Selalu Ada

1.2K 25 0
                                    


Seperti hari sebelumnya, Yosika menunggu Petra datang. Pegawai café bahkan sudah mengenal Yosika semenjak dia terus memesan cappuccino setiap hari di jam yang sama.

"Nunggu mas Asian Dolce ya, Mbak?" tanya si pegawai café.

"Siapa, mas?" ulang Yosika memastikan dia tidak salah dengar.

"Itu loh, yang waktu itu mas nya pesan Asian Dolce, trus mbak lari ngejar dia pas pergi."

Petra?

Yosika tertawa. "Kenapa namanya jadi Asian Dolce, mas?" Yosika belum paham.

Sambil menyibukkan tangannya meracik kopi, pegawai café ramah itu menjawab, "Iya. Soalnya sama kayak mbak. Tiap hari pesen kopi di jam yang sama."

Yosika tak bersuara.

"Maksud saya, kalau mbak kan pesen cappuccino tiap hari. Nah kalau mas nya pesen Asian Dolce tiap hari jam 8. Nih saya lagi buatin pesananannya," tutur Dito, yang namanya diketahui Yosika setelah dia melihat name tag yang tersemat pada apron baristanya.

"Jadi, saya bakal ketemu dia disini?"

Dito mengangguk penuh kepastian. "Yakin pasti dateng. Pasti ketemu."

"Tuh kan yang diomongin dateng," kata Dito lagi menunjuk seorang pria yang baru saja membuka pintu café. Yosika memutar badannya cepat.

"Ini mas pesanannya." Dito menyerahkan kantung plastik yang telah diikat rapi beserta sedotannya.

"Ini uangnya." Petra mengulurkan tangannya pada Dito.

"Pagi, pak," sapa Yosika semringah.

Ck, kenapa selalu ketemu dia sih.

"Pagi," balas Petra dingin.

"Ini Pak, kembaliannya. Terima kasih," ucap Dito ramah.

"Makasih."

Setelahnya, Petra keluar. Telah menjadi kebiasaan Yosika, dia menunggu dan mengikuti Petra masuk ke dalam gate karyawan. Yosika ingin berada satu lift dengan pria pujaannya.

"Hari ini bapak mau makan dimana?" tanya Yosika.

"Bukan urusan kamu."

Petra menghela napas. "Boleh saya tahu kenapa kamu terus ngikutin saya?"

"Kenapa bapak mau tahu?" Yosika mendongak memandang wajah Petra mengharapkan sebuah jawaban yang diinginkan hatinya.

"Belum puas udah rusak selera makan saya kemarin?" tanya Petra masih dengan ekspresi wajah dingin dan datar.

Yosika mengalihkan pandangannya pada pintu lift yang terbuka sebelum sempat menjawab. Petra menarik napas dan mengembuskannya secara teratur. Sesekali dia memejamkan matanya. Raut wajah Petra yang datar mulai ada ekspresi, terlihat kerutan yang muncul di dahinya serta tangannya memijit pelan pangkal hidung. Perubahan tingkah Petra nyatanya sejak tadi diperhatikan oleh Yosika yang berdiri dekat tombol lift.

Ada beberapa lantai dimana lift sempat berhenti mengakibatkan bergerak menuju lantai bernomor tinggi semakin lama.

"Pak Petra kenapa?" ujar Yosika seraya mendekati Petra di sudut lift.

"Sudah lantai berapa?" tanya Petra sedikit gemetar pada nada suaranya.

Yosika memperhatikan lampu lift yang terhenti. "Umm... lantai 29, Pak." Pintu lift terbuka, namun Yoshika tidak bergerak dari tempatnya berdiri.

"Kamu gak turun?"

Yosika tersenyum. Petra mengingatnya. Mengingat dimana Yosika bekerja.

"Mau temenin Pak Petra," ujar Yosika lembut.

Crush on You [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang