Halo, kakak-kakaknya Anka yang cantik dan tampan.
Mari membaca~[Lukisan Jingga di Angkasa]
.
.
.
.
..
.
.
.
.Anka berjalan dengan sangat terburu-buru di koridor. Ia berpura-pura tertidur saat Erin sedang melakukan pemeriksaan. Saat selesai dan merasa Erin sudah menjauh, Anka cepat-cepat keluar dari kamar dan melangkah sambil terus menoleh ke belakang. Memastikan tidak ada siapa pun yang mengikuti. Tidak peduli kaki yang terasa nyeri di setiap langkah, Anka terus berjalan sambil berpegangan pada besi di dinding koridor bangsal.
Anka terus menahan sakit dengan ringisan sampai ia sampai di bangsal yang dijaga oleh dua orang bodyguard dengan tubuh tegap dan berotot. Dua bodyguard itu menggunakan jas hitam, lengkap dengan dasi dan sebuah earphone hitam terpasang di telinga mereka.
Langkah Anka sempat terhenti. Jantungnya berdegup kencang karena melihat dua orang yang sangar itu. Namun, setelah menghela napas panjang, ia memantapkan hati untuk menghadapi semua resiko.
Lengan besar menghalangi tubuh mungil Anka. Anka harus mendongak untuk bisa melihat tatapan garang sang bodyguard. "Yang tidak berkepentingan dilarang masuk." Suara itu menggelegar di telinga Anka. Remaja itu menelan ludah dengan susah payah, tapi tetap berusaha terlihat berani dengan mengangkat dagu dan mengunci pandangan pada wajah garang di hadapannya.
"Aku berkepentingan di sini. Aku harus masuk dan memastikan kalau pasien di dalam baik-baik saja." Tutur Anka penuh percaya diri, meski dengan suara yang sedikit bergetar saking gugupnya. Dua bodyguard itu saling berpandangan, lalu terkekeh remeh.
"Bocah ... kamu tidak tahu siapa yang ada di dalam? Ada orang yang sangat penting dan tidak boleh ditemui sembarangan. Sudah sana, kembali ke bangsalmu dan bermainlah dengan teman-teman kecilmu lainnya."
Anka tertawa tidak percaya. Teman-teman kecil?
"Maaf, Anda pikir aku ini anak-anak hah? Aku ini sudah remaja ya, Paman Kekar. Jangan sembarangan menilai orang." Anka malah tersulut karena ucapan sang bodyguard. Pria kekar itu mengernyit heran, tapi hanya menggedikkan bahu.
Karena terpicu oleh hinaan tidak langsung dari bodyguard itu, keberanian Anka menyala. "Kenapa aku tidak boleh masuk? Orang ada di dalam adalah orang penting dalam hidupku. Jadi, seharusnya aku diperbolehkan masuk. Sekarang, bolehkah kalian minggir?" tantangan Anka hanya menciptakan gelak tawa dari dua pria berbadan besar itu, membuat Anka semakin tidak terima dan menerobos pintu saat keduanya lengah. Namun, tangan kedua bodyguard itu lebih cepat dan tentu saja dengan tenaga yang tidak banyak, mereka berhasil membuat Anka tersungkur. Tidak bermaksud begitu, tapi kondisi Anka terlalu rapuh hingga sedikit dorongan saja bisa membuatnya terlihat seperti didorong dengan kekuatan besar.
"Maaf, kami tidak bermaksud untuk melukaimu, tapi kamu yang memaksa kami bertindak seperti itu." Ujar salah satu bodyguard.
Anka tidak mendengar karena kini rasa sakit menggerayangi sekujur tubuhnya. Tadi hanya kaki bengkaknya yang terasa nyeri, tapi karena tubuhnya membentur lantai, kini seluruh persendiannya terasa ngilu. Anka bahkan tidak bisa berkata-kata karena sakitnya yang luar biasa. Ia bahkan harus meringkuk untuk menahan rasa ngilu di sendi tangannya. Dua bodyguard itu mulai khawatir, tapi keduanya meragu untuk menolong. Mereka mengira bahwa kondisi itu hanya akal-akalan Anka saja, untuk membuat mereka lemah.
Anka meringis tiada henti, hingga peluh membasahi dahinya.
"Ya Tuhan! Anka!" teriak seseorang dari kejauhan. Derap langkah orang itu terdengar lantang di lorong yang sepi, diikuti oleh langkah cepat dari dua orang di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lukisan Jingga Di Angkasa
General FictionJika Anka harus memilih, tentu ia ingin semua berada di sisinya, tanpa ada yang meninggalkan atau ditinggalkan. Namun Anka tidak pernah diberikan pilihan.