"Tay. Sebenarnya kau siapa?" Tay terdiam dan langsung menghentikan langkahnya. Pertanyaan itu begitu jelas ia dengar. Untuk beberapa saat Tay merasa tidak ada seorangpun yang berada di sekitarnya. Kosong.
"Tay?" Suara New kembali terdengar. Tay masih menutup rapat mulutnya dan menatap kosong ruang hampa di depannya. Dan setelah itu terdengar helaan nafas dari Tay.
SRAT
New terlonjak saat Tay melepaskan gendongannya lalu menurunkannya pelan. Saat New merasakan kakinya sudah bisa menyentuh permukaan lantai, Tay berbalik dan menghadap kearahnya. "Kurasa kau sudah bisa berjalan sendiri. Ayo kembali ke ruang rawat." Setelah mengatakan hal itu. Tay berjalan terlebih dahulu. Namun seperti tidak menyerah. New memegang lengan Tay untuk menahan pemuda itu agar tidak pergi.
"Tay. Bisa aku kembali bertanya?" New memandang sosok Tay yang sedang berada di hadapannya. Dan mau tidak mau itu membuat Tay membalas tatapan New padanya.
"Apa yang ingin kau tanyakan?" Tanya Tay. New nampak menimbang-nimbang apa yang akan ia tanyakan untuk beberapa saat. "Apa kau bahagia?"
Terjadi cukup lama jeda setelah pertanyaan itu New layangkan. Tay diam untuk beberapa saat sebelum ia nampak menarik nafas panjang lalu tersenyum tipis. "Aku bahagia." jawab Tay.
New memandang Tay dengan penuh arti. "Kau bohong." ucap New kemudian. Tay menatap New datar. "Kenapa kau bisa berkata kalau aku berbohong?" Tanya Tay.
"Karena, terkadang mata bisa lebih banyak bercerita daripada bibir. Dan saat ini aku melihatnya padamu."
.
.
.
Tay membuka lembaran demi lembaran majalah gadget itu dengan tenang. Namun walaupun demikian, mata itu masih dengan tajam memperhatikan New yang sedang berada di atas kasurnya. Pemuda manis itu tengah duduk sembari menatap makan malamnya dengan melamun. Tay perlahan-lahan menurunkan majalah gadget itu dari wajahnya.
"Ehem." Tay sengaja mengeluarkan dehemannya untuk menyita perhatian New disana. Namun sepertinya itu tidak berhasil. Tay sedikit membenarkan posisi duduknya. Matanya masih menatap New, namun kali ini terlihat sedikit ragu-ragu. Sejak pertanyaan tentang 'Siapa sebenarnya dirimu?' yang dilayangkan New padanya. Entah kenapa pemuda manis itu terlihat diam.
"Oi! Makanan harusnya dimakan, bukan cuma dipandangi seperti itu." Setelah mengatakan hal itu buru-buru Tay mengalihkan pandangannya dari New. Sementara itu New yang mendengar ucapan Tay itupun menolehkan wajahnya menatap Tay yang masih nampak nyaman duduk di sofa. "Aku tidak mau." Ucap New datar. Tay mengerjap-ngerjapkan matanya setelah mendengar ucapan New. Apa dia bilang? Tidak mau?
"Apa katamu? Tidak mau?" Tay bertanya. New tidak memperdulikan Tay yang sedang menatapnya kesal. Ia pun dengan segera meletakkan piring itu ke atas meja nakas. "Kau benar-benar serius tidak mau makan?" Tay kembali bertanya. Kali ini pemuda itu sudah meletakkan majalah gadget itu di atas meja. New kembali menoleh ke arah Tay. "Aku bertanya padamu siapa sebenarnya kau. Tapi kau tidak menjawabnya. Jadi kurasa aku harus berhati-hati pada orang yang tidak aku ketahui identitasnya kan? Mungkin saja makanan ini sudah diracuni?"
Tay membuka sedikit mulutnya mendengar ucapan New. Apa-apaan ini? Orang ini sedang merajuk ya? "HAH? Racun? Kau menuduhku meracunimu?" Tay berdiri dari duduknya dan mulai berjalan melangkah menuju New. "Kalau tidak mau dicurigai, jadi katakan siapa kau? Bagaimana aku mempercayaimu kalau aku saja tidak tahu siapa kau?"
"Apa itu penting sekarang?"
"Tentu saja... Mungkin saja kan kau salah satu anggota teroris dan sedang memanfaatkan amnesiaku? Lagipula... Kenapa kau mau saja aku repotkan kalau tidak ada maksud terselebung?"
KAMU SEDANG MEMBACA
FORGET ME NOT
Short StoryNew Thitipoom terbangun dari komanya setelah mengalami kecelakaan, seingatnya Tay Tawan hanyalah teman SMA, tapi... kenapa Tay mengatakan jika mereka sudah menikah? Amnesia New membawanya pada masa depan yang penuh kejutan, sementara masa lalunya ya...