Alone 33

269 39 19
                                    

Untaian kata yang tertulis rapi dalam lembar paling tengah buku harian milik Jimin menjelaskan persepsi penulis pada kehidupan miliknya. Sebuah rasa sakit yang Jimin rasakan. Sudut pandang dari Jimin mengenai keadaan yang di alaminya.

Lembar setelahnya dan sebelumnya kosong. Seokjin membalik mencari barangkali ada lembar-lembar kesakitan berikutnya. Namun nihil, Jimin menuliskan perasaannya di antara lembar kosong. Itu karena Jimin tidak ingin orang lain tau tentang perasaannya.

Jimin pikir tidak akan ada yang menemukan tulisan itu bila menuliskan di antara lembar kosong tersebut. Buku harian miliknya ia isi dengan beberapa foto dari momen yang dia lalui bersama orang-orang tersayangnya. Jimin juga menuliskan penjelasan dari foto yang di tempelkan.

"Jimin, sungguh maafkan kakak. Kau harus bangun. Biarkan Kak Seokjin menebus segalanya." Seokjin menunduk membiarkan air mata miliknya mengalir deras.

Terlarut dalam kesedihannya, tanpa sengaja lengannya membalik salah satu foto yang tetangkap indranya. Foto Seokjin, Jimin, Taehyung, Namjoon, Hoseok dan Nami. Foto yang di ambil saat mereka makan bersama di kedai milik Kakek Shin.

Makan bersama teman-teman yang berharga dan Kak Seokjin, kakakku yang paling aku sayang.
Hari ini adalah yang paling menyenangkan, setelah nongkrong-nongkrong di kedai Kakek Shin, Kak Seokjin mengantarkan aku pulang. Kapan lagi di ajak satu mobil dengan Kak Seokjin.

Melihat tulisan tersebut, Seokjin makin tergugu. Bagaimana bisa Jimin begitu menyayangi kakak seperti Seokjin. Bahkan setelah semua yang terjadi. Dalam buku itu, Jimin bahkan tidak pernah melihat Jimin menjelekkan dirinya.

"Kenapa aku adalah Kakakmu Ji? Aku tidak pantas menjadi Kakakmu. Kenapa tidak orang lain yang begitu menyayangimu."

Seokjin menjatuhkan kepalanya di atas meja kerjanya. Air matanya terus mengalir membasahi pipinya. Penyesalan karena mengabaikan Jimin menyiksa perasaannya sangat dalam.

Buku yang di berikan Taehyung padanya saat menunggu Jimin, seperti tamparan telak pada hatinya.

••ALONE•

Kabar baik akhirnya datang, Jimin bagun dari tidurnya. Yoongi sebagai dokternya lekas memeriksa pasien kesayangannya. Semua orang menunggu di depan pintu ruangan.

"Jimin, bisa dengar Kak Yoongi? Jika bisa, kedipkan matamu."

Yoongi mengamati respon Jimin yang kemudian mengedip secara pelan. Jimin sedang berusaha mengingat semuanya dan mengumpulkan tenaganya.

Bila di pikir lagi, Jimin benci sekali terlihat selemah ini dengan alat-alat kesehatan yang menempel pada tubuhnya. Dan dengan keadaan sebelumnya yang membuatnya tambah menyedihkan.

"Syukurlah kau benar-benar sadar. Semua orang khawatir padamu. Ayah dan ibu ada diluar untuk menunggumu. Mau bertemu mereka?" Yoongi mendekatkan diri pada Jimin sembari mengusap kepalanya.

Semua suster sudah keluar ruangan dan memanggil semua orang agar bisa masuk dan menjenguk Jimin.

Yoongi tak mendapati respon dari Jimin. Anak itu diam saja. Pandangan matanya kosong cenderung sendu. Yoongi mencoba menyelami  sendu itu. Jimin sedang sangat terluka saat ini.

Pintu terbuka. Ayah, ibu, Kak Seokjin masuk secara berurutan. Mendengar pintu berderit, Yoongi menjauh dari ranjang Jimin. Maksud hati ingin mempersilahkan mereka agar melihat Jimin lebih dekat.

Tapi Yoongi gagal memahami raut tidak suka yang Jimin tunjukkan. Anak itu melepas nasal canulanya dengan tangan yang lemah. Bibirnya menggumam "pergi!"

Seokjin lebih dulu mengetahui gelagat adiknya lantas mencegah gerakan Jimin itu. Adiknya membutuhkan alat itu untuk bernafas.

"Jimin jangan lakukan itu!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

STILL ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang