⌛- Depresot

344 56 44
                                    

Jangan sia-siakan waktumu untuk dia yang belum selesai dengan cinta masa lalunya.

...

Afara menatap kosong pada jalanan. Dia bingung harus pergi kemana saat ini. Menceritakan segalanya pada Ayara bukanlah pilihan yang tepat. Afara tidak mungkin membebani kakaknya dengan masalahnya.

Dia harus berbagi masalah ini dengan siapa? Afara termasuk tipe perempuan yang tidak bisa menyembunyikan sesuatu. Dia akan menceritakan semuanya secara gamblang. Afara juga bukan orang yang bisa berbohong, bagaimana jika saat dia pulang kerumah, Shinta dan Dito menanyakan kenapa dirinya basah kuyup seperti ini.

Dia harus bagaimana?

Dreett

Bunyi nada dering dari handphone Afara berhasil mengalihkan perhatiannya.

Afara melihat nama Zivian. Kenapa dia harus menelpon dirinya? Apa pentingnya kehadiran Afara saat ini?

Afara memilih mengabaikan handphonenya yang terus berdering. Afara mengendarai mobil menuju rumah Mahira.

Entahlah. Afara bingung harus kemana, mungkin bermain bersama Mahira bisa menenangkan dirinya. Walau hanya sebentar.

"Assalamualaikum, hir!" Afara mengetuk pintu rumah tiga kali.

Pintu rumah terbuka. Nampak perempuan baya yang tak lain adalah ibu dari Mahira menyapa Afara dengan senyuman hangat.

"Nak Afara, ayo masuk. Ngapain pagi-pagi ke sini?"

"Loh? Baju kamu basah? Ayo mari masuk, kamu boleh menggunakan baju Hira terlebih dahulu. Kalau memakai baju setengah basah seperti ini, kamu akan terkena demam."

Afara tersenyum melangkah masuk. "Nggak papa kok, Tan. Bentar lagi juga kering sendiri."

Sindi Putri Aulia, menggeleng heran dengan kelakuan Afara. "Udah sana keatas, nggak ada penolakan!"

"Mahira! Ada sahabatmu, ayo turun ke bawah!" Sindi berteriak memanggil anaknya itu.

"Duduk dulu, Tante mau siapin teh hangat buat kamu."

Afara mengangguk. "Makasih, Tan. Maaf ngerepotin."

"Nggak papa, tunggu sebentar ya."

Selang beberapa menit kepergian Sindi. Dari jarak dekat Afara melihat Mahira turun dari tangga.

"Loh? Ngapain pagi-pagi ke sini. Mana di luar hujan deras lagi. Sebelum kesini, kamu kemana?"

Afara memutar bola mata malas. "Jangan kebanyakan nanya, entar di kamar aku ceritain semuanya."

"Ya udah, ayo ke atas."

"Tunggu ibu kamu dulu, katanya mau buatin teh hangat," ujar Afara.

Mahira menarik tangan Afara. "Udah, nanti kalau tehnya udah jadi. Ibu pasti manggil, yuk ke atas sekalian ganti baju. Baju kamu basah, nanti sakit. Ayo! Aku maksa."

...

Afara menatap lelah pada Mahira yang tengah tertidur pulas.

Cahaya Bulan April [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang