Jeda Berpikir

894 99 1
                                    

Tahun 2013

Dahyun mematut dirinya di cermin, daripada gaun putih tanpa lengan yang satu jam lalu diberikan oleh Ibunya ia sekarang justru mengenakan celana denim, kaus putih, dan hoodie abu-abu oversize nya. Oke aku siap, batinnya.

Ponsel dengan case warna kuning milik Dahyun bergetar, segera diangkatnya.

"Udah siap?" suara dari balik ponsel itu.

"Udah, lo dimana?" tanya balik Dahyun sambil berjalan mengunci pintu kamarnya.

"Gue udah didepan"

"Sip, tunggu, gue keluar"

Dahyun memutus sambungan telepon dan memasukkan ponselnya ke dalam saku celana denimnya. Ia sedikit berlari menuju jendela. Membukanya dan menilik seberapa tinggi jika ia menjatuhkan diri dari jendela kamarnya yang berada di lantai dua. Mungkin tidak seburuk itu, batin Dahyun. 

Tanpa pikir panjang Dahyun menjatuhkan badannya yang disambut oleh atap miring barisan genteng dari tanah liat dan kemudian jatuh tepat di tanah kebun milik Ibu nya.

"Aww" rintihnya kesakitan. Tapi Dahyun segera bangkit sambil mengendap-endap menuju mobil merah kecil yang sudah terparkir di seberang jalan rumahnya.

"Gila lo, gue kayak abis liat pertunjukan sirkus" kekeh SinB setelah Dahyun berhasil duduk di kursi penumpang disampingnya.

"Dasar, emang ya paling seneng lihat gue sengsara. Udah jalan yuk, keburu ketahuan Eomma"

SinB melajukan mobil baru pemberian Appa nya. Keluar dari kompleks perumahan Dahyun dan berbaur bersama pengemudi kendaraan lainnya di jalanan Seoul.

***

"Lagian ngapain sih lo kabur-kaburan segala? Terus, itu ponsel dari tadi nggak mau berhenti getar buk..." protes SinB

Tidak peduli, Dahyun justru asik menjilat cream yang menempel di sedotan milkshake strawberry nya.

SinB geram melihat teman satu-satu nya bersifat aneh sejak pagi, sejak ia mendapat telepon Dahyun untuk membantu dia kabur dari rumah. Tanpa pikir panjang SinB mengangkat ponsel Dahyun dan menjawab telepon dari Nyonya Kim.

"Halo"

Seketika Dahyun mendelik melototkan pandangannya dan merebut ponsel nya dari telinga SinB. Dimatikan sambungan telepon dari Ibunya.

"Gila ya lo" umpat Dahyun.

SinB justru senyum-senyum jahil tak merasa bersalah.

"Lo belum cerita gue kali, kenapa lo kabur dari rumah?" tanya SinB lagi.

"Gue dijodohin"

"HAH?!" teriak SinB sampai tidak sadar ia sudah berdiri dengan ekspresi menyeramkan.

Dahyun segera  menarik tangan SinB agar kembali duduk.

"Shuut... malu dilihatin orang-orang seluruh kafe"

"Terus, terus, lo gimana? Lo mau dijodohin sama eomma lo?"

"Kalau gue mau, gue nggak mungkin duduk sama lo disini pesen milkshake sama nunggu cheeseburger " jawab Dahyun kesal karena teman didepannya ini cantik, mirip preman, tapi sering tulalit.

Masih dengan wajah syok nya SinB menghabiskan setengah milkshake melon yang dipesannya bersama french fries. Padahal yang seharusnya gundah itu Dahyun bukan dia, tapi beberapa kali SinB menepuk dadanya menenangkan diri.

"Jadi rencana lo kabur dari rumah sampai kapan?" tanyanya sedikit tenang. SinB tidak pernah bisa menyangka kalau saja dirinya di posisi Dahyun. Bayangan kejadian seperti dalam drama kolosal atau drama klasik bahwa jodoh setiap anak perempuan ada di tangan orangtua mereka, membuat SinB merinding seketika.

Dahyun menggeleng lemah.

"Gue juga nggak tau"

"Mungkin nanti malam gue balik rumah lagi"

Bagi Dahyun rumah merupakan satu-satunya tempat yang nyaman dimana ia bisa melakukan apa saja. Jadi bagaimanapun ia akan mempertahankan tempat nyaman baginya, dimana semua berawal, mimpi nya, kerja kerasnya, kasih sayang yang ia peroleh.

"Tapi kalau lo dipaksa kawin gimana?"

"Hush! Mulut nya ya... Nikah, bukan kawin"

SinB semakin gusar.

"Ya maksud gue itu, sama aja lah. Terus sekolah lo? Cita-cita lo?"

"Gue udah kenal banget sama Appa dan Eomma, dari kecil juga sama mereka. Satu-satunya jalan keluar adalah gue harus bisa bernegosiasi sama mereka. They give me, I give them. They take me, I take them"

Ucap Dahyun sedikit lega. Ia memang butuh waktu seperti ini untuk mencerna semua permasalahan dan mencari jalan keluar. Kalau saja Dahyun menuruti Ibu nya dan duduk patuh di depan orang-orang yang tidak ia kenal sebelumnya, mau tidak mau Dahyun berakhir merengek atau justru menuruti putusan mereka dengan pasrah seperti boneka.

"Kerad juga lo ya... ckckck" ucap SinB memandang Dahyun yang penuh ambisi.

"Bahkan nggak kebayang kalau gue jadi lo, hiii amit-amit"

'Ttak' Dahyun menjitak kepala SinB.

"Ah udahlah, yok pulang aja" ajak Dahyun.


To be continued ....

Deal or NoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang