⌛- Evadere

293 55 45
                                    

Ini pertama kalinya bagiku. Aku lebih memilih menghindar daripada merasakan getaran aneh yang membuat jiwaku frustrasi.

...

Sejak malam itu, Afara selalu menghindari Zivian. Jangan tanya bagaimana bisa mereka pulang, karena jika diceritakan lagi. Perut Afara seketika sakit karena menahan malu.

Benar! Afara malu. Saat otak Afara mulai bekerja dengan baik, secara  spontan dia berlari dari danau meninggalkan Zivian yang juga mengikutinya berlari. Aksi kejar-kejaran di jalan, berhasil membuat keduanya selamat karena meminta bantuan kepada masyarakat yang melihat keduanya.

Afara ingat dengan jelas. Bagaimana orang-orang melihat mereka dengan pandangan bingung. Salah satu mereka bertanya, ada apa sebenarnya ini? Apa yang terjadi pada mereka?

Alhasil Zivian berhenti berlari dan mengatakan bahwa ban mobilnya bocor. Lalu, dia menceritakan bahwa dia harus berlari mencari rumah penduduk. Untung saja mereka percaya dan alhamdulillah berbaik hati membantu keduanya pulang.

Namun, jangan mengira masalah Afara berhenti sampai di situ saja. Kekesalan Afara bertambah saat mengetahui, keluarganya sengaja meninggalkan mereka berdua atas ide dari Ayara.

Kakaknya itu mengatakan pada keluarganya bahwa Afara dan Zivian adalah pasangan serasi. Benar-benar menyebalkan.

Terlepas dari kejadian beberapa hari yang lalu. Saat ini Afara sedang mengurus skripsinya. Afara ingin menyelesaikan kuliahnya dengan cepat.

"Mau kopi?"

Afara melirik sinis pada Ayara. "Shut! Diamlah, aku tidak ingin berbicara padamu lagi."

"Afa masih marah? Afa ih, kakak cuman pengen kamu nikah dengan laki-laki yang pengertian seperti Zivian. Lagipula sepertinya kamu juga menyukainya," ujar Ayara mempertahankan keputusannya. Dia yakin keputusannya meninggalkan Afara saat itu tidaklah salah.

Afara merebut cangkir kopi dari tangan Ayara. "Bodoamat nggak peduli!"

Ayara memutar bola mata malas. "Dih ngambekkan."

"Emang," ujar Afara dengan wajah tanpa dosa.

Ayara menatap Afara dari bawah hingga atas. Ayara tersenyum jahil dan duduk di samping Afara.

"Ngiming-ngiming nih ya, Fa. Kamu dan Zivian udah sampai mana?" tanya Ayara menatap bola mata Afara.

Afara menoleh takut dengan sikap kakaknya ini. "Ngomong apa sih? Aku nggak paham."

Ayara mengibaskan tangan. "Udahlah, bilang aja. Sekarang udah suka Zivian?"

"Dih apaan, aku nggak suka sama tuh bocah. Nyebelin kak."

Ayara mengetuk-ngetuk meja. "Yakin? Kakak lihat beberapa hari ini, kalian berdua terlihat aneh."

Afara kembali menatap layar laptopnya berusaha menghindari kontak mata dengan Ayara. "Aneh gimana? Biasa aja tuh."

"Aneh aja, kamu kayak menghindar sedangkan Zivian kayak kelimpungan nyari kamu yang mana kucing-kucingan."

"Dih, teori dari mana tuh?" Afara mematikan laptopnya dengan duduk menghadap Ayara. "Ngomong-ngomong nih ya kak. Aku mau bahas soal mas Rama."

Ayara berdehem. "Iya ngomong aja. Ayo buruan, sebelum kakak mati penasaran."

Afara menggaruk leher. Dia bingung bagaimana cara mengatakannya.

"Jadi gini kak, kakak inget waktu aku bilang kalau mas Rama nyimpen rahasia?"

Ayara menyeruput kopi Afara tanpa sadar. "Inget, ada apa?"

"Kakak udah tau kalau ... mas Rama takut nik---"

"--- nikah, punya anak dan malam pertama? Udah, mas Rama udah bilang beberapa hari yang lalu."

Afara melongo. Apa dia ketinggalan banyak berita?

"Serius kak? Terus respon kakak gimana?"

"Kakak cuman kasih pengertian ke mas Rama dan soal perempuan yang Ayah lihat bersama mas Rama di cafe itu, mereka cuman bahas masalah tadi. Mas Rama berusaha nyari solusinya."

"K-kakak nggak marah?" tanya Afara bingung. Dia kira kakaknya akan marah dan membatalkan pernikahan. Lagipula perempuan mana yang mau menikah dengan laki-laki yang takut menikah, punya anak dan malam pertama? Sangat aneh. Namun, sepertinya ini adalah masalah biasa bagi Ayara

"Kakak bukan anak kecil lagi, Fa. Kakak udah dewasa, udah tau mana yang baik dan mana yang buruk."

Afara mengangguk. Benar juga, ah sepertinya Afara terlalu dini untuk membahas pernikahan dan solusi masalah yang terjadi selama pernikahan berlangsung.

"Oh iya, Fa. Tau nggak?"

"Nggak."

"Zaman sekarang udah modern, tau bagaimana caranya kakak buat mas Rama nggak takut malam pertama lagi?"

Afara menaikkan alis bingung. "Bagaimana?"

Ayara terkekeh mengetahui adiknya yang sangat polos diusianya yang sudah masuk kepala dua. "Sini, kakak bisikin."

Afara mendekatkan telinganya ke bibir Ayara. Matanya melotot setelah mendengar apa yang dikatakan kakaknya ini. Benar-benar gila.

"Gimana? Iya, iya aku tau, aku cerdas," ujar Ayara menyombongkan diri.

Afara hanya menatap Ayara dengan raut wajah tercengang.

"Gila," ujar Afara segera melangkah pergi meninggalkan Ayara yang tertawa terbahak-bahak setelah berhasil membuat adiknya mengetahui sedikit rahasia.

Ah, ada apa dengan orang disekitar Afara akhir-akhir ini? Afara lebih memilih melarikan diri daripada menghadapi mereka dalam mode aneh dan gila.

....

Heyyoooww!
Tinggalkan jejak ya. 🐣

#mekarbatch2 #mekar2021 #mekar #menuliskarya #20hari #rpli #rumahpenaliterasiindonesia

Cahaya Bulan April [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang