04. Dipesantrenkan

1.4K 103 2
                                    

"B-bukan dengan menikahimu," sahut Helmy dengan sedikit terbata, mukanya mendadak pucat, "Aku akan memasukkanmu ke pesantren. Itu bentuk tanggungjawabku atasmu."

Sejenak, Queen bergeming untuk mencerna lebih jauh penjelasan Helmy yang jadi konslet di otaknya. Lantas dia tertawa renyah dengan canggung. Pipinya terbakar sebab malu kebangetan.

"Aku tadi bercanda. Jangan dibuat serius, Akhi," dalihnya, tertawa lagi.

Queen mengutuki dirinya dalam hati karena begitu ceroboh. Aduh, bisa-bisanya dia berpikiran Helmy mau bertanggung jawab dengan menikahinya. Pedenya di luar nalar.

Entah kenapa, Ammar ikut tertawa mengikuti Queen. Ini membuat Queen bertambah malu sebab merasa pastilah Ammar sedang menertawakan kekonyolannya barusan soal tanggung jawab dengan menikah.

"Pesantren? Kamu mau memasukkanku ke pesantren, Akhi? Aku setuju. Aku juga beberapa saat lalu baru saja membuat janji mau belajar agama lagi. Ini amat membuatku bersemangat." Akhirnya Queen berhasil menyahut soal pembahasan dirinya mau dimasukkan ke pesantren oleh Helmy.

Helmy tersenyum tipis. Suara tawa Ammar sudah reda begitu Queen membuka suara.

"Maaf, membuat janji mau belajar agama lagi, pada siapa?" tanya Ammar, mendadak kepo.

Atas pertanyaan itu, Queen sama sekali tidak keberatan untuk menjawab. Dia menghembuskan napas lebih dulu untuk mengawali penjelasannya.

"Beberapa saat lalu, ketika aku sengaja menabrak Akhi ini dan memberi kode tangan, di situlah aku mulai membuat harapan kalau ada seseorang yang mau menolongku dari Om Togar."

Queen menghela napasnya. Bibirnya mengulum senyum mengingat saat sengaja menabrak dan memberikan kode tangan pada Helmy.

Helmy dan Ammar memilih khidmat mendengarkan.

"Kupikir harapan dan usahaku sia-sia karena Akhi ini nggak ada tanda-tanda mau menolongku bahkan hingga kami memasuki kamar. Aku termenung sejenak di sana, lalu memutuskan kabur dari Om Togar, aku nggak mau menjual hidupku sekalipun aslinya ragaku juga sudah dijual sama Tante Sarah. Dan ..."

Ucapan Queen mengambang. Kedua matanya berkaca-kaca. Dadanya sesak mengingat bagaimana sudah lama sekali dia meninggalkan untuk mendekat pada Sang Pemilik Semesta, alih-alih dia muak dan marah atas garis hidupnya yang tak seberuntung yang lain.

"Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, akhirnya aku berdoa pada Dia yang di atas. Aku membuat janji kalau Dia mengabulkan doaku di malam ini, aku mau berubah jadi pribadi lebih baik lagi. Dan pada akhirnya Akhi ini menolongku saat aku hendak ditampar Om Togar," lanjutnya sembari menatap Helmy.

"Terima kasih, Akhi." Queen memberikan senyum terbaik pada Helmy. Senyum terbaik hingga lesung pipit di sebelah pipinya amat tampak.

Perlahan, Helmy mengangguk sebagai jawaban.

"Aku juga amat berterimakasih padamu, Akhi." Kini atensi Queen beralih pada Ammar. Dia juga memberikan senyuman terbaiknya untuk Ammar.

Pun sama layaknya Helmy, Ammar mengangguk sebagai penerimaan atas ucapan terimakasih itu.

Bebeberapa saat ke depan, mereka bertiga berkenalan satu sama lain sebelum pada akhirnya masuk kamar hotel masing-masing--setelah Helmy memesan kamar untuk Queen.

Malam terasa panjang. Gemintang di kelamnya langit setia menemani malam panjang ini.

***

Sebenarnya apa panggilan yang tepat untuk Helmy? Queen sedang memikirkan itu seraya duduk berselonjor di atas kasur usai menyempatkan mandi sebelum tidur.

Queen Pesantren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang