XI

70 14 0
                                    

"Halo Kak Heksa, namaku Melinda. Aku mau nyeritain pengalaman di luar nalar yang aku alamin akhir tahun 2013 lalu, sewaktu aku magang di sebuah hotel yang ada di Jogja.

"Jadi, aku dulu sekolah di SMK dan milih jurusan Akomodasi Perhotelan. Waktu kelas 11 semester ganjil, siswa/i di setiap jurusan yang ada di sekolahku memang diwajibkan buat magang selama beberapa bulan. Ada yang cuma dua bulan, ada juga yang sampai setengah tahun. Untuk jurusanku, kami magang di hotel selama empat bulan.

"Dulu tuh kelasku dibagi jadi lima kelompok per hotelnya, kebetulan kelompokku cewek semua jadi nyari kos-kosannya lebih gampang. Untungnya kami dapet tempat magang di daerah perbatasan Kota Jogja, otomatis harga kosnya bisa lebih miring ketimbang mereka yang dapet di tengah kota.

"Awal-awal aku magang di hotel itu, ya, normal-normal aja. Seniornya juga nggak pernah cerita soal kamar yang sengaja dikosongkan atau apa. Pokoknya semua hal di hotel itu normal-normal aja.

"Sampai tiba masanya di mana hotel selalu penuh, jadi Executive Housekeeper sampai harus manggil beberapa casual (karyawan kontrak per hari) karena Departemen Housekeeping kekurangan tenaga. Dari situ, aku kenal sama salah seorang casual yang namanya Mbak Dena.

"Mbak Dena cerita ke aku sama temen-temen kalau aslinya dari seluruh kamar yang ada di hotel itu, ada kamar yang terkenal angker di kalangan anak-anak magang terutama mereka yang magangnya di Housekeeping, yaitu kamar nomor 25. katanya sih, setiap ada room attendant yang make up room pasti digangguin. Biasanya beberapa benda pindah tempat atau bergerak. Nah, Mbak Dena yang dulu pernah magang di hotel itu waktu SMK juga pernah ngalamin bareng temennya.

"Jujur aja, awalnya aku skeptis ketika Mbak Dena cerita. Kenapa? Soalnya kalau ada kamar yang angker pasti senior udah wanti-wanti ke juniornya 'kan? Tapi, semua senior di Housekeeping nggak ada omong apa-apa. Area hotel yang terkenal angker cuma daerah laundry sama family room yang lokasinya beda gedung sama kamar itu, dan anak -anak magang jarang ke dua tempat itu jadi para senior merasa nggak perlu buat cerita.

"Singkat cerita, peak season yang mengerikan di hotel akhirnya berakhir. Semua staf di Housekeeping punya jeda dua hari sebelum dapet reservasi rombongan turis sebanyak dua bus. Kalau diinget-inget, ngeri juga ngurus kamar hotel segitu banyak. Kebetulan waktu itu aku sama salah satu temenku (let's just call her Sari) dapet jatah buat ngurusin kamar dari nomor 14 sampai 26.

"Iya, nomor 14 sampai nomor 26. Jadi, aku sama Sari waktu itu ditugasin buat ngurus kamar nomor 25 yang katanya Mbak Dena angker, hehehe."

"Tadinya, Sari udah nggak mau disuruh make up room nomor 25. Maklum, soalnya dia penakut banget. Ditinggal belanja ke ke toserba aja kalau dia sendirian di kosan nggak mau, milih ikut sampai harus bonceng tiga kaya cabe-cabean, yang penting dia nggak sendirian. Karena aku nggak mau dia takut mulu terus keburu-buru make up room-nya, akhirnya aku nawarin gimana kalau kita berdua mulai dari nomor 26 dan seterusnya, sampai kamar nomor 14 yang terakhir. Dia setuju, karena waktu itu masih pagi, jadi nggak mungkin ada hantu 'kan?

"Kamar 26 aman, nggak ada gangguan apa-apa, dan itu bikin kita berdua lega. Awal-awal make up room di kamar 25 juga aman, meskipun aku pribadi udah ngerasa nggak enak dari awal masuk. Tapi aku nggak berani bilang apa-apa ke Sari, nggak mau dia makin parno.

"Kita udah hampir selesai make up room, dan aku terus-terusan berdoa dalam hati biar lancar kegiatannya sampai kita pindah ke kamar nomor 24.

"Tapi doaku ternyata nggak manjur.

"Waktu aku sama Sari udah hampir selesai, tinggal matiin lampu dan ngecek ulang apa yang kurang, kami denger sesuatu.

"Kalian tahu shower curtain 'kan? Iya, shower curtain yang ada di kamar mandi itu. Aku sama Sari denger ada yang narik shower curtain-nya, sedangkan yang ada di dalam kamar cuma aku sama Sari, dan kami sebelahan.

"Sari langsung lari ke luar, dan aku dengan bodohnya cuma diem di deket bed, masih belum yakin itu tadi apa. Sari udah heboh di deket troli, nggak mau masuk kamar itu lagi sampai kita semua selesai magang. Aku pun mutusin buat ngecek bathroom, diem-diem masih denial kalau itu tadi beneran suara shower curtain yang ditarik. Aku masih mikir itu cuma halusinasiku aja karena firasat buruk yang aku rasain dari awal masuk kamar nomor 25 itu.

"Yah, sampai aku lihat sendiri kalau shower curtain itu dalam posisi nutupin bath tub layaknya kalau ada orang mandi, sedangkan terakhir aku dari sana, shower curtain-nya nggak kaya gitu ...."

After MidnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang