Bukan Mimpi

927 18 0
                                    


Suara ketukan pintu terdengar berulang kali.

"Ya, bentar." Sahut Yosika dari dalam kamar.

Sekejap pintu dibuka

"Ada yang ketinggalan, kak?" tanya Yosika tanpa melihat terlebih dahulu siapa yang mengetuk pintu. Setelah melihat jelas, secara spontan, kakinya melangkah mundur dan terpaku. Pria yang dikaguminya berdiri di ambang pintu. Air dari rambutnya terus menetes membuat genangan di depan kamarnya.

"A.." Yosika kehilangan kata-kata. Tatapan tajam Petra membuatnya sulit untuk bernapas. Perasaan Yosika berkecamuk juga pikirannya terus bertanya-tanya sedang apa dia disini di tengah malam seperti ini?

"P..Pak Petra..." ucap Yosika tersendat-sendat. Entah mengapa rasanya sulit untuk menyapanya di situasi seperti ini.

Sesaat Yosika menyadari pakaiannya yang hanya mengenakan tangtop beserta celana pendek, ia gelagapan. Lagi pula dia tidak menduga Petra akan datang ke tempatnya. Jika hanya kakaknya saja yang datang tentu berpakaian santai tidak menjadi masalah. Tetapi ini...

"Boleh saya masuk?" tanya Petra akhirnya.

"Eh?"

Yosika gelagapan. Apa yang akan dikatakan oleh anak kos lain jika mereka melihat dia membawa laki-laki masuk ke dalam kamarnya lewat dari tengah malam? Pemilik kos tentu akan mengusirnya saat ini juga kalau ketahuan. Tapi Yosika tidak sampai hati jika membiarkan Petra yang menggigil kedinginan di luar sana.

"Tunggu sebentar," kata Yosika. Dia membuka lemari pakaiannya, mencari handuk cadangan miliknya.

"Ini, keringkan dulu." Yosika menyerahkan handuk cokelat kepada pada Petra yang masih berdiri di depan pintu kamar. Tatapan mata Petra masih belum lepas dari Yosika yang sekarang terlihat salah tingkah.

Tanpa aba-aba, Petra melangkah masuk ke kamar dan menutup pintu. Melepas gejolak rasa aneh dalam dirinya, Pria itu langsung menarik Yosika mendekat dan mengecup bibirnya. Yosika terlonjak kaget, tetapi juga tidak ingin melepaskan momen langka ini hingga dirinya berdiri mematung.

Degup jantung Yosika sudah mencapai batasnya. Dia memejamkan mata, merasakan kelembutan bibir Petra yang basah dan dingin mendarat pada bibir mungilnya. Waktu terasa membeku. Jika ini adalah mimpi, maka Yosika berharap alarm ponselnya tidak berbunyi.

Petra melepas pagutannya. Memberi jarak pada keduanya. Sesaat dia menatap wajah Yosika yang memerah. Petra menarik lengan Yosika hingga wanita itu kehilangan keseimbangan dan mendarat di dekapan Petra.

"Ap...apa yang bapak lakukan?" tanyanya berusaha melepas pelukan Petra yang semakin erat sampai Yosika merasa oksigen yang dihirupnya semakin sedikit.

"Diam," suruh Petra. Suara tegasnya membuat Yosika yang tengah memberontak menjadi tenang seketika.

Sungguh, jangan bangunkan aku dari mimpi manis ini.

Perlahan tangan Yosika mendarat pada punggung Petra, dia membalas pelukan pria yang dicintainya.

Entah berapa lama mereka berdiri sambil berpelukan. Sampai akhirnya Petra mengeluarkan suara setelah mereka terdiam cukup lama.

"Di...dingin Yos," ucap Petra lemah.

Yosika melepas pelukannya. Dia lantas mengerutkan keningnya lalu menunduk.

"Maaf, Pak. Tapi aku gak ada pakaian cadangan untuk laki-laki."

Petra mendekatkan bibirnya pada telinga Yosika. "Sekali lagi kamu panggil saya pak, di luar jam kantor, saya akan cium kamu lagi," ancamnya.

Yosika terperanjat kaget sembaru menarik diri menjauh,"Eh?"

Petra memicingkan matanya, "Atau kamu memang sengaja supaya dapat ciuman saya?" tanyanya sambil menaikkan sudut bibirnya.

Yosika mengelak. Kedua tangannya berayun di depan wajah Petra "Nggak Pak, eh Petra. Aku gak sengaja...aku terbiasa panggil dengan sebutan pak.. jadi..."

Cup

Perkataan Yosika terhenti. Untuk kedua kalinya, Petra mendaratkan ciumannya, kali ini lebih panas dari sebelumnya. Seolah bibir Yosika adalah makanan lezat, lidah Petra bermain dalam rongga mulut Yosika, mencari dan memaksa lidah Yosika ikut bermain.

Setengah terpejam Yosika melihat tangan Petra membuka kancing pakaiannya sendiri, juga celananya.

"Nggh...ehmm" Yosika menikmatinya, tetapi pikirannya terus mendesaknya agar berhenti. Tangannya bergerak spontan mendorong Petra yang kini menampilkan dada bidang pria itu.

"Ke... kenapa lepas baju?" tanya Yosika panik menatap pakaian Petra berserakan di lantai.

"Dingin," jawab Petra lalu melangkah menuju tempat tidur Yosika, menyembunyikan diri di balik selimut. Rasa hangat sekejap menjalar ke seluruh tubuhnya.

"Sini, Yos," panggil Petra menyuruh Yosika mendekat.

Yosika mendekat, tetapi hanya duduk di sudut ranjang. "Kamu gak langsung pulang? Kenapa?" tanyanya hati-hati.

Petra menghela napas, mengingat betapa khawatirnya dia pada pria asing yang mendekati Yosika bahkan diajak masuk ke kosnya.

"Cemas."

Yosika menoleh, "Apa?"

"Cemas kamu diapa-apain sama laki-laki yang masuk kamar kamu tadi," jelas Petra, "ternyata kakak kamu," lanjutnya lagi.

Untuk pertama kalinya, Yosika melihat wajah Petra yang memerah karena malu. Yosika terkikik, menahan gelitik di perutnya.

Petra melirik Yosika dengan tatapan tajam."Lucu?"

Yosika mengangguk dan tawanya menjadi tidak terkendali.

"Cemburu?" tanya Yosika to the point.

"Gak." Petra memalingkan wajahnya.

"Muka kamu merah, berarti ya." Yosika tersenyum memastikan fakta tersebut.

"Gak merah," tepis Petra lagi.

"Yos," panggil Petra membuat Yosika kembali menoleh ke arahnya.

"Hm."

"Daleman saya basah, saya buka ya," ijin Petra.

Mata Yosika terbelalak. "Eehhh!! " kemudian menutup kedua matanya dengan sebelah tangannya.

"Saya kan pakai selimut, jadi gak kelihatan," jawab Petra terkekeh.

"Nanti aku tidur di mana kalau kamu di situ," kata Yosika lagi menunjuk tempat tidurnya. 

Petra memutar bola matanya, "Di samping saya lah. Saya gak bakal apa-apain kamu kok."

Sekejap Yosika membeku.

Heh?! Ini gila? Ini mimpi? Gak mungkin kenyataan kan? Kok bisaa! Batin Yosika melonjak kegirangan.

Yosika berdiri menuju lemari pakaian. Diambilnya pengering rambut lalu mendekati Petra yang tengah terbaring.

"Aku keringin rambut kamu dulu, biar gak masuk angin," katanya.

Petra tersenyum lemah, "Makasih."

Diusapnya rambut basah Petra sambil menggoyangkan pengering rambut ke kanan dan kiri. Yosika mengamati saksama wajah Petra yang memancarkan kedamaian di kala dia terpejam. Setelah dirasa cukup kering, Yosika mematikan pengering rambut dan mengembalikan ke tempat semula.

Yosika melirik jam dinding yang sekarang menunjukkan pukul 3 pagi. Sungguh melelahkan malam ini, tapi juga menyenangkan.

Untungnya, Petra menyisahkan ruang tempat tidur untuknya. Di tengah pengeringan rambut tadi, Petra tertidur. Dia sempat bergumam tidak jelas, mungkin karena kelelahan dan efek kehujanan.

Sekali lagi, Yosika mengusap lembut rambut pria itu, kemudian mendaratkan sebuah ciuman pada kening Petra sebelum beranjak tidur.

"Semoga ini bukan mimpi. Aku sayang kamu, Petra."

***

February, 17th 2020

Crush on You [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang