⌛- Negosiasi

351 66 20
                                    

Musyawarah dan berunding adalah solusi terbaik saat ada dua atau lebih pendapat dari beberapa pihak.
...

"Uhuk! Uhuk! Uhuk"

Air mata Afara menetes disela-sela batuknya. Dia tersedak minuman akibat tiga kata yang terlontar dari mulut pemuda sialan di hadapannya.

Mana Afara tau jika itu minumannya. Afara hanya tau minuman disediakan untuk tamu bukan pemilik rumah. Lagipula ini sama-sama minuman dingin. Hanya gelasnya saja yang berbeda.

"Kamu tidak apa-apa?"

Afara menoleh pada wanita itu. "Nggak papa, Tan. Cuman tersedak minuman."

Afara menatap kedua manusia yang ada di hadapannya. "Maaf, Afara nggak tau kalau minuman itu milik anak Tante. Afara benar-benar nggak tau, Tan."

Wanita itu terkekeh. "Nggak papa, biar Zivian minum ini aja. Semuanya sama saja, cuman gelasnya ya berbeda. Ini gelas untuk tamu dan itu yang kamu pegang gelas pribadi Zivian," jelas wanita itu tanpa beban.

Afara melotot menatap pada gelas yang dia pegang. Apa dia baru saja minum di gelas pribadi seorang pria? Bukankah itu namanya berciuman secara tidak langsung?

Huwaaaa. Tolong selamatkan bibir Afara. Semoga saja, tempat bibirnya menetap bukan bekas bibir pria sialan ini. Arghhh, sepertinya Afara harus membersihkan bibirnya dengan air kembang tujuh rupa.

Zivian Danadaiva berdehem menatap Afara yang masih berdiri dengan raut frustrasi. "Jadi?"

Afara melongo tidak paham. "Ha? Jadi apa? Monyet?"

Zivian berdecak. "Iya monyetnya kamu."

"Eh, ha?"

Tata Addiniyah Nafisa terkikik melihat berdebatan yang terjadi. "Jadi, kamu ingin membahas apa? Biar urusannya kelar. Gitu maksud Zivian," ujar Tata selaku Bunda Zivian menjelaskannya.

Afara mengangguk paham. "Jadi Kak, Tan. Sebelumnya perkenalan aku Afara, ingin meminta kakak-" Afara menoleh pada Zivian."-sebagai fotografer pernikahan kakak saya. Apa kakak bersedia?" tanya Afara penuh harap.

"Berani bayar berapa?"

Afara mengetuk-mengetuk dahinya. Ayah mengatakan apa ya soal biaya fotografer? Astagfirullah Afara lupa! Bagaimana ini.

"Mengenai bayaran tergantung kualitas fotonya. Bagaimana? Setuju?"

Tata menoleh pada putranya. Dia mengangguk penuh makna pada Zivian.

"Baik saya terima."

Afara tersenyum dan mengulurkan tangannya. "Deal?"

Zivian menatap sekilas uluran tangan itu. "Bukan mahram," ujarnya sambil memalingkan wajah.

Afara tersenyum kikuk dan menarik uluran tangannya. "Maaf."

"Nak Afara nggak mau minta nomor Zivian?" tanya Tata.

Afara melongo mendengar pertanyaan itu. "Buat apa, Tan?"

Tata menunjuk keduanya secara bergantian. "Buat kalian berkomunikasi. Kalian partner kerja 'kan? Nak Afara bisa memberitahukan kapan dan di mana Zivian harus pergi memotret. Jadi kalian perlu saling menyimpan nomor."

Afara mengangguk paham. "Makasih Tan, Afara paham."

Afara segera mengambil handphone miliknya di dalam tote bag. Di ulurkan handphone itu pada Zaidan.

"Apa?" tanya Zivian bingung.

Afara memutar bola mata malas. "Nomor."

"Saya sebutin. Kamu simpan," ujar Zivian.

Afara berdecak. Ya sudah lah, mau bagaimana lagi. Pemuda ini sangat menyebalkan. Tinggal ketik sendiri apa susahnya?

"Bunda tinggal dulu ya, mau nyiapin makanan untuk ayah Zivian," ujar Tata berpamitan pada keduanya.

"Iya Tan. Makasih."

"Iya Bun."

Setelah kepergian Tata, Zivian mulai menyebutkan satu persatu nomor WhatsAppnya.

"Nah udah, coba sebut ulang. Barangkali ada yang salah."

"Malas," ujar Zivian dengan wajah lempeng.

Afara melongo menatap Zivian dengan pandangan tak percaya.

"Udah 'kan? Pintu keluar ada di sana." Tanpa memperdulikan Afara, Zivian segera bangkit dari duduknya dan meninggalkan Afara tanpa sepatah kata lagi.

"Lah? Woy?" Afara menatap punggung Zivian dengan kesal.

Apa Afara tidak punya harga diri? Sialan, pemuda itu mengibarkan bendera merah padanya.

Afara segera menandaskan minumannya. Bodoamat dengan gelas milik Zivian. Dirinya perlu air dingin untuk mendinginkan amarahnya.

"Afara pamit, assalamualaikum," ujar Afara pada angin yang berhembus.

...

Heyyoooww!
Tinggalkan jejak ya. 🐣
Ngeselin ya si Zivian😭

#mekarbatch2 #mekar2021 #mekar #menuliskarya #20hari #rpli #rumahpenaliterasiindonesia

Cahaya Bulan April [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang