23. Imam Sibawaih

824 60 4
                                    

Setelah berjuang dengan moralnya, Sani akhirnya memutuskan untuk memberanikan diri dan jujur pada Ummi Amel tentang semua aksi busuknya dengan Reza.

Dengan gemetar, Sani mengungkapkan segala beban yang selama ini dirinya simpan sendiri, termasuk tekanan hutang yang dialami keluarganya dan tawaran yang tak manusiawi dari Reza.

Sani berasal dari keluarga miskin. Kedua orangtuanya memiliki banyak hutang pada Reza untuk biaya kuliah Sani. Orangtua Sani tak mampu membayarnya, ditambah dengan bunga hutang yang meraksasa. Akhirnya Reza meminta Sani untuk menjadi istri simpanan sebagai ganti hutang, tetapi Sani menolak keras. Melalui perdebatan panjang, akhirnya mencapai final bahwa Sani harus membantu Reza untuk bekerja sama menghancurkan Abah Mufid.

Maka terjadilah penculikan yang secara kebetulan bayi merah yang hendak diberi nama Qonita itu sakit dan dirawat di tempat Sani bekerja. Sani menculiknya tanpa gagal. Setelah melalui proses menegangkan membawa bayi itu dengan ambulans dan memanfaatkan titik buta agar luput dari perhatian sekitar dan penyelidikan polisi saat aksinya tercium, Sana memberikan bayi itu pada Reza.

Sani bersembunyi dan menghilang dari keluarga begitu berita hilangnya bayi Abah Mufid beredar dan polisi sedang menyelidiki kasus tersebut. Dengan harap-harap cemas, lewat broker yang menjadi orang kepercayaan Reza, Sani akhirnya bisa terbang ke Thailand menggunakan paspor palsu dengan nama Dayana berkewarganegaraan Malaysia.

Sani diberi modal besar oleh Reza. Dia merintis usaha pastry di Pattaya. Kasus bayi hilang itu sudah terselesaikan dengan manipulasi yang dibuat Reza. Bayi yang ditemukan dengan sebagian tubuhnya hancur adalah bayi dari hubungan terlarang Reza dengan wanita lain, bayi yang sempat hendak dibuang oleh wanita simpanan Reza.

Tidak langsung dibuang ke panti asuhan, bayi Ummi Amel dibiarkan dirawat oleh seseorang hingga beberapa bulan untuk kemudian dibuang ke panti asuhan Asih Ibu di Tangerang beserta cincin berbaret nama Kuni yang asli.

Reza sengaja menyerahkan diri pada polisi karena telah merasa puas atas semua balas dendam yang dirinya mau berjalan lancar. Dia tertawa senang melihat Abah Mufid hancur, sekaligus membodohi Abah Mufid yang mudah dimanipulasi olehnya. Reza merasa puas telah menang menjadikan Abah Mufid sengsara dan kehidupan masa depan bayi Abah Mufid menjadi suram. Tak peduli lagi perihal nama politisinya telah tercoreng dan jabatannya tamat, dia telah mencapai titik tertinggi kepuasannya. Memilih mengakhiri hidup dengan gantung diri di dalam sel dengan menyelipkan di saku seragam tahanannya untuk Abah Mufid;

Untuk Abah Mufid,

Semua ini belum berakhir.

Kini, Ummi Amel membisu dengan berderai air mata. Sani bersimpuh di kaki Ummi Amel untuk meminta maaf atas segala perbuatan kejinya. Sani siap bertanggungjawab dan mendapatkan hukuman setimpal atas itu.

"Siapa yang mencuri cicin Kuni, Ners?" Akhirnya Ummi Amel bersuara. Beliau yakin, pastilah orang dalam yang bisa mencuri cicin itu, tetapi belum tahu siapa itu.

Tangis terhenti sejenak, Sani mencoba mengangkat wajah menatap Ummi Amel yang diliputi kepiluan dan emosi membara yang beliau engkan sebegitu kuat.

"Dinda. Khodimah di Manarul Huda pada saat itu, Ummi," jawab Sani yang berhasil menambah sayatan luka di hati Ummi Amel. Bukan main, salah satu santriwati kepercayaannya berhasil menusuknya dari belakang.

Dinda. Khodimah senior di Manarul Huda yang tiga hari pasca bayi palsu Qonita ditemukan, sowan keluar dari pesantren dan setelahnya terasa hilang dari jangkauan karena tak pernah menyambung silaturahmi ke keluarga ndalem.

***

Waktu terus bergulir.

Banyak kejadian dan kebenaran yang terungkap setelah kedatangan Sani.

Sani menebus kesalahannya dengan menyerahkan diri ke polisi. Melalui proses panjang, akhirnya Sani diberikan hukuman setimpal dengan masuk bui.

Bukan hanya Sani. Tante Sarah yang menjadi bagian dari skenario Reza, Dinda, dan antek-antek Reza yang terlibat di kejadian lampau itu berhasil ditangkap dan masuk sel.

Queen resmi tinggal di Tuban begitu mendapatkan Surat Pindah Domisili.

Queen membuka lembaran hidup baru bersama keluarganya.

Jika Qumi memanggil Ummi Amel dengan sebutan Ummi, maka dia memanggil Ummi Amel dengan sebutan Mama. Ummi Amel juga mengklaim kata Mama begitu kali pertama bersua Queen karena mendapatkan cerita dari Ummi Maftuhah--bersumber dari informasi Dewi--bahwa Queen mengidamkan bisa memanggil seseorang dengan sebutan Mama. Untuk panggilan pada Abah Mufid, baik Qumi atau Kuni, mereka berdua menyebutnya dengan Abah.

Queen membangun mimpinya dengan semangat. Selain ingin menjadi ahli fiqih, dia ingin menjadi ahli nahwu seperti Imam Sibawaih dari Persia.

Abu Bisyr Amr bin Utsman bin Qanbar Al-Bishri, begitulah nama asli Imam Sibawaih. Beliau dijuluki Sibawaih karena siapapun yang berpapasan dengannya akan mencium bau apel. Sibawaih (dari perkataan Farsi) berarti bau apel.

Pada masanya, Imam Sibawaih amat terkenal sebagai ulama ahli nahwu yang pengaruhnya begitu besar. Beliau menjadi rujukan ilmu tata bahasa arab atau nahwu pada saat itu, terutama di golongan ulama Bashrah. Bahkan, yang menjadikannya perantara beliau masuk surga adalah karena ilmu nahwu.

Setelah Imam Sibawaih wafat, ada salah seorang muridnya yang bermimpi bertemu Imam Sibawaih. Hidup beliau di alam sana diliputi dengan kemegahan. Sang murid pun bertanya perihal amalan apa yang mengantarkan Imam Sibawaih pada kemegahan itu.

Di dalam kitab I'robul Qur'an milik Syaikh As-Syihab Al-Halabi disebutkan, bahwa Imam Sibawaih pernah muncul dalam mimpi, maka dikatakan kepadanya, apa yang Allah lakukan terhadapmu? Maka Imam Sibawaih berkata, Allah memasukkan aku ke surga. Dikatakan kepadanya lagi, sebab apa? Imam Sibawaih berkata, sebab ucapanku yaitu sesungguhnya nama Allah Ta'ala adalah isim paling makrifatnya beberapa isim makrifat. (Dinukil dari kitab Al-Kawakib Addurriyyah jilid 1)

Dalam ilmu nahwu, Isim Makrifat (kata khsusus) itu ada enam dan memiliki tingkatan kemakrifatan tersendiri. Namun, menurut pendapat Imam Sibawaih; semuanya masih kalah makrifat dari nama Allah.

"Besok tinggal ngaji Al-Jurumiyah, Nduk," dawuh Abah Mufid begitu Queen khatam kitab nahwu Sabrowi, lalu dites secara lisan dan tertulis dengan nilai mumtaz (hebat/istimewa).

"Nggih, Abah," sahut Queen, mendapatkan elusan lembut di pundak.

Queen tidaklah melanjutkan menuntut ilmu di Bustanul Hidayah, melainkan memutuskan melanjutkan tholabul 'ilmi-nya di pesantren orangtuanya dengan bimbingan penuh Abah Mufid dan Ummi Amel.

Abah Mufid dan Ummi Amel hanya memiliki 2 anak, Si Kembar. Begitu Qumi sudah berpulang, maka tinggal Qonita yang tersisa. Oleh sebab itu, walau kedua orangtuanya mengizinkan dirinya mondok di pesantren lain, Queen memilih di Manarul Huda agar bisa menemani kedua orangtuanya.

Walau mengaji di pesantren orangtuanya, Queen tidaklah bisa semena-mena. Dia disiplin dan giat mengaji. Dia adalah satu-satunya harapan orangtuanya dan Manarul Huda, dia tidaklah boleh mengecewakan.

Tak ada waktu yang terhenti. Bukan hanya bulan, tahun pun berganti.

Silaturahmi dengan Keluarga Helmy tetap terjalin. Seperti saat hari raya idul fitri, Queen yang sudah menjadi alumni Bustanul Hidayah, sowan ke ndalem bersama keluarga. Dia bahagia bisa bersua Helmy.

Walau tak ada obrolan untuknya dengan pujaan hati, setidaknya dia bisa melepaskan rindu. Perasaan itu masih sama, bahkan kian membesar.

Ada yang membuat Queen senang selain bisa berjumpa; yaitu tentang Helmy yang masih single. Namun, dia tak berharap lebih bahwa semesta hendak mempersatukan mereka berdua dalam ikatan halal. Dia tahu diri, bahwa Helmy amat layak mendapatkan gadis lebih baik berlipat-lipat darinya seperti Kak Qumi.

Sungguh tak apa. Queen hanyalah seorang pecinta Helmy. Melepaskan salam rindu pada senyap seperti "sampai detik ini, kamu masih jadi lelaki favoritku" adalah sesuatu yang lebih dari cukup.

___________________

Queen Pesantren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang