak berbaikanya. Cowok itu jenis homo sapiens yang pendendam. "Udah, tidur lo" kata Jonah tiba-tiba menyentil dahi Amy pelan. "Oh ya, tadi gue bawain lo pizza. Kalau udah kenyang, buang aja."

"Gak, gue belum kenyang kok" balas Amy cepat entah kenapa lantas membuat Jonah tersenyum miring. Ternyata dia masih menghargai pemberian gue juga, batin cowok itu senang.

"Bagus deh kalau gitu."

Jonah menatap Amy sekali lagi, lalu berjalan keluar dengan satu kalimat penutup yang penuh peringatan. "Sekali lagi lo bohongin gue, gue gak segan-segan gunain pisau dapur gue buat bunuh lo. Paham?"

Amy mengangguk takut dibuatnya. Kenapa Jonah jadi psycho sih?

"Gue pulang" kata cowok itu lalu melangkah pergi meninggalkan Amy.

"Kenapa dia semarah itu sih?" gumam Amy bingung. "Mau dibilang suka, entar gue malah dikira kepedean. Haduh, tuh cogan gaje banget dah."

Beralih menatap meja, Amy tersenyum tipis melihat kotak pizza diatasnya.








🍊🍊🍊

T

ypo harap dimaafkan🙏
Auto lagi mager revisi nih🤭

vote jan lupa ya beib💋

My Kriting Girl [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang