Gramophone tua di sudut ruangan terus memutar ulang lagu yang sama. Seorang pria yang duduk tepat di sampingnya kelihatan tidak peduli, matanya yang kosong memandang tembok putih yang mengelilinginya, mengurungnya di sini hingga komplotannya datang dan membawakannya sebuah kabar yang ia nanti-nanti.
Mulutnya terbuka sedikit saat kepalanya mendongak untuk menatap langit-langit. Satu, dua, tiga....ia mencoba menghitung dan mengingat-ingat sudah berapa lama ia berada di sini dan mengapa para pecundang itu tak kunjung membebaskannya juga. Mereka semakin tidak berguna saja. Jika lebih lama lagi ia tinggal di rumah sakit jiwa maka ia akan benar-benar gila!
Hakim yang cerdik! pikirnya. Hakim itu tahu apa yang membuatnya jauh lebih tersiksa daripada terkurung di balik jeruji besi.
Pukul 22.00, dua orang perawat datang dan menyutikkan sesuatu ke lengannya. Ia hanya memandangi mereka satu persatu dengan datar, para perawat itu masih sama takutnya seperti saat pertama kali mereka berhadapan dengannya. Tidak berani menatap dan dengan terburu-buru melakukan tugasnya, kemudian pergi.
Hanya ada satu orang yang betah berlama-lama dengannya yaitu Dokter Delinsky, tapi sayang terapi yang menyebalkan terpaksa membuatnya harus menggigit leher Dokter Delinsky hingga Dokter muda itu mati.
"Waktunya tidur Mr Barone, maaf kami harus menghentikan lagunya"
Tanpa mengatakan apa-apa dia hanya memandangi kedua orang perawat itu sehingga mereka kabur secepat mungkin dari ruangannya setelah mematikan Gramophone yang sepanjang gari menemaninya di ruangan persegi ini.
Oh, andai saja baju pasien ini tidak membatasi geraknya ia jamin kedua orang perawat itu sudah mati dengan tubuh yang tercabik-cabik seperti habis dibunuh oleh anjing liar.
Lampu mati tak lama setelah bunyi sirine jam tidur terdengar. Di dalam kegelapan mata biru itu masih terbuka lebar, ia tidak pernah tidur, jikalau pun matanya terpejam pikirannya tetap terjaga menghitung menit yang telah ia buang dengan percuma di rumah sakit jiwa.
Seharusnya ia sudah bisa merebut kembali permata itu, seharusnya ia sudah dapat membalaskan dendamnya kepada bedebah Van Bergen. Namun tidak ada gunanya merutuki kesialan yang telah terjadi, ia sudah terkurung di sini dan hanya bisa menunggu komplotannya datang untuk membawanya pergi. Sebenarnya bisa saja ia membebaskan dirinya sendiri, sangat mudah malah sebab keamanan di sini begitu payah. Tapi anak buahnya yang bodoh yang berkeliaran di luar sana punya tugas untuk mengamati gerak-gerik Van Bergen, pria itu menjaga permatanya seperti menjaga anak sendiri sejak permata itu nyaris mereka curi.
Kabar terakhir yang ia dapatkan bajingan tua itu akan berlayar bersama barang-barang antiknya menuju ke Amsterdam, tempat yang bagus untuk menghabiskan masa tua bersama harta yang melimpah.
Matanya menyipit di dalam kegelapan saat ia mendengar suara pintu besi dipukul kuat. Pintu bergoyang, seakan-akan seseorang yang ada di luar sana ingin mendobraknya. Ia duduk dengan tenang, namun mengumpulkan segenap kekuatan di kedua kakinya, meski ia sudah ditahan banyak bajingan di luar sana yang masih menginginkan nyawanya.
Pintu terbuka lebar dengan dorongan yang kasar. Cahaya yang terang masuk menerangi ruangannya yang gelap gulita. Di ambang pintu ia melihat empat orang pria dengan seragam anti peluru datang dan menghampirinya. Mereka semua membawa senjata berlaras panjang, ia mendengus muak mengetahui siapa yang datang.
"Aksi yang terlalu berlebihan hanya untuk membebaskan seorang pasien dari rumah sakit jiwa"
Salah seorang dari mereka membuka helmet yang menutupi seluruh wajahnya, "Kau tidak tahu bagaimana ketatnya penjagaan di luar, tempat ini berubah menjadi tahanan narapidana sejak kau datang"
Ia memutar mata, bangkit lalu menyuruh oramg-orangnya untuk melepaskan baju pasien sialan yang mengurungnya.
"Van Bergen berlayar besok malam, kita harus sampai di Amsterdam lebih dulu daripada bajingan itu"
"Jangan mengajariku"
Ia mengambil sebilah belati kecil yang ia simpan di bawah kasur lalu membuka salah satu ubin dan pergi begitu saja meninggalkan orang-orang yang telah membebaskannya.
'Pecundang' umpatnya di dalam hati. Lihat betapa mudahnya ia bebas, pelayaran Van Bergen lah yang membuatnya harus bertahan begitu lama di tempat terkutuk itu!
— TBC —
Goedemorgen! Mana nih yang nungguin Exotic Dances Collection lanjut lagi?
Vote+comment for next!
KAMU SEDANG MEMBACA
En Pointe (Exotic Dances Collection 4) / Complete
RomansExotic Dances Collection #4 Impian Sophie Banks hanyalah satu yaitu menjadi tokoh utama pada seni pertunjukan balet tingkat internasional, dan impian itu nyaris terwujud andai saja tragedi pembunuhan John Van Bergen tidak terjadi di pertengahan pert...