25. Gendu-gendu Rasa

785 50 0
                                    

Helmy menjadi salah satu penyintas kanker pankreas.

Semua berawal dari bagian putih matanya berubah kuning dan air urinnya menjadi kuning kehitaman. Atas sesuatu yang tak beres tersebut, Helmy memutuskan mengecek kesehatannya ke dokter, tes darah, menemukan kadar bilirubin begitu tinggi di tubuhnya. Tak berselang lama, dia melakukan CT Scan di rumah sakit dengan hasil menunjukkan bahwa terdapat tumor ukuran sekitar 3 cm di pankreasnya.

Awal-awal mendapati kenyataan mengidap penyakit mematikan itu, Helmy banyak menghabiskan waktu melamun. Usianya masih cukup muda untuk usia seorang lelaki. Dia baru saja bisa move on dari kematian Qumi. Membangun harapan besar kembali perihal impiannya. Namun, jalan terjal rupanya kembali menghampirinya dengan begitu cepat.

"Ummi dan Abah sudah menemukan rumah sakit dan Ahli Bedah Onkologi terbaik. Jangan putus asa. Kamu akan segera sembuh, Nak," ujar Ummi Maftuhah di suatu pagi, bersama Abah Uwais menghampiri anak pertamanya itu di ruang keluarga.

Bibir Helmy tetap terbungkam. Namun, kedua matanya yang menguning itu menjelaskan segalanya. Putus asa, haru, harapan hidup, bercampur dalam cairan bening yang ditampung oleh kelopak matanya. Dia segera memeluk kedua orangtuanya.

"Matur nuwun, Ummi, Abah. Helmy akan berjuang mati-matin seperti Ummi dahulu. Helmy yakin, Helmy juga bisa sembuh seperti Ummi."

Tangisan mengiringi ketiganya. Ditambah Bita, yang bergabung ke ruang keluarga, ikut memeluk Helmy erat.

Memang, kanker adalah salah satu penyakit paling mengerikan. Namun, bukan berarti penyakit satu ini tak bisa dikalahkan. Layaknya Ummi Maftuhah, dulu beliau adalah seorang penyintas kanker payudara kala Helmy dan Bita masih mondok di Ploso. Dengan sederet perawatan panjang dan penuh tantangan, akhirnya beliau sembuh.

"Nggak ada penyakit yang tak bisa disembuhkan oleh Gusti Allah. Percayalah, kamu pasti sembuh, Nak." Kata demi kata Abah Uwais menambah derai air mata yang lain menderas. Harapan-harapan indah tumbuh mekar.

Dalam hati, Helmy membuat afirmasi bahwa atas izin Allah, dirinya akan sembuh.

Hari terus bergulir.

Sebelum menjalani operasi, dokter ahli onkologi yang menangani Helmy ingin mengecilkan tumornya sebanyak mungkin. Akhirnya Helmy menjalani kemoterapi dan terapi radiasi dengan dosisi tinggi. 

Ini adalah masa-masa tersulit bagi Helmy dalam pengobatan. Tubuhnya mengalami perubahan pesat; dari rambut yang rontok parah, jari tangan dan kaki yang kesemutan dan menghitam, mual dan muntah, menguras tenaga dan psikisnya. 

"Dalam pengobatan seperti ini, 90% adalah mental. Kamu harus bertahan jika ingin sembuh." Begitulah yang dikatakan dr. Deni yang menangani pengobatannya. 

Di sisi lain, Bita dan Queen tampak lebih dekat dari sebelumnya. Berawal dari Queen yang mencoba memberanikan diri menanyakan keadaan Helmy, akhirnya dia menjadi tempat curhat Bita perihal masalah kakaknya.

Tak banyak yang bisa dilakukan Queen untuk pujaan hatinya. Namun, dia selalu melakukan hal yang dirinya mampu, membantu dengan doa.

***

Di sela mengerjakan tugas kuliahnya, Queen menatap jam pasir yang berada di atas nakas kamarnya.

Dengan melihat jam pasir, Queen jadi mengingat kembali filosofi jam pasir yang diberikan Abah Mufid bahwa;

Waktu, seperti butiran pasir yang tak terhentikan, mengajarkan arti pentingnya memanfaatkan waktu sebaik mungkin sebelum butiran pasir di tabung atas kosong. Jangan biarkan waktu terlewat begitu saja tanpa meninggalkan jejak yang indah, melainkan isi setiap detik dengan sesuatu yang tak akan pernah membuat sesal di kemudian hari.

Queen Pesantren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang