Dialog

307 63 2
                                    

Dahyun beberapa kali merutuk dirinya sendiri, ia merasa bodoh dan gampangan hanya dalam beberapa saat setelah pengakuan Jimin. Bahkan ia ceroboh tidak memikirkan apakah perkataan Jimin benar atau hanya dibuat-buat. Di dalam kamar mandi Dahyun juga memukul kepalanya berkali-kali, ia harusnya sadar siapa Park Jimin yang sedang menunggunya di ruang televisi saat ini. Pria yang dikenal sikap buayanya.

Suara narasi seorang pria terdengar dari televisi yang menayangkan channel national geographic. Seekor cheetah Afrika sedang memangsa rusa dengan buas. Kedua mata Jimin yang tadinya fokus pada tayangan di depannya itu seketika menoleh saat mendengar suara langkah Dahyun yang keluar dari kamarnya. 

Perempuan itu sudah berganti pakaian dari piyama kuning miliknya menjadi kaus oversize putih dan celana kotak-kotak hitam. Ia berhenti melipat kedua tangannya di dada dan bersender di bar dapur, menghadap ke arah Jimin. Kedua mata mereka bertemu tapi tak ada satupun yg memulai pembicaraan.

Sejujurnya Dahyun masih bingung dan canggung harus memulainya lagi darimana. Sedangkan Jimin menunggu reaksi Dahyun setelah kejadian tadi, ia juga sudah bersiap jika saja perempuan itu menyesal. Beberapa detik mereka hanya berdiam dan membiarkan kedua mata mereka bertemu, saling mendalami pikiran masing-masing. Jarak mereka pun cukup jauh, dapur dan sofa ruang tengah.

"Soal -"

"Gue -"

Bersamaan Jimin dan Dahyun memecah keheningan diantara mereka.

"Soal yg tadi, lo baik-baik aja? Atau gue- "

Dahyun segera menggeleng cepat. Ia sudah tau apa yg akan dikatakan Jimin dengan raut muka khawatirnya.

"Gue cuma.." Dahyun menggaruk rambut belakangnya yang tidak gatal.

"Nyesel?"

Tebakan Jimin tepat ke inti perasaan yg dari awal Dahyun bingung bagaimana cara mengungkapkannya.

"Sorry, tapi jujur gue masih belum bisa sepenuhnya percaya sama apa yg tadi gue denger dari lo" ungkap Dahyun. Ia mungkin tadi boleh ceroboh, tapi seperti kata SinB semuanya harus dibicarakan secara dewasa.

"Gue ngerti kok" Jimin tersenyum lega menggeser posisi duduknya menghadap Dahyun yang masih berdiri di depan bar dapur. Setidaknya Dahyun berkata jujur, tidak 

"Sekarang, lo boleh tanya apapun ke gue" lanjut pria itu.

Dahyun menguncir kuda rambutnya dengan ikat rambut yg sebelumnya melingkar di pergelangan tangannya. Ia menarik kursi dapur dan duduk di tempatnya berdiri tadi. Masih dengan jarak yg cukup jauh dari sofa tempat Jimin berada.

"Kenapa lo nggak ngomong jujur waktu pertama-"

"Bukan. Kenapa lo nggak nyapa gue waktu di LA?" ralat Dahyun. Dipikir-pikir ia harus bertanya dari kejadian awal.

Jimin menggeleng ragu. Hanya sekali. Kemudian ia mengubah posisi duduknya condong ke depan, dengan kedua tangan diatas paha dan jari-jari kedua tangannya saling terikat mengepal.

"Gue sendiri nggak tau, semua tiba-tiba aja. Setelah beberapa tahun tiba-tiba lo muncul aja di depan gue. Apalagi lo yg nggak bereaksi apa-apa waktu kita saling pandang" jelas Jimin.

Cukup masuk akal. Dahyun juga tidak tau harus bagaimana jika tiba-tiba tidak sengaja bertemu dengan seseorang yg telah hilang dari hadapan kita selama bertahun-tahun dan parahnya orang tersebut tidak mengenali dirinya.

"Dan sampai sebelum gue inget semuanya, kenapa lo nggak cerita?" tanya Dahyun lagi.

"Lo bahkan punya waktu bertahun-tahun sebelum gue inget, bahkan akan lebih mudah lagi dari awal buat batalin pertunangan kemarin" lanjut perempuan itu tanpa jeda.

Deal or NoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang