Pernikahan bukanlah akhir dari sebuah penantian. Namun, awal dari perjalanan kisah cinta kita.
Apa kamu bersedia, mencintaiku hingga maut memisahkan? Jawabannya hanya bisa kutemukan dalam ujian ikatan pernikahan.
....
"Afa, sudah siap?"
Afara tersenyum menatap pantulan dirinya di cermin. Hari ini adalah hari pelantikan kelulusan yang telah ditunggu oleh Afara sejak empat tahun yang lalu.
Benar! Sebentar lagi Afara akan bergelar S. H. dengan kata lain Sarjana Hukum.
Selain itu, Afara benar-benar merasa bahagia. Pikirannya kembali mengingat saat-saat Zivian melamarnya di depan sang ayah dan mama.
Saat itu Afara terlihat seperti anak kecil. Dia tidak paham apa yang mereka perbincangkan. Suasana begitu tegang dan mencengkam. Namun, alhamdulillah akhir dari perbincangan mereka adalah senyum kebahagiaan.
Kejadiannya sudah beberapa hari yang lalu tetapi, sejak saat itu Afara tak berhenti tersenyum.
Dan mengenai masalah kejadian di taman. Zivian sudah menjelaskan semuanya. Zivian bilang, saat itu Ara menangis karena merasa bersalah. Ara menyadari perasaannya pada Zivian hanya sebatas teman tidak lebih.
Namun, dia bersikap seolah-olah menyukai Zivian lebih dari teman dan membuat Zivian terluka karena sikapnya.
Ara tidak sanggup mengatakannya. Dia lebih memilih menghilang tetapi, tetap saja rasa bersalah masih menghantui.
Oleh karena itu, saat melihat Zivian di taman seorang diri, dia berpikir hari itu adalah waktu yang tepat untuk menceritakan segalanya. Meluapkan segala perasaan bersalah yang menyelimuti.
Zivian hanya merasa sedikit tidak enak hati membuat seorang perempuan menangis. Jadi dia berusaha menenangkan Ara, tanpa ada perasaan apapun. Perasaannya telah hilang tergantikan oleh perasaan tulus Afara.
Afara terkekeh, saat menceritakan segalanya Zivian masih sempat-sempatnya menggoda Afara dengan kalimat yang menghipnotis.
Memang benar apa yang dikatakan Ayara. Tak ada salahnya mencoba mendengarkan penjelasan Zivian dan juga tidak ada salahnya berbalik kebelakang.
Semua bisa terjadi, jangan keras kepala. Ikuti kata hati dan kamu akan menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya.
"Afara hey. Ngapain cengar-cengir? Seram tau."
Afara menatap kesal pada pantulan Ayara di cermin. "Dih, suka-suka aku. Ayah dan mama udah siap mendampingi?"
"Udah, dah sana turun kebawah. Ekhem, ciee udah sarjana." Ayara menoel-noel lengan adiknya dengan wajah tengil.
"Kakak ih, Afa nggak suka ya kalau riasannya jadi berantakan."
Ayara berhenti menganggu adiknya. Dia menghela napas. "Eh dudul, aku cuman noel lengan bukan pipi. Help ini adalah salah satu akibat terlalu banyak tersenyum menjelang pernikahan."
"Kak, aku mau nikah. Xixixi."
"Yang bilang kamu mau mati siapa? Aku juga bilang gitu tadi. Masih lama juga, dua hari lagi. Udah sana turun, kelamaan buat orang tua menunggu itu dosa!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Bulan April [Selesai]
Romance• Third Literary Works • *** Zivian menghela napas. "Kamu salah paham. Saya dan Ara sudah tidak mempunyai hubungan apa-apa lagi. Kamu lupa? Ara sudah menikah." Afara mengangguk. "Aku ingat, tetapi tidak ada yang mustahil." "Kamu benar, tidak ada yan...