Lukisan Kesembilan

897 157 31
                                    

Munculnya kelamaan ya. Maafkan maafkan. 
Enjoy~

[Lukisan Jingga di Angkasa]

.
.
.
.
.

.
.
.
.
.

Erin menghela napas panjang setelah berhasil mengunci pintu kamar VIP yang baru saja ia masuki. Butuh perjuangan yang tidak mudah untuk melewati belasan wartawan yang menunggu di sepanjang koridor untuk meliput kondisi Rigel. Untung ada tiga orang bodyguard yang sudah bersiaga di depan kamar dan Erin bisa melewati wartawan-wartawan itu dengan selamat berkat mereka bertiga.

Erin berbalik dan mendapati Rigel sudah berdiri dengan pakaian rumah sakitnya. "Rin, masih banyak wartawan di luar?" tanya Rigel dengan alis terangkat.

"Kamu mau coba memastikan ke luar?" tantang Erin. Tentunya Rigel paham jawaban Erin itu. Di luar kamar belum aman dan ia belum bisa leluasa berjalan di area rumah sakit.

Rigel mengembuskan napas kecewa, lalu duduk di atas ranjangnya. Erin bergerak mendekat. Tidak untuk memeriksa apa pun tentang Rigel, karena memang Rigel tidak sakit apa-apa. Ini adalah rencana paling baik yang Rigel pikirkan untuk bisa menjenguk Anka. Karena Rigel tahu, Kennard tidak akan mengizinkannya berkunjung untuk menemui Anka. Adiknya itu juga tidak akan sudi mengantarkan Anka ke apartemennya. Satu-satunya cara adalah dengan berpura-pura sakit, menjadi pasien VIP dan berdalih tidak ingin diganggu karena masalah kesehatan. Hal itu dapat menghindari Rigel dari sorotan sejenak dan ia bisa menemui Anka yang akhir-akhir ini sering dirawat di rumah sakit karena kondisi kesehatannya naik-turun.

"Anka baik-baik saja. Tadi sudah bangun sebentar, mengobrol dengan temannya. Lalu, dia sudah tidur lagi. Ruam di kulitnya belum berkurang. Kurasa itu akan membuatnya semakin tidak nyaman." Lapor Erin, membuat Rigel mengernyit. Meski selama ini ia tidak memperhatikan Anka dengan baik, tapi setelah mengetahui kondisi Anka yang seperti ini membuat hatinya sakit.

"Kapan aku bisa menemui dia, Rin? Aku rindu anakku."

"Rindu setelah tahu dia sakit?" sahut Erin sinis.

"Rin, jangan seperti Kennard."

Erin berdecih, lalu tersenyum miring. "Aku memang bukan Kennard, Kak. Tapi siapa saja yang melihat sikapmu ini pasti akan berkomentar sama." Jawab Erin. Rigel terdiam. Selama ini ia memang abai sekali terhadap Anka. Tidak ingin Anka diambil oleh orang lain, tapi tidak mempedulikan putranya. Bahkan Rigel tidak ingin mempublikasikan kebenaran tentang kehadiran Anka sama sekali ke publik.

"Apa yang kamu dapatkan dari menyembunyikan Anka di depan publik, Kak?"

Pertanyaan itu menohok. Tiba-tiba, Rigel seperti diserang pertanyaan yang sangat tajam. Rigel merenung, bertanya hal yang sama pada dirinya sendiri. Apa yang sebenarnya ia dapatkan dari menyembunyikan identitas Anka.

"Kamu takut ketenaranmu akan meredup karena dunia tahu kalau kamu sudah punya anak? Kamu takut kalau tidak akan ada lagi aktris-aktris muda yang akan menyukai kamu lagi? Kamu takut apa, Kak?" serang Erin, tidak peduli jika orang di hadapannya ini adalah calon kakak iparnya yang seharusnya ia hormati. Meski Rigel adalah aktor yang sangat popular, tapi di mata Erin, Rigel adalah seorang laki-laki yang tidak punya rasa tanggung jawab terhadap putranya. Ia menghormati Rigel, tapi bukan berarti ia tidak bisa menegur Rigel atas kesalahan yang pria itu lakukan.

"Anka membutuhkan perhatianmu, sejak lama. Perhatian Kennard tentu tidak akan sama rasanya, Kak. Sekarang, saat Anka sedang berada di kondisi terendahnya, apa yang akan kamu lakukan? Tetap mempertahankan dirimu di dunia hiburan? Bahkan sampai Anka benar-benar tidak bisa apa-apa lagi?"

Lukisan Jingga Di AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang