Seminggu belakangan ini, Yosika disibukkan oleh keperluan Adam untuk bertemu investor di luar kota. Mulai dari mengurus tiket pesawat, hotel, sampai jadwal meeting Adam pun ia siapkan secara terperinci. Kali ini memang Yosika tidak ikut menemani Adam, karena ada beberapa hal yang harus ia urus di kantor. Tapi ia berjanji pada Adam, HP-nya akan selalu standby 24 jam kalau-kalau Bos-nya itu memerlukan bantuannya.
Pagi ini, Yosika sudah duduk manis di salah satu meja kafe corner sambil memandang kosong ke luar jendela. Ia mengembuskan napas berkali-kali seperti ada yang sedang dipikirkan. Wajah Petra tergambar jelas dalam pikirannya. Berulang kali mencoba melupakan perasaannya pada pria itu, namun, entah mengapa tidak ada pria lain yang benar-benar menarik di mata Yosika selain Petra.
Yosika mendesah pelan ketika Dito membawakan pesanan cappucinonya.
"Silahkan, Mbak," ujar Dito ramah.
Yosika memaksakan senyum. "Terima kasih."
Dito yang masih belum beranjak dari tempatnya kemudian berdeham, sedikit mengagetkan Yosika.
"Kemarin ini, si Mas Asian Dolce nungguin Mbak di sini," beber Dito.
Yosika mengerutkan kening. "Terus?"
Terus apa urusannya sama aku, Mas? Lanjut Yosika dalam hati.
"Ih, si Mbak mah, kemarin ini ngejar-ngejar si Mas Asian Dolce. Giliran si Mas-nya sudah mau sama Mbak, malah Mbak yang cuek, Kayak sinetron aja nih." Dito geleng-geleng kepala. "Kalau suka mah bilang suka, pepet terus sampai dapat. Ditolak? Maju terus. Jangan kasih kendor!" ucap Dito dengan semangat menggebu-gebu.
Yosika hanya diam. Mencerna setiap kata yang diucapkan Dito.
"Eh, iya. Tapi sudah dua hari ini, si Mas Asian Dolce nggak kelihatan, Mbak. Ke mana ya?" tanya Dito yang sedari tadi melihat ke arah pintu masuk gedung.
Yosika mengalihkan pandangannya dari cangkir kopi ke Dito. "Nggak datang ke sini?" Dito mengangguk.
2 hari? Apa dia sakit? pikir Yosika sambil menggigit bibir bawahnya. Wajahnya ikut memancarkan rasa cemas.
Jam di tangannya menunjukkan pukul 8 tepat. Benar. Tidak ada tanda-tanda kedatangan Petra. Yosika mengembuskan napas berat. Ia menyesap habis kopinya, lalu berdiri.
"Terima kasih, Mas infonya. Saya permisi dulu."
Dito yang membersihkan meja sebelah pun menoleh dan mengangguk.
"Sama-sama, Mbak."
***
Di depan mesin fotokopi, Yosika menatap beberapa lembar kertas di tangannya dengan tatapan kosong. Tepukan pelan di bahunya membuyarkan lamunannya.
"Itu udah berhenti kali fotokopinya. Ngantre nih di belakang," kata Nana yang entah sejak kapan berdiri di belakang Yosika.
"Eh, sorry." Yosika menyingkir ke sebelah kiri sambil merapikan berkas fotokopiannya.
"Pagi-pagi udah ngelamun aja. Nanti kesambet loh."
Yosika tidak berniat menanggapi celotehan Nana. Ia memfokuskan dirinya merapikan dan menyusun kertas-kertas fotokopiannya.
Sambil menggunakan mesin fotokopi, Nana berkacak pinggang menghadap Yosika yang nampak tidak bersemangat.
"Lo kenapa?" tanyanya.
Yosika mengembuskan napas. Berat.
"Petra marah sama gue ya, Na?" tanya Yosika dengan bibir tertekuk ke bawah.
"Buat apa dia marah sama lo? Emang lo buat salah apa?"
"Cuekin dia belakangan ini."
Nana tampak sedang berpikir mencari jawaban. "Lo coba chat aja. Siapa tahu sekarang ini Petra lagi nunggu chat dari lo," saran Nana.
"Atau kalau nggak, lo samperin aja ke lantai 31. Dulu-dulu juga begitu kan, lo samperin ke atas," sambung Vivi yang baru masuk ke ruang fotokopi dan berdiri di belakang Nana.
Ah, ya. Benar juga. Hanya sekadar memastikan Petra baik-baik saja, batin Yosika menyetujui.
Yosika mengangguk. "Thanks sarannya, Na, Vi. Gue duluan ya," ucap Yosika yang dibalas 'oke' oleh Nana dan Vivi.
Yosika kembali membawa berkas ke meja kerjanya. Ia menatap kembali jam tangannya. Jam istirahat nanti, aku akan menemuinya, tekadnya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crush on You [Terbit]
RomanceSejak pertemuan pertamanya dengan Petra di sebuah acara kantor, Yosika tidak mampu melupakan pria itu. Dia tergila-gila pada Petra yang kaku dan berhati es. Berbagai cara Yosika lakukan agar Petra jatuh cinta padanya, tapi tetap saja, Petra tak ped...