⌛- Kucing VS Singa

315 56 58
                                    

Apa kucing sepertimu bisa bersembunyi dari singa seperti saya?

-Zivian-

Aku tidak bersembunyi. Aku hanya menenangkan diri dan berpikir. Bagaimana caranya menghadapi dirimu.

-Afara-

...

Kicauan burung saling bersahutan menjadi alunan melodi pagi hari. Sinar mentari dengan malu-malu muncul dibalik tirai penutup jendela.

Di sebuah kamar serba biru, nampak seorang perempuan menangis tersedu-sedu dipagi hari. Tidak, ini bukan hal baru lagi. Ini adalah kebiasaan Afara saat hari minggu datang.

Dia akan mengawali paginya dengan menonton drama korea, menangis tersedu-sedu kemudian terlelap dan kembali bangun saat bayangan matahari mulai meninggi dari objek sebenarnya.

"Afara! Bangun woy!"

Afara melenguh dan kembali melanjutkan perjalanan arwahnya ke alam mimpi.

Plak!

Ayara tak segan menampar bokong Afara. Siapa yang menyuruhnya tidur di pagi hari. Apa dia lupa? Hari ini adalah hari pernikahan kakaknya.

"Bangun heh! Kakak mau nikah dan adiknya tidur-tiduran. Siapa yang mengajarimu seperti itu?" Ayara menarik paksa kedua tangan Afara untuk bangun.

"Enghh, apa sih? Ini hari minggu woy."

Ayara menyentil jidat adiknya. "Dodol! Ini hari jumat, cek kalender sana."

Afara mengerjap-ngerjap polos. " Loh? Ha?"

Ayara mendorong Afara ke kamar mandi. "Udah sana, bersiap! Pernikahannya 7 jam lagi."

"Kok gue yang disuruh bersiap? 'Kan yang nikah itu kakak bukan Afa," ujar Afara bingung.

Ayara terkekeh. "Huum iya yang nikah aku. Tapi, yang menerima tamu itu kamu," ujarnya lalu segera berjalan meninggalkan Afara.

"Lah? Kok aku yang menerima tamu. Si alan, eh astagfirullah." Afara berdecak dan mencak-mencak tak terima. Dan, bagaimana dia bisa salah hari? Ini hari jumat, bukan hari minggu. Ah, agaknya otak Afara sedikit hilang beberapa hari ini.

....

Di sinilah Afara berada. Berdiri menyapa tamu undangan yang datang silih berganti.

Bibir Afara terus saja membentuk senyum ramah menyambut tamu. Sesekali dia duduk mengistirahatkan diri dan kembali berdiri saat ada tamu yang baru saja tiba.

Tidak banyak tamu undangan yang hadir. Namun, cukup membuat Afara kelelahan. Di rebahkan tubuhnya, menatap sekeliling.

Canda tawa, ucapan selamat dan doa-doa untuk para pengantin bersahut-sahutan membuat suasana meriah ditambah lagi dengan alunan melodi piano.

"Cape?"

Afara menoleh kaget pada orang yang duduk di sampingnya. "Ngapain?"

"Duduk, memangnya apa lagi?"

Afara menggulingkan bola mata. "Kalau itu aku juga tau, tetapi kenapa harus di kursi ini? Ini kursi milikku."

"Tiga kursi ini." Tunjuk Zivian pada kursi di samping kiri dan kanan, lalu kembali menatap Afara. "Milikmu semua?"

Afara mengangguk. "Kenapa? Nggak suka?!"

"Oh. Cuman nanya."

Zivian melirik Afara yang kembali berdiri dan menyambut tamu kemudian kembali duduk saat tamu tidak terlihat.

"Ngapain sih? Udah sana masuk," ujar Afara yang merasa tak nyaman diperhatikan seperti itu.

"Kenapa menghindar?"

Afara mengalihkan pandangan. "Dih, siapa yang menghindar. Kepedean asli."

"Tidak. Kamu memang menghindar, kakak kamu sendiri yang mengatakannya."

Afara berdecak. Ayara terlalu ikut campur. Dia tidak suka Zivian. Dia membencinya, ya membencinya.

"Kenapa diam?"

"Udah sana, gue malas," ujar Afara berubah nonformal.

Afara melihat sekeliling. Mungkin, semua para tamu undangan telah hadir. Ada baiknya, Afara segera pergi dari sini. Hawanya benar-benar tidak enak.

"Saya serius. Jangan bermain kucing-kucingan. Saya lelah menghadapi dirimu yang bersembunyi dan menghindar seperti ini."

Afara berhenti melangkah. Langkah kakinya terasa berat saat mendengar semua kalimat yang terlontar. Untunglah saat ini posisi Afara membelakangi Zivian.

"Aku tidak bersembunyi atau pun menghindar. Tetapi, aku hanya sedang di sadarkan pada satu kutipan yang kubaca dipostingan seseorang."

Zivian menatap bingung pada punggung Afara. "Kutipan?"

Afara berbalik menghadap Zivian dan mengangguk. "Iya, tau apa bunyi kutipannya?"

"Apa?"

"Jika tidak ingin merasakan kecewa dan luka. Jangan mencintai atau pun menyukai seseorang yang masih terjebak dalam masa lalunya," ujar Afara.

"Bagaimana bisa kamu menyerah sebelum mencoba? Jika saya terjebak, kenapa kamu tidak mau membantu saya keluar?"

Afara mengumpat dalam hati. Pria di hadapannya ini sangat pintar bermain kata-kata.

"Aku tidak suka tantangan."

Zivian terkekeh pelan. "Benarkah? Apa itu benar? Seorang Afara Dishya Aletta Candrawinata tidak menyukai sebuah tantangan?"

Afara lagi-lagi mengumpat. "Baiklah, aku terima tantangannya dan lagi, aku tidak suka kekalahan."

"Tentu. Saya menunggu kamu memenangkan tantangan ini."

Afara segera melangkah pergi. Dia tidak siap merasakan debaran jantung yang menggila. Benar-benar menyiksa!


...

Heyyoooww!
Tinggalkan jejak ya. 🐣

#mekarbatch2 #mekar2021 #mekar #menuliskarya #20hari #rpli #rumahpenaliterasiindonesia

Cahaya Bulan April [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang