* judul part ini terinspirasi dari lagu Mbak IU di media atas itu. bisa di play man teman *
Jimin melajukan mobilnya seperti orang kesurupan, membuat Dahyun takut hingga kedua tangannya memegang erat handle hand grip yang diatas tempat duduknya. Sebenarnya ia termasuk orang yang menikmati kecepatan. Tapi berbeda dengan keadaannya sekarang, melihat Jimin disampingnya menginjak gas dan menyalip beberapa mobil sekaligus membuat jantung Dahyun seakan-akan berlari dari tempatnya.
"Ya! Apa yang kau lakukan, hentikan mobilnya!"
Jimin tak bergeming mendengar teriakan Dahyun.
"Park Jimin kau membuatku takut!"
'Ciiiittt...' suara decit mobil yang dipaksa berhenti oleh pengemudinya. Mobil Jimin telah berhenti di pinggir jalan.
Dilihatnya perempuan disebelahnya. Dahyun menutup mata dan kedua tangannya masih memegang erat handle hand grip. Dadanya naik turun menahan detak jantung yang masih tak beraturan.
"Kau sudah bisa membuka matamu" ucap Jimin mengalihkan pandangannya ke depan. Jalan yang sepi.
Dahyun membuka matanya. Mengatur nafasnya kembali.
"Apa kau gila? Sebenarnya ada dendam apa kau denganku? Kau mau membunuhku? Karena apa?!"
Sudah tidak tahan, Dahyun meluapkan semua amarahnya.
"Dengan kau menculikku dan membunuhku, jangan harap teman-teman dan keluargaku akan diam saja"
Segera Dahyun mengambil ponsel dari saku hoodie yang ia pakai. Ia berniat menghubungi Ibunya atau SinB, benar, SinB pasti sedang kebingungan mencari dirinya. Namun Dahyun sedikit kesusahan membuka pattern kunci ponselnya karena jemarinya masih bergetar hebat. Belum juga bisa membuka, Jimin merebut ponsel Dahyun dari tangannya.
"Ya!"
"Ya?! Hah!" balas Jimin tak percaya lagi-lagi dia mendapat panggilan 'Ya' dari Dahyun.
"Kau! Siapa yang menyuruhmu berkeliaran tengah malam begini, sendiri? Lalu, apa kau tidak seharusnya pulang? Bagaimana bisa kau menghiraukan panggilan ibumu dan justru berjalan-jalan diluar?!"
Seharusnya Dahyun melanjutkan teriakan marahnya, tapi justru Jimin berbalik meneriaki Dahyun. Dan untuk beberapa detik Dahyun berusaha mencerna kalimat Jimin.
"Aku tidak sendiri, kau juga lihat tadi, sahabatku bersamaku! Lalu, bagaimana bisa kau tau ibuku mencariku?! Kalaupun kau tau, itu juga bukan urusanmu!" tak kalah sengit Dahyun balas meneriaki Jimin.
"Dan bukan urusanmu juga aku harus berjalan-jalan di malam hari, siang hari, ataupun pagi hari. Intinya kau tidak memiliki hak untuk menanyakan itu padaku!"
Tanpa membalas tatapan Dahyun yang sengit padanya, Jimin justru masih memandang jalanan depan yang kosong. Sedetik kemudian ia tersenyum kecil.
"Oke, kalau itu mau mu"
"Keluar" Jimin membuka kunci mobil.
Dahyun menatap Jimin bingung.
"Aku bilang keluar. Seperti katamu, aku tidak memiliki hak untuk mengatur urusanmu. Jadi keluarlah, kau juga tidak berhak memiliki urusan denganku"
Dahyun masih diam tak bergeming. Serba salah, ia tidak tau harus bagaimana. Jika keluar dari mobil Jimin maka ia harus sendirian di jalan yang sudah sepi tanpa ada yang lewat. Dan parahnya lagi Dahyun buta arah.
Jimin keluar dari balik kursi kemudinya. Berjalan ke sisi Dahyun dan membuka pintu disebelahnya.
"Kenapa? Masih tidak mengerti arti dari keluar? Atau kau mau membiarkan orang sepertiku mengurusi urusanmu?"
Tidak. Dahyun memantapkan dirinya bahwa dia sudah tidak ingin lagi berurusan dengan pria semacam Jimin. Apalagi setelah yang Jimin lakukan barusan padanya. Ia memilih keluar dan memasukkan kedua tangannya pada saku hoodie, menghindari angin malam yang segera menusuk tubuhnya setelah ia keluar dari mobil.
Benar saja. Tanpa basa-basi Jimin kembali mengemudikan mobilnya, meninggalkan Dahyun sendiri di pinggir jalanan sepi.
"Hah!" Dahyun melepaskan kemarahannya. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang dilakukan pria bernama Jimin itu terhadapnya. Tiba-tiba saja ia membawanya, memisahkannya dari SinB, mengebut dengan mobil yang ditumpanginya hingga rasanya Dahyun hampir mati, dan meneriakinya dimana yang seharusnya marah adalah Dahyun.
"Hash! Entah aku yang bodoh atau memang dia saja yang gila. Bagaimanapun aku memikirkannya ini semua tidak masuk akal" rutuk Dahyun pada dirinya sendiri.
Angin malam semakin dingin dan gencar menusuk tubuhnya yang hanya dibalut hoodie oversize dan celana panjang. Dahyun butuh jaket atau selimut. Tapi tidak mungkin. Jadi ia memilih untuk berjalan, entah akan kemana, yang pasti dia berusaha untuk pulang.
"Oh ya! Kenapa aku tidak menghubungi SinB saja. Dasar bodoh"
Ia merogoh saku hoodie, kemudian celana. Nihil. Ponselnya tidak ada. Dahyun baru ingat kalau ponselnya tadi direbut oleh Jimin dan belum dikembalikan.
***
Sudah merasa reda, Jimin justru menjalankan mobilnya pelan. Pikirannya sedang melayang kemana-mana, memutar balik waktu dan segala kenangan masa kecilnya. Kemudian tiba-tiba saja suara dering ponsel memecahkan lamunnya. Dilihat diatas dashboard, ponsel berwarna merah milik Dahyun menampilkan panggilan masuk dari 'Sayangku SinB'.
"Shit" Jimin mengutuk pelan. Dan detik selanjutnya ia memutar balik arah mobilnya. Menambah kecepatannya menuju tempat ia menurunkan Dahyun tadi.
Sialnya perempuan yang dicari Jimin sudah tidak ada di tempat awal. Ia kembali melajukan mobilnya, mencari Dahyun.
***
"Dasar, tidak pernah berubah. Keras kepala"
Jimin berdiri di depan Dahyun yang duduk meringkuk kedinginan di halte bus yang sepi dan sudah pasti tidak akan ada bus yang lewat.
Mendengar suara seseorang, Dahyun membuka matanya dan mendongak menatap seseorang di depannya.
"Kau baik-baik saja?" tanya Jimin sedikit khawatir melihat wajah Dahyun sembap. Ia berjongkok mensejajarkan dirinya dengan Dahyun.
"Kenapa kau kembali?" bukannya menjawab Dahyun justru bertanya balik dengan wajah datarnya pada Jimin.
Tidak menjawab pertanyaan Dahyun. Jimin melihat air mata turun begitu saja dari mata Dahyun dan segera menarik Dahyun dalam pelukannya. Mengelus rambut Dahyun pelan.
Tanpa suara Dahyun terisak di pelukan Jimin. Tubuhnya yang dingin bergetar menahan tangis. Sebenarnya ia takut ditinggalkan seperti tadi. Lebih takut lagi tidak ada yang bisa ia lakukan dan ia tidak bisa menghubungi satu orang pun.
Dan disaat seperti ini, seolah segala kecemasan datang di pikiran Dahyun. Membuat tubuhnya lemah dan ia merasa pusing tak berdaya. Sehingga tadi ia memilih untuk pasrah duduk di halte bus terdekat dari jalan ia diturunkan dan menunggu pagi.
"Hey, it's okay. It's okay. You safe..." Jimin menepuk halus punggung Dahyun dan mengeratkan pelukannya. Menyakitkan melihat Dahyun seperti ini, mengingatkannya kejadian itu. Sekitar 14 tahun lalu, saat 10 tahun Jimin yang menenangkan seorang 7 tahun Dahyun.
to be continued...
*sudah ya man teman, author tidur dulu hahaha*
KAMU SEDANG MEMBACA
Deal or No
FanfictionBagaimana jika kamu seorang idol terkenal tapi orang tuamu justru tiba-tiba berniat menghancurkan karirmu yang mulai cemerlang? Bercerita tentang seorang Kim Dahyun yang mati-matian menolak perjodohannya dengan seorang idol papan atas, Park Jimin.