Saya dianggap sebagai pria yang kasar, dingin dan tidak memiliki hati. Nyatanya, saya hanyalah pria yang sedang melindungi diri dari luka masa lalu.
...Perjalanan masih jauh. Afara memegang perutnya yang terus berbunyi. Sejak pagi, Afara belum sempat makan sesuap nasi. Dia hanya memakan roti dan cemilan ringan untuk mengisi perut.
Afara menunduk menatap perutnya dengan iba. Sebentar lagi. Tahan sebentar lagi ya cing.
"Lapar?"
Afara mengangkat kepala, menoleh pada Zivian. "Ha?"
"Lapar?"
Afara mengangguk. Sedetik kemudian menggeleng. "Tidak, aku tidak lapar. Lanjutkan saja nyetirnya."
Tak ada jawaban dari Zivian. Dia memberhentikan laju mobil di salah satu restoran yang dia temui.
"Kenapa kita kesini?"
Zivian melepaskan sabuk pengaman. "Saya lapar. Turun."
Afara mengangguk semangat. Dia juga lapar, untunglah dia tidak lupa membawa dompet atau dia harus menahan rasa lapar untuk beberapa jam kedepan.
"Kita akan dudu--- Awh!" Afara mengaduh kesakitan merasakan nyeri di dahinya.
Lagi pula kenapa Zivian selalu berhenti mendadak seperti ini?
Afara merasakan keanehan dari Zivian. "Ada apa?" tanya Afara sambil ikut melihat arah pandangan Zivian.
Tidak ada yang spesial, Afara hanya melihat seorang perempuan duduk di pojok bangku restoran. Perempuan itu terlihat sangat dewasa dan manis dengan pandangan mata yang tajam.
Afara menatap keduanya secara bergantian. Ada apa dengan mereka berdua? Mereka saling menatap seakan menyimpan banyak kerinduan.
Tunggu!
Apa jangan-jangan perempuan itu adalah ... woah daebak. Apa Afara akan menjadi nyamuk diantara keduanya?
Afara yang tak ingin menjadi nyamuk memilih mundur secara perlahan. Membiarkan keduanya bernostalgia ria. Mungkin mereka berdua akan membahas pernikahan? Hahaha, ayolah memangnya apa yang akan dibicarakan seorang mantan?
"Mau kemana? Duduk!" Zivian menarik tangan Afara untuk ikut duduk di depannya.
Bangku keduanya hanya berjarak beberapa bangku saja. Afara duduk membelakangi perempuan itu dengan kata lain, Zivian dan perempuan itu saling bertatapan dengan Afara sebagai penghalang.
Astagfirullah apa ini sungguh terjadi di hidupnya? Kesialan macam apa ini ya Allah.
Zivian mengangkat tangannya memanggil pramusaji.
Seorang pramusaji yang mengerti kode Zivian segera memberikan buku menu pada kami.
"Ingin makan apa?"
Afara menggaruk tengkuk yang tidak gatal. Dia mendadak merasa canggung. "Aku ngikut aja kak."
Zivian membalik-balik buku menu. "Saya pilih menu makanan favorit di restoran ini. Minumannya yang biasa dipesan," ujarnya yang tidak ingin repot. Lagi pula dia bukan orang yang suka memilih-milih makanan.
"Apa kabar?"
Zivian menoleh pada perempuan itu yang entah sejak kapan berpindah bangku di sampingnya.
"Baik."
Perempuan itu menoleh pada Afara. "Hai, nama kamu siapa?" tanyanya sambil mengulurkan tangan.
Afara menerima uluran tangan dengan kikuk. Astagfirullah, selain suaranya yang merdu. Tangannya juga sangat terasa lembut seperti kulit bayi. Benar-benar membuat Afara inscure.
"Hai, aku Afara. Kakak?"
Perempuan itu tersenyum manis. Benar-benar manis. Ah apa Afara sedang melebih-lebihkan? Tidak. Ini sungguh nyata.
"Ara. Oh iya, kamu siapanya Azi?"
Afara benar-benar merasa canggung. Bahkan, Ara memanggil Zivian dengan panggilan khusus.
"Bukan siapa-siapa kak," jawab Afara.
Setelah itu, Ara asyik mengobrol dengan Zivian dan dirinya benar-benar menjadi nyamuk.
Dilanda kegabutan akut, Afara iseng mendengar percakapan mereka. Tidak! Dia tidak menguping, Afara hanya iseng.
Dari yang Afara dengar, menurutnya Zivian adalah laki-laki sadboy. Terlihat jelas dari tatapan Zivian pada Ara.
Namun, Afara tiba-tiba merasa ingin tahu lebih detail mengapa mereka berdua membatalkan pernikahan yang telah dirancang?
Hanya ada dua kemungkinan. Ara belum siap menikah atau Ara tidak ingin menikah dengan Zivian. Sepertinya ini masalah yang rumit dan sial! Masalah ini mengusik rasa penasaran Afara.
...
Heyyoooww!
Tinggalkan jejak ya. 🐣
#mekarbatch2 #mekar2021 #mekar #menuliskarya #20hari #rpli #rumahpenaliterasiindonesia
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Bulan April [Selesai]
Romance• Third Literary Works • *** Zivian menghela napas. "Kamu salah paham. Saya dan Ara sudah tidak mempunyai hubungan apa-apa lagi. Kamu lupa? Ara sudah menikah." Afara mengangguk. "Aku ingat, tetapi tidak ada yang mustahil." "Kamu benar, tidak ada yan...