5

1.2K 135 9
                                    

2010

Tay meraih ponselnya. Di sana tertera nama ayahnya. "New, ku rasa aku tidak bisa belajar bersamamu hari ini. Ayahku masuk rumah sakit."

Ayahnya Tay? ayah mertuanya?

"Benarkah? Sakit apa?" Tanya New panic. Ia tidak bisa mengingat apapun mengenai ayah mertuanya itu.

"Kenapa kau histeris begitu?"

New yang sadar akhirnya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Aku hanya bertanya. Memangnya tidak boleh?" sungut New.

Tay tak menghiraukannya, ia mengambil tas yang sempat ia letakkan dekat pintu.

"New Thitipoom." Panggilnya.

"Ketika menaiki bus pulang nanti pastikan kau berpengangan yang kuat. Mengerti?"

Dengan senyum yang merekah New mengangguk. Ia mengacungkan kedua jempolnya. "Tentu saja."

Tay berbalik dan hendak meninggalkan New. Namun lagi-lagi langkahnya terhenti karena New memanggilnya.

"Terima kasih Te." Tay hanya mengangguk lalu hilang di balik pintu, New memegangi jantungnya yang berdebar begitu kencang. Ternyata ia begitu mencintai Tay. Ia masih memandang tempat Tay menghilang. Bibirnya bergumam pelan seraya tersenyum.

Terima kasih karena sudah memberikan Aku kesempatan kedua untuk membuatmu jatuh cinta.

.

.

.

2020

Hanya suara jarum jam yang memenuhi ruangan tersebut. Sesekali suara sendok yang bertabrakan dengan piring mengiringinya.

New melirik Tay yang tampak asik menyantap makan malamnya. Sejak tadi ia tidak berbicara apapun dengan New. Begitupun New. Karena itu New kaget hampir melempar sendoknya ketika Tay berbicara padanya untuk yang pertama kali.

"Kita masih dalam ikatan pernikahan. Artinya kau masih tanggung jawabku. Di tambah lagi, otakmu itu kosong separuh. Aku tidak mau menanggung akibat jika kau hilang atau di bunuh orang."

New mengernyit tak suka dengan omongan Tay. Meski begitu ia ada benarnya.

"Jadi aku harus bersamamu kemana pun?"

New menatap Tay datar.

"Kau bisa menghubungiku."

"Aku tidak bisa menghubungimu. Aku tidak memiliki ponsel, dan juga aku tak tahu nomormu."

Tay menghentikan suapannya. Ia menatap New sebentar. Kemudian mengangguk, "Tenang saja, akan ku belikan yang baru."

Cih sok sekali sih. New tahu pastilah uang yang di gunakan Tay adalah uang perusahaan ayahnya. Ah ngomong-ngomong perusahaan ayahnya, ia jadi teringat sesuatu. "Tay Tawan."

Tay kembali mengangkat kepalanya, ia masih mengunyah makanan yang terakhir ia suapkan. Ia menunggu New berbicara.

"Aku ingin minta maaf. Tentang membuatmu khawatir dan perusahaan ayahku. Aku tidak tahu bagaimana dirimu yang sebenarnya karena aku pun mengingatmu hanya sebatas Tay Tawan ketua fotografer di sekolah dulu." New menggigit bibir bawahnya menunggu reaksi Tay. Namun pria di hadapannya ini tidak mengeluarkan reaksi apapun. Maka New membuka mulut melanjutkan.

"Ku rasa memikirkan apapun sekarang tidaklah berguna. Aku ingin kita menjalani ini sebagaimana mestinya. Jika kau bilang kita tidak saling mencintai, bagaimana jika kita saling berteman saja?"

Berteman saja?

Tay menggerakkan bola matanya acak, tangannya meraih gelas dan meminum isinya cepat.

FORGET ME NOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang