Rayadinata merasa suntuk. Ia memelototi pintu rumah yang ditutup oleh adiknya, Arsadinata, dari luar sekitar 12 menit yang lalu. Adik laki-lakinya itu memutuskan untuk meninggalkan Rayadinata sendirian di rumah, padahal ayah mereka sedang berada di luar kota untuk mengikuti acara reuni.
Adiknya, yang Rayadinata kenal paling malas keluar dari rumah, malah pergi dengan salah satu temannya, entah ke mana.
Rayadinata melemparkan ponselnya dengan kesal, mempertanyakan bagaimana bisa ia memiliki adik seperti Arsadinata yang sifatnya menjadi jauh lebih mengesalkan jika dibanding dengan saat ia masih kecil dulu. Gadis itu mengerucutkan bibir, memutar otak untuk mencari kegiatan guna menghilangkan rasa jenuhnya.
Ya, Rayadinata marah kepada sang adik yang pergi meninggalkannya sendirian di rumah bukan karena takut, melainkan karena Rayadinata jadi tidak bisa mengganggu Arsadinata. Mengusik adiknya yang sering sibuk dengan dunianya sendiri memang menjadi aktivitas harian Rayadinata, terlebih karena Arsadinata juga tidak pernah bisa marah kepada sang kakak.
Sembari mengetukkan jemari kirinya pada sofa, tangan kanan Rayadinata kembali meraih ponsel yang semula ia lempar. Ia berusaha mencari kesibukan lain, karena rasanya percuma jika ia terus-terusan mengomel pada sang adik dalam hati.
Ya percuma 'kan, Arsadinata juga sedang pergi ....
"Mau baca AU kok bosen, ya," gumam Rayadinata pada dirinya sendiri. Haruskah ia mendengarkan lagu? Atau streaming MV grup idolanya? Tidak. Rayadina sudah melakukan itu semua sejak tadi siang, sekarang waktunya ia mencari kegiatan lain.
Pada akhirnya, Rayadinata membuka aplikasi Twitter yang ia punya, membaca setiap cuitan yang ia temui di lini masa sampai matanya membulat.
Sial, batin Rayadinata sudah menjerit sementara gadis itu buru-buru menutup aplikasi Twitter dan mencari sesuatu di ponselnya.
Bagaimana mungkin dia lupa kalau kakak tingkat dari Fakultas Teknik yang menarik perhatiannya sejak masa orientasi mahasiswa, Braja Kallandra, akan menjadi narasumber di segmen Night Chit-Chat?
"Ini radio di hape kenapa malah begini?" gerutu Rayadinata. Ia sudah menemukan saluran radio kampusnya, Neo Radio, tetapi ia tidak bisa mendengar suara Braja maupun DJ Adit dengan jelas.
Tiba-tiba terbesit sebuah ide di kepala Rayadinata. Bukankah sang ayah memiliki radio tua di kamarnya? Siapa tahu 'kan, Rayadinata justru bisa mendengarkan Neo Radio lebih jelas dibandingkan melalui ponselnya?
Setengah berlari, Rayadinata pergi ke kamar Julianto Sudjatmiko untuk mengambil radio yang ia cari, kemudian pergi ke kamarnya sendiri dengan harapan ia bisa mendengarkan suara Braja lagi setelah sekian lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Midnight
HorrorI thought everything was normal, until I realized how wrong I was. -Bathed in Fear, Bonus Project 1. © 2021 nebulascorpius