Pagi ini Sophie bangun seperti biasa, dibangunkan oleh kucing putih kesayangannya yang ia beri nama Beryl. Kucing gemuk itu selalu mengeong meminta sarapan pada pukul 7 pagi, jika Sophie sulit untuk dibangunkan ia akan kesal dan melompat naik ke atas tubuhnya untuk mengeong tepat di depan wajah Sophie yang masih terlelap. Uh, terkadang Sophie bingung siapa tuannya di sini tapi baiklah, bukan masalah Beryl sudah ia anggap sebagai teman sejati.
Menuangkan makanan kucing ke dalam mangkuk sarapan Beryl, Sophie tersenyum kecil melihat kucingnya yang gemuk itu berlari untuk menyantap sarapannya.
"Kau harus diet Beryl, pria tidak suka wanita yang terlalu gemuk"
Beryl mengeong dan kembali melanjutkan makannya seolah-olah ia tidak peduli.
Ya, Sophie juga tidak peduli. Ia tidak akan melakukan apa pun untuk seorang pria terlebih lagi menjaga ketat makanannya. Jika Sophie punya tubuh yang ideal hari ini semua itu karena tuntutan profesi, dan tentu saja menari membakar banyak kalori jahat di dalam tubuhnya.
Sophie pergi ke dapur lalu mengambil sekotak sereal dari lemari, ia menuangkannya ke mangkuk bersama susu dingin yang ia simpan di dalam kulkas. Ya, beginilah Sophie selalu memulai harinya. Sarapan bersama seekor kucing yang sangat ia sayangi lalu pergi ke studio untuk latihan. Tapi sepertinya hari ini studio tidak buka, Madame Paulin pasti masih sibuk menjadi saksi untuk kasus pembunuhan kemarin. Sangat disayangkan, John Van Bergen tidak terselamatkan persis seperti dugaan Sophie. Pria itu merenggang nyawa di rumah sakit pada pukul 1 dini hari dan akan dimakamkan siang ini.
Semoga ia dapat beristirahat dengan tenang.
Dan soal pembunuhnya masih belum ditemukan. John Van Bergen seperti dibunuh oleh hantu saja, pelakunya sama sekali tidak meninggalkan jejak apalagi barang bukti. Sophie bertanya-tanya, bagaimana pembunuh itu dapat menggorok leher John Van Bergen kurang dari 3 menit tanpa meninggalkan bukti sama sekali? Benar-benar pekerjaan yang bersih dan rapi.
Ding...dong...
Bel berbunyi, dahi Sophie berkerut dalam mengira-ngira siapa yang datang ke apartemennya pagi-pagi begini. Ia meninggalkan serealnya di meja, kemudian pergi menuju ke pintu depan lalu membuka pintunya untuk melihat siapa yang datang. Kedua bola matanya membesar, bibirnya sedikit terbuka, matanya menatap langsung wajah seorang pria yang berdiri di depan pintu apartemennya dengan senyun yang merekah.
Sialan, katakan Sophie tidak bermimpi!
Sophie memang menanti-nanti kedatangan pria itu meski ia tidak yakin akan dapat melihat wajahnya lagi setelah kemarin malam. Sophie tak berharap karena ia juga lupa meninggalkan informasi apa pun selain nama depannya saja. Tapi pria itu menepati janjinya, datang untuk mengembalikan mantel yang Sophie pinjamkan.
Jujur Sophie merasa senang mereka dapat bertemu kembali, terlebih lagi pria itu terlihat jauh lebih baik pagi ini dengan mengenakan kemeja lengan panjang dan juga celana jeans, pria itu juga tak berjalan bertelanjang kaki lagi. Firasat Sophie ternyata benar, pria itu memang bukan seorang gelandangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
En Pointe (Exotic Dances Collection 4) / Complete
RomanceExotic Dances Collection #4 Impian Sophie Banks hanyalah satu yaitu menjadi tokoh utama pada seni pertunjukan balet tingkat internasional, dan impian itu nyaris terwujud andai saja tragedi pembunuhan John Van Bergen tidak terjadi di pertengahan pert...