Tidak terasa sudah seminggu ia dirawat di rumah sakit ini. Dan sudah seminggu juga ia terus-terusan berada dalam ruangannya, sesekali ia pergi ke sebuah ruangan khusus untuk meransang pergerakan ototnya yang sudah lama tidak di gerakkan. Tapi tetap saja, ia bosan. Matanya berpaling dan melihat kearah jam dinding yang berada di sisi kanannya. Sekarang kondisi hanya dia seorang diri di ruangan ini. Sudah 2 jam yang lalu sosok Tay pergi entah kemana setelah terus-terusan menampakkan batang hidungnya di hadapannya.
Ngomong-ngomong tentang terus-terusan berada di ruangannya. Bukankah Dokter Singto yang tampan itu sempat mengatakan agar dirinya sedikit demi sedikit melatih anggota tubuhnya agar bergerak? Ia belum pernah bergerak sendiri tanpa bantuan siapapun, Apa dia perlu melakukannya sekarang? Hitung-hitung tak ada seorang pun sekarang disini.
New menurunkan selimut yang menutupi tubuhnya dan beranjak duduk. Ia menatap lantai sejenak. Sejujurnya saja ia merasa gugup. Sangat gugup. Sejak terbangun dari koma. Dia belum sama sekali mencoba untuk berjalan tanpa bantuan orang lain. Apa kakinya akan baik-baik saja?
"Tidak akan pernah tahu kalau belum dicoba." gumamnya dan mulai menggerakkan kakinya untuk turun dari kasur. Ia juga memilih untuk berpegangan pada meja nakas yang berada di samping kasur. Dia perlu pegangan terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk berjalan dan berdiri sendiri kan?
"New Thitipoom, kau bisa. Kau bisa.. Kau bisa.." New terus-terusan mengucapkan kata-kata itu untuk meyakinkan dirinya sendiri. Namun saat ia mencoba berdiri dan melepaskan pegangannya pada meja. Ternyata bagi seseorang yang sudah beberapa hari tak berjalan, lumayan sulit untuk tidak oleng.
"Ehh?"
PRANG!
Saat keseimbangan tubuhnya sedikit terganggu. Tidak sengaja tangannya menyenggol gelas yang berada di atas meja dan terjatuh kemudian pecah. New terdiam melihat ulahnya. Dengan langkah yang masih linglung. Ia bergerak untuk membereskan kekacauan yang baru saja ia akibatkan. Namun mungkin keberuntungan yang tak memihaknya. Serpihan gelas yang pecah itu menyentuh kakinya. Dan tak lama dari itu pintu kamar rawatnya terbuka dan memunculkan sosok Tay disana. Untuk sesaat keduanya saling berpandangan. Namun itu tidaklah lama hingga pandangan Tay jatuh ke arah serpihan gelas kaca yang berserakan dan kaki New yang nampak berdarah.
"Apa yang terjadi?!" Tay melempar asal kantung berisikan -entah apa itu- lalu bergerak mendekat kearah New. Ia berjongkok dan melihat kaki New lalu kembali berdiri. Tanpa aba-aba Tay langsung mengangkat tubuh New dan segera mendudukkannya kembali ke atas kasur.
"Sebenarnya sedang apa kau?" Tay bertanya sembari membersihkan serpihan gelas kaca yang berserakan. New tak menjawab dan tak membuka suara. Entah kenapa ia merasa malu.
Tay menatap New cukup lama dan memperhatikannya. Namun pemuda manis tersebut masih tak mau bersuara. Setelah selesai dengan serpihan gelas yang berserakan. Ia beralih pada telepon yang berada di ruang rawat dan melakukan panggilan. "Pasien di kamar 93 mengalami luka di kaki. Bisa datangkan tenaga medis segera? Terima kasih."
Tak memerlukan waktu yang lama untuk 2 orang perawat agar segera datang. Dan hanya membutuhkan 10 menit untuk menghadirkan perban di telapak kaki New.
"Untung saja ini bukan luka yang besar. Semuanya akan baik-baik saja." Terang perawat tersebut sebelum pamit untuk keluar dari ruangan tersebut.
Kini tinggallah Tay dan New berdua saja. "Kau belum menjawabku. Kenapa kau bisa memecahkan gelas dan melukai diri sendiri seperti ini?" Tanya Tay.
New masih tak mau membuka suaranya dan itu membuat Tay sedikit tak sabar. "New Thitipoom... Aku sedang berbicara padamu." Hembusan nafas berat terdengar dari mulut New. "Aku bosan." ucapnya pada akhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORGET ME NOT
Short StoryNew Thitipoom terbangun dari komanya setelah mengalami kecelakaan, seingatnya Tay Tawan hanyalah teman SMA, tapi... kenapa Tay mengatakan jika mereka sudah menikah? Amnesia New membawanya pada masa depan yang penuh kejutan, sementara masa lalunya ya...