Dahyun membuka kedua matanya, dilihatnya sekeliling ia sudah berada di kamarnya sendiri. Lampu kamar sudah menyala, dari balik celah jendela yg masih terbuka sedikit juga sudah gelap. Dengan pelan ia mencoba duduk karena badannya masih terasa lemas.
Dahyun mengingat semuanya. Semua. Bahkan sangat jelas perasaan dan ketakutannya waktu dulu. Masih terasa sampai sekarang hingga tangannya sedikit bergetar tanpa kendali. Tapi ia paksa tubuhnya untuk berdiri. Dahyun haus dan sedikit lapar.
Saat ia menuruni tangga, kedua orang tuanya ternyata belum tidur. Duduk berdua di sofa ruang keluarga dengan televisi yg menampilkan pertandingan sepak bola. Ibu Dahyun, Nyonya Kim, tidak menyukai acara olahraga. Biasanya justru beliau akan pergi tidur atau melakukan hal lain jika ayahnya sedang menonton pertandingan sepak bola.
"Loh, sudah bangun, enakan nak?"
Nyonya Kim berdiri menghampiri Dahyun, membantu putri sulungnya itu turun tangga.
"Aku haus Eomma"
Dahyun membuka lemari es tapi segera ditepis ibunya.
"Jangan minum air dingin dulu" segelas air putih disodorkan ibunya.
Saat minum Dahyun sempat melirik ayahnya yg mengecilkan volume televisi. Mungkin beliau juga ingin tau apa yg sedang terjadi, seperti tatapan ibunya saat ini.
"Kok Dahyun udah di kamar aja? SinB?"
"Justru ibu yg harusnya tanya ke kamu. Kamu ngapain aja tadi. SinB sampe nangis sesenggukan bawa kamu pulang udah pingsan"
Beberapa detik Dahyun tidak menjawab. Ia meneguk habis air putih pemberian ibunya. Nyonya Kim melihat Dahyun bingung, tak bisa disembunyikan raut cemas juga tercetak di wajahnya.
"Dahyun udah inget"
"Hm?"
Tuan Kim ikut menoleh ke dapur, ke arah putri dan istrinya berbicara.
"Dahyun inget semuanya. Ingatan yg Dahyun hapus. Termasuk kenapa Dahyun juga harus tunangan sama Jimin"
Nyonya Kim terkejut, ia bahkan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Begitu pun Tuan Kim, beliau sudah bergerak ke arah Dahyun.
"Tapi Dahyun pikir emang harus diakhiri, toh itu juga awalnya Dahyun yg bikin Jimin janji"
"Kamunya gimana?"
"Appa tenang aja, Dahyun baik-baik aja kok. Dahyun udah segede ini, kalaupun ada apa-apa Dahyun juga bisa cari bantuan"
"Eomma juga tenang aja, Dahyun tau kok apa yg lebih Dahyun butuhin"
Dahyun meletakkan gelas minumnya ke meja karena kedua tanganya kembali bergetar diluar kehendak Dahyun. Dan ia tidak mau terlihat oleh kedua orang tuanya.
Tuan Kim mendekat, memeluk putri pertamanya yg malang. Beliau mengelus kepala hingga punggung Dahyun. Rasanya sudah lama sekali Dahyun merasakan kembali pelukan ayahnya. Selama ini ia seperti kucing dan tikus dengan ayahnya yg bersikeras membuatnya mengikuti jalannya sebagai dokter.
"Appa minta maaf"
Sekalipun bukan sepenuhnya salah ayah dan ibu Dahyun, mereka diam-diam tetap merasa bersalah pada putri sulungnya. Mereka dulu sempat acuh dengan Dahyun kecil yg suatu hari merengek tidak mau sekolah karena diikuti oleh orang asing. Mereka pikir itu hanya alasan Dahyun karena malas berangkat sekolah.
Tapi karena Tuan Kim yg cukup disiplin dalam mendidik anaknya, Dahyun mau tidak mau tetap berangkat ke sekolah yg berjarak tidak terlalu jauh dari rumahnya dulu. Dari berangkat hingga pulang sekolah memang tidak terjadi hal apapun, orang yg sering mengikutiny juga tidak muncul hari itu. Namun setelah pulang dari sekolah, makan siang, berganti baju dan pergi lagi menaiki sepedanya main ke rumah Jimin, Dahyun merasa diikuti lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deal or No
FanfictionBagaimana jika kamu seorang idol terkenal tapi orang tuamu justru tiba-tiba berniat menghancurkan karirmu yang mulai cemerlang? Bercerita tentang seorang Kim Dahyun yang mati-matian menolak perjodohannya dengan seorang idol papan atas, Park Jimin.