07. Kangen Akhi

1K 94 0
                                    

Sepertinya Queen adalah salah satu golongan manusia kurang normal yang dimasukkan pesantren justru menjadi merasa bebas. Wajahnya amat sumringah kala Dewi mengantarnya ke kamar pesantren. Sesuai dawuh Ummi Maftuhah, dia dimasukkan ke kamar abdi ndalem.

"Kamu keluarganya Si Gus ya, Mbak?"  tanya seseorang berhijab kuning kunyit bernama Tina seusai berkenalan dengan Queen.

Queen menggeleng cepat. "Bukan."

"Tapi tadi aku liat kamu ke sininya sama Si Gus dan Ning Bita." Tina tampak belum puas akan jawaban Queen.

"Iya, aku juga liat itu. Pasti kamu keluarga ndalem 'kan?" Silvi di samping Queen, menoeli bahu Queen.

"Bukan. Bukan. Aku bukan keluarga Bu Nyai sama Pak Kyai, Mbak." Queen menggeleng cepat lagi.

"Omong-omong, Gus-Ning itu apa, Mbak? Aku belum tahu." Queen menanyakan kebingungannya. Nyengir lebar.

"Serius kamu belum tahu istilah itu?" selidik Tina.

Lagi, Queen menggelengkan kepala.

"Gus-Ning itu sebutan istimewa buat putra kiyai; Gus buat cowok, Ning buat cewek, Mbak," jelas Silvi dengan suka cita. Disambut oh panjang dari mulut Queen.

Jadi di sini Akhi Helmi disebutnya Gus? asumsi Queen dalam benak. Dia menjadi ingat soal sebutan begituan nyatanya tidaklah asing-asing banget. Dia mendadak ingat presiden ke-4 bumi pertiwi ini; Gus Dur.

Gus Dur itu berarti putra kiyai? Kan ada Gus-nya ya sebutannya? terkanya kemudian.

"Kamu aslinya dari mana, Mbak?"

Lamunan Queen mendadak buyar begitu Silvi melontarkan pertanyaan demikian.

"Aku dari Bogor, Mbak."

"Keluarganya mana? Kok nggak ikut nganter?" Terlalu kepo, Tina bertanya itu. Soalnya aneh saja untuk zaman milenial jikalau ada anak masuk pesantren tanpa didampingi orangtua, beda lagi kalau zaman 90-an yang masih umum.

Kedua mata Queen melebar. Bingung mau menjawab apa. Dia tidak malu akan latar belakang yang sebatang kara, kerjanya menjadi biduan di kafe milik Tante Sarah yang tidak pernah digaji, sudah lama tidak beribadah, atau hal lain yang lebih privasi, sungguh tidak, hanya saja dia kentara bingung menjelaskan semuanya dari mana.

"Tina," sebut Dewi. Dia sedang membersihkan lemari yang bakalan diisi lembaran-lembaran pakaian Queen. Pakaian yang ada, sebagian dibelikan baru, sebagian lain adalah warisan pakaian Bita.

Dewi menatap memerintah agar Tina jangan dahulu bertanya hal-hal seperti barusan.

Tak lain, Dewi adalah anggota kamar tertua di kamar ndalem. Ketua kamar. Serta santriwati senior di pesantren putri Bustanul Hidayah milik keluarga Abah Uwais; abah-nya Helmi. Dan santriwati kepercayaan keluarga ndalem.

Queen dipasrahkan Ummi Maftuhah pada Dewi. Dan karena itulah, Dewi diberi tahu dahulu perihal latar belakang Queen saat masih di ndalem oleh Ummi Maftuhah--usai Queen jujur soal latar belakangnya ke Ummi Maftuhah. Dawuh Ummi Maftuhah pada Dewi; yakni agar Dewi memberi tahu tentang Queen ke yang lain secukupnya saja jika mereka bertanya-tanya soal Queen, apalagi perkara keluarga.

"Queen, udah bersih nih lemarinya. Sini Mbak bantu kamu lempitin pakaian," ujar Dewi, mengalihkan pembicaraan.

"Iya, Mbak Wi," sahut Queen, mengindahkan ajakan Dewi.

***

Sehabis ikut jamaah salat dzuhur, Queen diajak melihat-lihat ke sekitaran pesantren putri oleh Dewi; mulai dari tempat jemuran yang ada di lantai 3 gedung asrama, aula, hingga beberapa majelis mengaji lain.

Queen Pesantren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang