ALONE - 21

869 120 31
                                    

Hilir mudik rumah sakit ini terjadi disebabkan kecekakaaan beruntun di perempatan kota. Kecelakaan tersebut menyebabkan sepuluh orang luka berat dan lima belas lainnya luka ringan. Para dokter dipaksa bertugas lebih pagi karena kecelakaan tersebut.

Yoongi hampir saja masuk ke UGD tempat para korban kecelakaan sebelum Nami datang dari pintu utama rumah sakit dengan tampilan yang berantakan. Dan Yoongi lebih terkejut lagi saat Seokjin turut datang dengan seorang anak di gendongannya. Yoongi jadi merasa dejavu, beberapa waktu lalu Seokjin juga datang dengan tampilan yang sama.

"Dokter, pasien kecelakaan harus segera ditangani." Seorang suster mencoba mengalihkan perhatian Yoongi untuk segera masuk ke ruang UGD. Tapi Yoongi menarik salah seorang rekan dokternya yang baru saja datang untuk menggantikannya menangani pasien kecelakaan.

Benar saja, Nami berlari kearahnya. "Yoongi! Tolong Jimin." Yoongi mengangguk samar.

"UGD penuh. Bawa Jimin keruang rawat dekat ruanganku saja." Yoongi berlari didepan Seokjin dan Nami.

Seokjin masuk kedalam ruangan dengan Jimin di gendongannya. Diletakkannya Jimin di brankar pesakitan. Seokjin menghembuskan napas kasar. Seokjin pikir dia panik sebab melihat Nami. Seokjin hanya tidak tau perasaan seorang kakak itu sangatlah  kuat dan murni.

Yoongi tidak punya waktu untuk menegur Seokjin agar tetap ditempatnya turut serta menangani Jimin. Jimin terlihat pucat dan napasnya pendek. Penanganan harus segera di berikan. 

Seokjin mundur perlahan saat melihat Yoongi yang menangani Jimin dengan raut yang terlihat khawatir. Seokjin merasa, Yoongi akan memilih Jimin seandainya dia dan Jimin terluka diwaktu yang sama.

Beberapa perawat datang setelah Nami memanggil beberapa rekannya untuk membantu Yoongi.  Dan Seokjin memilih untuk keluar dan menemui Nami.

Nami bahkan terlihat lebih kacau saat Seokjin perhatikan. Nami adalah seorang perawat tapi dalam situasi ini, Nami bahkan tidak dapat mengontrol dirinya. Jimin bukan siapa-siapa bagi Yoongi dan Nami, tapi pengaruhnya sebesar itu bagi mereka. Sedangkan Seokjin dan keluarganya bahkan tidak pernah tau apa yang dirasakan Jimin.

Seokjin melenggang meninggalkan Nami yang terduduk dengan kedua tangan menutupi wajahnya. Seokjin pikir ia akan kembali memikirkan situasi saat ini. Seokjin butuh waktu untuk dirinya sendiri. 

••ALONE••

Seokjin pergi ke bar tengah kota tepat di daerah elit bagi para konglomerat. Seokjin sudah memiliki kartu pengunjung tetap disana sejak beberapa tahun lalu. Seokjin tidak pernah memberi tahu  Yoongi atau Nami. Dua orang tersebut adalah tipe orang yang percaya dengan perbuatan baik. Seokjin juga begitu. Anggap saja tempat tersebut sebagai pelarian Seokjin ketika telinganya enggan mendengar dan mulutnya lelah menjelaskan.

Seokjin berjalan ke pojok ruangan area privat. Seorang bertender datang membawa minuman yang biasa Seokjin pesan. Satu botol wiski dengan kadar alkohol berkisar 40-50 persen. Seokjin tidak akan mabuk dengan itu, toleransi alkohol cukup tinggi. Dan Seokjin tidak berniat mabuk, hanya ingin sedikit menenangkan pikirannya.

Antara Jimin yang terus sakit, Ibunya dan ayah yang tidak akur, kemudian merambat pada suatu kenyataan yang tidak pernah Seokjin inginkan. Rasanya berat sekali untuk mengatasi semua itu. Dengan keadaan Seokjin yang pernah memiliki riwayat anxiety.

Seokjin menatap segelas Wiski yang baru saja ia tuangkan ke dalam cangkir. "Setidaknya aku sudah cukup dewasa untuk tetap menjadi waras." Seokjin menghabiskan segelas minuman tersebut dalam satu kali tenggak. Rasa terbakar mengisi rongga tenggorokannya untuk sesaat.

Gelas dan meja beradu menimbulkan bunyi saat Seokjin meletakkannya. Tangan besar Seokjin memijit pangkal hidungnya, mencoba meredakan kicauan yang selalu ada di kepalanya. Dan beberapakali Seokjin menghembuskan napasnya dengan berat. Sampai pada hebusan napas yang berat dengan mata terbuka dan penuh keyakian. Langkah besar ini diambil Seokjin dengan semangat.

STILL ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang