12. Aku Suka Kamu, Akhi

918 84 4
                                    

Pujasera kian padat memasuki jam makan siang. Perut Ammar yang keroncongan dari tadi, bahkan hampir menghabiskan satu mangkok soto sokaraja.

"Iya. Ini panti asuhan tempat dulu aku tinggal, Akhi," komentar Queen usai melihat alamat lengkap panti asuhan Asih Ibu di ponsel Helmy.

Dalam diamnya, Helmy berdecak puas sebab dugaannya benar soal panti asuhan yang hendak dikunjungi Qumi adalah panti asuhan yang dulu ditinggali Queen.

"Omong-omong, ada apa Akhi tanya soal panti asuhan ini?" Usai mengembalikan ponsel Helmy dan menyeruput es degan, Queen tidak bisa mengenkan rasa penasarannya terlalu lama.

Atensi Ammar dan Nurul yang tengah menikmati soto sokaraja teralihkan, melirik Helmy yang sibuk menyaku ponselnya di saku kemeja.

"Ups!" Belum apa-apa, Queen sudah heboh sendiri dengan berdecak demikian, menutup mulutnya dengan lembaran tangan.

"Jangan-jangan Akhi mau kepo-kepo tentang aku, lalu Akhi juga mau nyariin orantuaku, ya?" imbuhnya dengan muka berpendar pancarona.

Mendengar suara terkaan gadis yang duduk berhadapan dengannya bersekat meja kayu Pujasera itu membuat Helmy berkenyit.

"Aku hanya bercanda, Akhi," koreksi Queen begitu menangkap respon Helmy, terkikik singkat, mulai menyesap kuah gurih soto sokaraja.

Helmy terpaku di tempatnya. Tanpa sadar, dia malah melamun seraya menatap kosong mangkuk soto sokaraja miliknya. Berujung kembali mengingat Qumi. Mengaitkan, kalau dipikir-pikir, Qumi sama Kuni itu seumuran.

"Memang ada apa kamu tanya panti asuhan itu, Hel?" tanya Ammar, berhasil memutuskan atensi Helmy pada mangkuk di hadapan.

"Hmm .... " Helmy mengulur waktu mencari jawaban terbaiknya. Haruskah jujur soal Qumi?

"Nggak ada apa-apa kok. Cuman kemarin denger nama panti asuhan itu dari seseorang, Mil."

Kening Ammar berkernyit. Dia cukup tertarik akan pembahasan itu.

"Tapi kayaknya penting. Sampai-sampai kamu catet di hape."

Untung saja satu esapan kuah hangat soto sokaraja baru meluncur mulus ke kerongkongan, jadi Helmy tidak tersedak mendengar selidikin Ammar.

Queen dan Nurul melirik Helmy berjamaah.

"Barangkali Akhi Helmy yang budiman, nggak sombong, manis saat senyum, dan pujaan banyak santriwati di pondok, mau berdonasi, Akhi," ledek Queen, lolos membuat Ammar bersemangat untuk ikut berkonspirasi meledeki sahabatnya. Meledaki dengan dalih menghibur Helmy agar melupakan sejenak dukanya soal kematian Qumi yang amat mendadak.

Suaminya Nurul ini mengangguk. "Kayaknya, Queen."

Helmy enggan berkomentar apa pun. Kalem melirik Ammar.

"Omong-omong, apa kamu salah satu dari pemuja Akhi Helmy, Queen?"

Mulut Queen penuh oleh lontong, dia hendak bergegas menjawab pertanyaan antusias Ammar, itulah kenapa dia memilih tergesa menelan unyahan lontongnya yang belum lembut.

"Jangan tanyakan itu, Akhi. Bahkan aku adalah pemujanya yang berada di garda terdepan."

Seutas senyum singgah di bibir Ammar. "Aku nggak percaya itu."

"Kamu nggak percaya itu, Akhi?"

Wah, sesuai yang diharapkan Ammar, Queen langsung tersinggung.

"Kamu perlu bukti, Akhi?"

Penuh semangat, Ammar mengangguk.

"Iya, aku perlu bukti, Queen."

Ledekan Ammar pada Queen kian menjadi-jadi, itu membuat Nurul meliriki suaminya sebagai bentuk peringatan agar menyudahi topik tidak berfaedah itu, membuat Helmy sungkan mendengarnya--mencoba tak acuh, menyantap soto sokaraja.

Queen Pesantren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang